Pintu mulai tertutup otomatis, lift pun berjalan naik.
Richard Alexander mendekat ke arahnya. Viona semakin gugup. Jantungnya berdebar kencang. Karena saat ini di dalam lift hanya ada dirinya dan sang CEO.
Viona merasa canggung dan salah tingkah. 'Aduh mau apa pria ini? Perasaanku tidak nyaman,' batin Viona.
Richard menatap ke arah Viona yang ada di sebelahnya."Oh ya, Nona Viona."
"Nona Viona, Boleh aku bertanya sesuatu kepadamu?" lanjut CEO tampan itu.
Ting! Bunyi pintu lift yang terbuka. Rupanya lift sudah sampai di lantai sebelas. Viona menghela nafas panjang, karena merasa lega karena merasa terselamatkan dari situasi yang canggung.
Seketika, Richard mengurungkan niatnya. Pria itu melirik ke arah Viona sekilas, lalu memalingkan wajahnya dan tersenyum tipis.
Richard berdehem ringan. "Nanti saja," ujarnya singkat.
Mereka berdua pun keluar dari lift.
Richard berjalan dengan langkah yang mantap dan percaya diri. Sementara Viona berusaha mempercepat langkahnya untuk mengimbangi langkah lebar kaki Richard Alexander yang berpostur tinggi 189 cm.
Gadis itu, mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan. Memandang dengan takzim keindahan dan kemewahan di lantai sebelas yang luas.
Lobi di lantai sebelas sedikit lebih redup dan gelap. Tirai-tirai indah berwarna silver dipasang dengan indah di jendela-jendela besar sepanjang lobi. Sinar matahari nyaris tidak menembus masuk di lantai sebelas sehingga membuat suasana sedikit redup seperti malam hari.
Sebuah lampu chandelier besar yang terbuat dari crystal tergantung dengan indah di tengah lobi. Satu set sofa besar dan sebuah permadani mewah berwarna perak terhampar di lobi.
Seluruh interior di dalamnya diganti baru dengan interior bergaya klasik modern.
Meskipun terlihat megah, Viona bisa merasakan sedikit aura misterius di lantai sebelas itu. Aura misterius yang aneh dan sulit dijelaskan dengan kata-kata.
Mendadak, bulu kuduk Viona meremang. Benar-benar seperti memasuki dimensi lain.
'Sepi sekali di sini. Kenapa lantai sebelas ini auranya sedikit berbeda ya?' batin Viona. Ia terus berjalan. Akhirnya, Viona melihat dua buah daun pintu ganda yang terbuat dari kayu.
"Ah itu pasti ruangan Tuan Richard, aku harus bergegas ke sana," guman lirih gadis berambut pirang itu.
Richard menghentikan langkahnya di depan pintu, "Nona Viona, coba anda tempelkan kartu yang diberikan oleh Daniel tadi ke papan sensor ini," ujar pria itu sambil menunjuk sebuah papan sensor dengan berwarna merah dengan beberapa tombol angka di bawahnya.
"Baik, Tuan," jawab Viona.
Gadis itu pun maju dua langkah, berdiri di sebelah Richard, lalu menempelkan kartu yang tadi ia terima dari general manager ke papan sensor tersebut.
Tit! Bunyi dari papan sensor. Sedetik kemudian, kedua daun pintu ganda itu terbuka secara otomatis.
"Silahkan masuk Nona Viona," ujar Richard Alexander.
Saat masuk ke ruang kerja pribadi CEO, gadis berambut pirang itu terkesima dengan ruang kerja Richard Alexander yang luas dan mewah.
Fasad jendela besar dan tinggi dilapisi oleh kaca tahan peluru, menampilkan pemandangan indah kesibukan Kota London, dari lantai sebelas.
Ruangan kerja itu tampak elegan dengan dominasi warna hitam, putih dan sedikit aksen keemasan. Benar-benar terlihat maskulin dan elegan, mencerminkan pribadi sang pemilik.
Semua perabot, meja kerja besar dan kursi kerja yang estetik tertata dengan apik di dalam ruangan. Beberapa hiasan dari kristal tampak menghias di sudut ruangan. Viona benar-benar takjub dengan keindahan ruangan kerja sang CEO.
Richard duduk di kursi direktur dengan sandaran tinggi di belakang meja kerjanya sambil menyilangkan kaki.
Pria itu mulai membuka dokumen yang ada di dalam map biru, yang tadi diberikan oleh Daniel Alexander kepadanya.
"Jadi anda baru mulai bergabung di perusahaan ini dua bulan yang lalu?" tanya Richard kepada gadis cantik yang berdiri dengan sopan di hadapannya.
"Benar Tuan Alexander," balas Viona dengan sopan.
Richard mulai membaca sekilas dan membalik dengan cepat lembaran-lembaran dokumen yang berisi data diri Viona.
"Hmm, sekilas membaca background pendidikan dan data diri anda sepertinya anda memiliki kualifikasi yang bagus. Namun, bagiku itu hanyalah tulisan di atas kertas Nona Viona." sindir Richard Alexander.
"Let's see. Kita lihat apakah, anda benar-benar bisa membuktikannya atau tidak?!" tantang pria itu.
"Baik Tuan Alexander. Saya akan bekerja keras dan membuktikan kepada anda bahwa saya memang memiliki kompetensi yang baik," sergah Viona Ryders dengan tenang. Meskipun, perkataan Richard Alexander itu, terdengar sedikit tajam di telinga Viona tetapi gadis itu berusaha untuk bersikap tenang dan profesional.
"Baguslah kalau begitu. Akan aku ingat perkataanmu itu, Nona Viona," ujar Richard sambil tersenyum tipis
"Don't make any mistake. Do you understand?" tanya Richard Alexander sambil memandang dengan dalam ke arah Viona.
"Baik, Tuan Alexander. Saya mengerti," balas Viona dengan mantab.
"Baguslah kalau begitu. Anda bisa mulai bekerja dengan saya hari ini," ujar Richard Alexander.
Kedua alis gadis cantik itu terangkat secara bersamaan seolah tidak percaya. Di dalam hatinya sedikit bingung. 'Bukankah tadi general manager bilang bahwa besok?' batin Viona.
"Mulai sekarang aku adalah atasanmu. Lakukan apa yang aku perintahkan. Jangan terlalu banyak protes. Apa anda mengerti ?" sahut Richard Alexander dengan nada dingin.
Gadis itu terkejut, merasa bahwa pimpinan barunya kali ini memiliki kemampuan indera ke enam untuk membaca pikiran orang lain.
'Apa bagaimana dia bisa tahu apa yang ada dibenakku? Apa Tuan Richard ini memiliki indra ke-enam? Wah gawat, aku harus lebih berhati-hati lagi dengan pria ini,' batin Viona.
"B-baik Tuan Richard. Tapi hari ini saya masih ada tugas untuk menyelesaikan dokumen dari divisi humas yang belum terselesaikan," balas Viona dengan sedikit terbata.
Richard memalingkan wajah. "Hmph, aku tidak suka dengan sekertaris yang suka membantah."
"Maaf, saya tidak bermaksud untuk membantah perintah anda Tuan Richard. Tapi, izinkan saya untuk menyelesaikan pekerjaan dokumen itu dahulu agar tidak ada pekerjaan yang terbengkalai," pinta Viona.
Seulas senyuman tipis tersungging di bibir Richard Alexander. Pria itu merasa bahwa gadis yang ada di hadapannya itu memiliki integritas kerja yang tinggi.
"Baiklah jika memang demikian, Nona Viona. Anda bisa membawa dokumen itu kemari. Meja kerja anda ada di depan ruangan saya," terang Richard.
"Saya beri waktu untuk menyelesaikan pekerjaan anda sampai jam 12 siang nanti. Apa anda mengerti?" ujar CEO itu.
"Baik, saya mengerti," balas Viona dengan mantab.
"Selain itu kemungkinan besar anda akan lebih sering lembur. Karena banyaknya pekerjaan setelah menjadi sekretaris pribadi saya," terang Richard Alexander.
"Baik, Tuan Richard saya sangat mengerti dan berusaha untuk menjalankan tugas dengan sebaik mungkin," jawab Viona Ryders.
"Apa ada hal lain yang ingin anda tanyakan, Nona Viona?" tanya Richard Alexander.
Tatapan mata dingin pria itu seakan menembus ke jantung Viona Ryders.