Chereads / Floire / Chapter 8 - Chapter 8

Chapter 8 - Chapter 8

Agatha menatap dari jendela kelas, ia terus memperhatikan seberapa banyak orang yang berbaris, semakin di jendela semakin lama pula obrolan Anatha dan Garron, sesekali Agatha melirik ke arah Anatha, dalam hatinya berkata dengan kesal, "Ini kenapa mereka ga selesai selesai sih! Garron juga, sengaja ya dia?"

Garron kebingungan sedangkan Anatha terus berbicara tentang apa yang ia ketahui, ia terus memberitahu sedikit demi sedikit tentang sistem sekolah, dari jauh Agatha mulai menatap kesal, Agatha pun menghampiri Anatha, ia menarik tangan adiknya tanpa berkata apapun dan membiarkan Garron sendiri dikelas.

Selama dilorong Agatha memberitahu alasannya dengan kesal, mengapa ia menarik tangan adiknya, "Kalian itu kenapa sih lama banget?! mau bikin aku nunggu sampai besok?"

Anantha memaksa Agatha untuk melepaskan lengan yang dia tarik dengan menghempaskan gengaman Agatha, "Sakit tau, lagian kenapa sih tiba tiba narik, kan aku cuman ngobrol sama Garron!"

Dengan kepala yang memanas, rasa kesal yang memuncak, Agatha membentak Anatha, "Kau ini putri! kenapa berprilaku sembarangan sih sama orang lain?! mau kau jelasin sepanjang lebar kali tinggi, dia itu white children! udah pasti tau, stop jadi bodoh Anatha!"

Bentakan yang cukup keras dari Agatha membuat mereka di tatapi orang orang yang melewati mereka, saat itu juga Anatha dengan hati yang tertusuk karena kata kata Agatha, memilih meninggalkan Agatha di tengah tengah lorong.

Suara bisikan orang orang mulai terdengar, sampai meremehkan Agatha, ucapan itu terdengar semakin banyak, Agatha pun memilih menyusul sang adik sampai dalam kereta kuda.

Kedua lutut mereka bertemu di dalam kereta kuda, Anatha memalingkan wajahnya ia tak ingin menatap Agatha yang duduk didepannya, selama dikereta kuda Agatha terus menatap tajam Anatha, sedangkan Anatha terus menghadap kesamping dengan tangan dilipat yang ia taruh didadanya.

Tatapan Agatha layaknya ingin mengindentifikasi seseorang, tapi sebenarnya Agatha ingin meminta maaf hanya saja cara dia mengekspresikan dirinya sangat lah buruk, sampai karena menunggu lama Agatha pun berbicara, "Gak capek, kepala teleng kesamping?"

Anatha langsung menatap Agatha tapi balasan Anatha hanyalah tatapan meledek dengan senyum tipis, seperti sedang merendahkan seseorang, tatapan Agatha yang masih berlangsung tak membuat Agatha gentar sampai harus membalas dengan perkataan, Agatha kembali menatap Anatha bahkan sangat tajam dengan dagu yang sengaja dinaikkan.

"Mata mu biasa aja lah." ujar Anatha.

"Ya terus kenapa, ga senang?" balas Agatha semakin menaikkan pandangan.

"Geli." balas Anatha.

****

Sepanjang perjalanan diisi dengan kediaman anatar mereka berdua, niat maaf dari Agatha menjadi hilang ketika melihat sang adik yang begitu songong terhadap nya, padahal itu dijadikan candaan oleh Anatha, hanya ingin mengetes sang kakak.

Disela pemikiran mereka teringat dengan misi dari sang raja, sepertinya akan berlanjut bertugas di kerajaan, buku tersebut dipegang oleh Anatha, Agatha tak yakin Anatha bisa mengatur semuanya, terlalu banyak manusia yang penasaran.

Sedangkan dipemikiran Anatha sendiri, dia berpikir akan memecahkan misi ini bersama Garron, terlebih feelingnya mengatakan Garron termasuk dari salah satu kuncinya, "Aku juga sepertinya tak akan membawa Agatha." ujarnya di dalam hati.

Tiba tiba saat memikirkan pilihannya, Agatha justru mencoba berbicara, saat berpikir harus dipastikan tidak begong, kalau saja ia mengosongkan pikiran nya dengan senang siapapun akan memasuki aliran pikirannya.

"Anatha, aku dari tadi memanggil mu." ucap Agatha kesal.

"Oh, napa?" balas Anatha

"Gaya bicaramu, tidak sopan. Aku ingin mengetahui selanjutnya tentang misi kita, jika kau terus berlagak songong lebih baik aku yang mengatur misi kali ini."

"Kenapa seenaknya saja?! ini juga karena mu kan, kau duluan yang membentak ku! benar benar merusak citra seorang putri."

Percakapan yang dibaluti emosi, lama kelamaan semakin memuncak dengan adanya pergerakan dari Anatha, yang merasa Agatha sangat egois.

"Apa maksud mu?! kau lebih mempercayai orang lain bahkan bukan keturunan bangsawan, dari pada aku? kembaran mu."

Anatha mendengus kesal dengan ekspresi wajah tak bersalah berkata, "Lebih baik memercayai orang lain, bukan?"

"Sebanding dengan efek yang kau terima nanti, jika terus mempercayai orang lain."

Perdebatan yang diakhiri oleh Agatha, saat itu juga pintu kereta kuda mulai dibuka, Anatha dengan kesal keluar dahulu, sembari menghentak hentakkan kakinya lalu keluar, sedangkan Agatha ia keluar dengan sikap yang tenang meski melihat prilaku Anatha, Agatha berpikir, "Hal sia sia, merusak citra saja."

Semua menyambut mereka dengan ramah dan senyuman, setiap orang yang bertemu mereka selalu menyapa mereka, tapi kali ini Agatha lah yang membalas senyuman mereka, karena sepanjang jalan menuju ruangan kerajaan, Anatha dan Agatha harus berjalan bersampingan, Anatha yang masih kesal bahkan berjalan secepat mungkin. Dengan geram Agatha harus terus mengikuti langkahnya sembari membalas sapaan orang orang.

"Hey!" teriak Agatha yang tertinggal.

Anatha melihat kebelakang tepat berdiringa Agatha, "Kenapa?" ucapnya dengan songong.

"Diam disitu!" bentak Agatha, dengan cergas mendekati Anatha yang berdiri diam didepan, "Dimana pikiranmu?! kalau terus menghindar bisa bisa berita burung akan berterbangan!"

"Oh." balas Anatha

Dengan anggun dan jutek kali ini Anatha memerankan peran Agatha yang biasa sepulang sekolah berprilaku layaknya manusia sombong dan tidak ramah, sedangkan Agatha kali ini ia berusaha menjadi Anatha, agar tidak ada seseorang yang menganggap mereka sedang dalam masalah.

Keduanya tiba di dalam kamar masing masing, lalu mengganti baju dengan gaun seperti biasa, kali ini gaun yang cukup classic, keduanya langsung menemui sang ayah yang sedang berada diruang kerjanya, Agatha mulai menyinggung tentang misinya saat Anatha sedang berbicara tentang penampilan nya hari ini.

"Ayah, bagaimana jika misi kali ini aku yang memegang?" ucap Agatha membuat Anatha yang sedang mengikat gaunnya menatap aneh.

"Jika kamu ingin, silahkan Agatha." balas sang ayah sembari menulis disebuah lembaran

"Kenapa ayah setuju dengan mudah!" bentak Anatha seketika.

Sang ayah dibuat kebingungan dengan sifat Anatha yang kali ini sangat agresif, sang ayah mulai menyadari akan obsesinya Anatha dengan sihir, "Anatha, jangan menjadi ibumu, ayah mohon. Biarkan kakakmu yang memegang misinya kali ini."

Anatha yang tak terima masih mencoba memotong dan membentak sang ayah, "Tapi! dia bahkan tak bisa sihir, ayah!"

Mendengar hal itu Agatha memanas, bahkan tidak segan di depan pemimpin rakyat, Agatha bersikap kasar terhadap putri yang sangat manja dengan ayahnya itu, "Kau yakin? mau aku buktikan?"

"Buktikan, jika kau bisa menandingiku, bahkan sihirmu tak seberapa dengan diriku saat ini." balas Anatha dengan nada meninggi seperti wajahnya sekarang.

Sang ayah yang berada ditengah antara dua perselisihan putrinya dibuat bingung, setelah sekian lama mereka akur kali ini mengingatkan nya akan masa mereka berdua masih berusia 10 tahun, "Sudahlah, kalian ini kan saudara, satu darah. Masa berselisih dengan saudara sendiri?"

Agatha yang mendengar hal itu mulai terpancing, "Jika dia menjadi musuhku, lantas apa larangannya."

Di atas meja yang dipenuhi berkas berkas dengan beberapa wadah tinta, sang ayah kali ini menghadapi masalah yang benar benar sulit, ia pun teringat dengan kenangan bersama istrinya saat mengatasi mereka berdua diumur 10 tahun, sembari merenungi nasib dan meratapi foto di di depannya, sang ayah bergumam sepi, "Istriku, mereka sudah besar. Bahkan ini kedua kalinya, apa yang harus aku lakukan? aku sendiri di sini."

Anatha pun menyadari ayahnya yang sedang mengelus foto keluarga mereka, tepat di foto sang ibu, ayah meneteskan air matanya. Anatha segera memeluk erat sang ayah sambil menahan air matanya.