Chereads / Floire / Chapter 11 - Chapter 11

Chapter 11 - Chapter 11

Di depan meja rias Anatha masih termenung setelah mendengar jawaban dari sang kakak, lantas mengapa ia harus berteriak layaknya manusia kurang waras, ia merasa malu dan memilih diam sejenak dan melihat bayangannya tepat di depan cerminnya, sedangkan Agatha kembali berjalan melanjutkan pekerjaannya.

Setelah berdiam Anatha pun mendapati sang kakak yang mencoba mandi sendiri, sedangkan tepat di depan pintu dayang yang bertugas menyiapkan keseharian mereka mencoba masuk, Anatha berhenti sejenak dan meneriaki dayang dari dalam kamarnya, "Tunggu, akan ku buka kan pintu." setelah itu ternyata ada sebuah surat dari seekor burung kecil yang memberhentikan langkah Anatha.

Anatha pun menghampiri jendela yang terdapat seekor burung yang sedang menunggu suratnya di ambil, dengan perasaan senang membaca isi surat tersebut lalu Anatha bergegas mencari tinta untuk menulis balasan dari surat tersebut, masih berada di jendela dengan senyuman yang terus Anatha keluarkan, ia tak menyadari Agatha yang keluar dari kamar mandi pun melihat kearahnya.

"Ada apa ribut ribut? aku dengar di luar ada dayang, kemana mereka?" tanya Agatha sembari mendekati Anatha.

"Astaga ...., kau membuatku kaget, Agatha jika ayah melihat rambutmu yang sengaja kau keringkan dengan handuk itu, pasti ayah akan segera memarahi mu."

Anatha yang terkejut pun terpaksa berhenti menulis dan langsung menggulung serta mengikatkan di kaki burung tersebut, sebelum Agatha dapat membaca isi dari surat tersebut.

"Surat siapa itu? jangan berpikir ingin melaporkan ku, justru posisi mu akan terancam jika aku memberitahu ayah kau mengirimkan surat terhadap seseorang, bahkan aku tak tau siapa dia."

Keduanya saling meributkan satu sama lain hanya karena sebuah masalah sepele mereka berpikir akan melaporkan dan membuktikan siapa yang salah, sedangkan di luar pintu kamar terdengar beberapa suara asing yang ditimbulkan, Agatha mendengar hal tersebut dengan rambut yang masih ia keringkan, Agatha dengan perlahan mendekati pintu tersebut.

Sedangkan Anatha yang masih terduduk di tepi jendela bergegas menarik lengan Agatha dari belakang, "Itu mereka, hanya dayang bukan pencuri atau lainnya, sekarang rapikan rambutmu kalau bisa basahkan ulang saja sana."

Agatha menuruti saran Anatha, memasuki kamar mandi dan membiarkan Anatha yang membukakan pintu untuk mereka masuk, setelah suara ricuh terdengar Agatha keluar layaknya baru selesai mandi dan membiarkan rambut nya membasahi lantai di setiap langkahnya, melihat hal itu salah satu dayang segera mengurus Agatha dan mengeringkan rambutnya terlebih dahulu.

Mereka terdiri dari tiga dayang, dua dari mereka biasa mengurus masing masing dari dua putri tersebut, sedangkan satunya menyiapkan keperluan, karena hari ini Agatha dan Anatha tidak sekolah jadi mereka memutuskan memakai pakaian gaun akan tetapi lebih pendek dari biasanya dengan dialasi stocking dan kaos kaki, membuat mereka seperti akan melakukan pelatihan.

Yap, hari ini mereka memutuskan menyelesaikan misi dari sang ayah, setelah keduanya selesai bersiap siap, di temani kereta kuda dan izin dari sang ayah, sejauh ini Anatha masih tak menyadari bahwa misi kali ini di pimpin secara paksa oleh Agatha, saat mereka menentukan titik tujuan Anantha memotong pembicaraan Agatha, "Terlebih dahulu kita bertemu dengan Garron dia memiliki sebuah rencana lebih baik dari kita, kurasa."

Agatha yang kesal menatap tajam wajah Anatha, "lagi lagi ia membahas tentang Garron, bisa bisa seisi kerajaan dikuasi Garron." gumam Agatha.

"Seterah mu, lagian kau yakin misi kali ini di pegang oleh dirimu?"

"Kenapa tidak? sudah pasti bukan, lagian kau tinggal mengikuti rencana ku saja kan, kalau tidak pun memangnya dirimu ada plan apa selain plan Garron?"

Di dalam kereta kuda yang cukup memanas ketika empat mata saling bertemu dan lutut yang berhadapan, tangan Agatha masih terlipat rapi dengan tatapan dalam menatapi sifat ngeyel Anatha, Agatha memutuskan mengikut plan yang dibuat adiknya, entah apa yang di rencanakan tpi jika menurut Agatha mencurigakan meski itu di tengah jalan ia terpaksa memberhentikan Anatha.

"Oke, aku mengikuti mu tapi jika itu benar dan membuahkan hasil aku tak masalah, tapi jika sebaliknya kepercayaan ayah akan menghilang seketika, ingat itu Anatha."

"Ya aku tau." balas singkat Anatha, setelah ia menatap Agatha dan langsung membuang muka layaknya menatap keindahan alam mata Anatha terus melihat keluar membuat kepalanya miring, sedangkan Agatha yang sedari awal menatap Anatha.

Tempat tujuan mereka kali ini di pasar umum, mereka harus menuruni jalan dari kerajaan mereka, cukup dekat dengan jalan kaki saja seharusnya bisa sampai, mereka hanya memakan sedikit waktu dengan kereta kuda menuruni pasar, di jalan otak Agatha terbesit kelakuan Anatha yang sempat surat menyurat.

"Anatha, jangan jangan kau memilih tujuan kepasar karena ini pesan dari Garron? jadi surat burung itu dari Garron?" tanya Agatha.

Seketika kepala Anatha memutar dengan mata melotot menatap Agatha yang berbicara dengan lantang, mereka tak hanya berdua tapi ditemani oleh supir kereta kuda, Anatha tak ingin dilaporkan ia pun melototi Agatha dengan heran Agatha bertanya, "Apa? kenapa matamu semengerikan ini?" tiba tiba badan Anatha bergerak dengan telapak tangan menutup mulut Agatha, "Sutt!!! pelankan suaramu." peringatan dari Anatha yang berbicara tepat di depan mata Agatha.

Agatha dengan mulut yang ditutup, menghempaskan telapak tangan Anatha. Seketika tubuh Anatha jatuh tapi kaki Agatha menahannya dari posisi duduk dan tangan masih tetap terlipat rapi Agatha menahan setengah tubuh Anatha yang akan mencium lantai, Anatha mencoba duduk setelah ia hampir jatuh, tak terdengar ucapan terimakasih dari mulut Anatha ia hanya terdiam dan memalingkan pandangan.

"Baiklah, Agatha pelankan suaramu aku tau kau tak suka karena membawa Garron di misi kita, tapi ini untuk kebaikan kita, aku tak tau harus mencari solusi kemana lagi untuk menyelesaikan misi kali ini, lalu Garron menawarkan jasanya melalui surat itu ia menjelaskan kita akan bertemu dipasar dan ia akan membawa kita bertemu temannya, aku tak pasti itu benar benar temannya." ucap Anantha dengan suara pelan.

"Jadi kau tak yakin tapi masih memaksa keadaan? bagaimana aku bisa benar benar percaya? Anatha, kerajaan Valerie bukanlah sebuah kerajaan pasir yang kau bangun di pantai, semua harus berakhir pasti, jika kau bertindak seperti ini terus terusan aku tidak segan mencabut fasilitas Garron jika terus mengganggu."

Mendengar ancaman dari sang kakak yang terus bertindak tegas, Anatha kembali duduk dan terdiam mau tak mau mereka harus ke pasar, sedangkan Anatha memikirkan apa yang terjadi kedepannya, bahkan ia meragukan pilihannya sendiri karena selalu saja jika Agatha sudah memperingati, sesuatu akan terjadi.

Dengan tubuh lemas dan pikiran yang gelisah beserta khawatir Anatha menjawab dengan mata yang tak ingin bertemu mata Agatha, "Mau bagaimana lagi, kita akan sampai di pasar, jadi jalani saja jika kau ingin berhenti aku akan mengikutimu."