Chereads / Semusim Rasa / Chapter 3 - Semusim Rasa - Krisis Keuangan Keluarga

Chapter 3 - Semusim Rasa - Krisis Keuangan Keluarga

Alana mulai duduk terdiam di sebuah meja Kerjanya. Dia mulai menatap sebuah bingkai foto antara dirinya dengan Brahma. Tatapannya terlihat begitu sangat jelas sekali kalau dia masih mencintai Brahma hingga detik ini juga. Dia merasa Tuhan telah bercanda dengannya. Dia merasa tidak pernah mampu dengan takdir yang telah dituliskan oleh tuhan ketika sebuah perpisahan terjadi antara dirinya dengan Brahma.

Surabaya 1 September 2015.

Pukul 08.00 malam, di rumah Alana.

Ketika itu Brahma pun datang ke rumah Alana untuk melamar. Namun kedua orang tua Alana terlihat begitu sangat sinis sekali menatap Bhrama saat itu juga.

"Kamu yakin akan menikah dengan orang seperti ini?"

2 tahun yang lalu tepatnya pada tanggal 7 Januari 2016 di sebuah gedung.

Alana mulai menghentikan sebuah Mobilnya di sebuah parkiran gedung putih. Dia mulai mengedarkan pandangannya ke sekeliling parkiran. Dia hanya duduk terdiam di sebuah mobilnya sambil meratapi nasibnya tentang pernikahan Brahma dengan perempuan lain. Dia merasa tidak terima sama sekali dengan pernikahan yang telah dilaksanakan hari ini. Tatapan kedua matanya terlihat penuh dengan ketidakikhlasan saat itu juga. Amarah dan rasa kecewa itupun mulai menjelma menjadi satu.

Alana terlihat sangat kesal sekali ketika mendengar sebuah pesta pernikahan Brahma dan Sekar. Sebenarnya dia benar-benar ingin sekali menikah dengan Brahma.

" Aku tidak akan pernah membiarkan jika mereka bersama! Aku akan membuat hubungan mereka merenggang! Tapi tidak untuk sekarang! Mungkin nanti aku akan membuat Brahma akan menjadi milikku!"

Alana memang sangat menyukai Brahma. Dia pernah menjalin hubungan dengan Brahma namun sayangnya ayahnya tidak pernah menyetujuinya. Tapi dia bersikeras mencintai lelaki itu walaupun ayahnya tidak akan pernah setuju.

Alana sudah bersiap-siap untuk pergi ke pesta pernikahan Brahma dan Sekar. Dia tetap datang walaupun hatinya benar-benar sesak sekali ketika mendapatkan sebuah kabar langsung dari Brahma. Bahkan sebelumnya hubungan mereka yang awalnya baik-baik saja mendadak meregang seketika.

"Aku akan mempertahankan yang seharusnya milikku! Aku tidak akan pernah membiarkan mereka bersama-sama! Karena hanya akulah yang pantas bersanding dengan dia!" Alana mulai memoles wajahnya dengan make up yang sedikit tipis lalu dia menggunakan lip tint untuk bibirnya. Dia menggunakan dress berwarna hitam yang terlihat begitu elegan.

Alana berusaha untuk membuat dirinya benar-benar baik-baik saja walaupun dia merasa tidak sanggup untuk melihat seseorang yang sangat dia cintai bersanding dengan yang lain.

Alana mulai membuka kedua kelopak matanya perlahan-lahan. Dia melihat bingkai foto yang ada di hadapannya. Foto itu terlihat begitu sangat indah sekali ketika dia masih bersama dengan Brahma. Namun sebuah kenyataan telah membuat dia lenyap dari sebuah senyum yang selalu saja Terukir di bibirnya saat itu. Dia merasa jika cinta itu sudah terlanjur mendalam di hatinya.

Alana mulai mengepalkan kedua tangannya. Dia merasa penuh dengan amarah dengan kedua orang tuanya yang melarang dia berhubungan dengan Brahma. Dia merasa jika kedua orang tuanya tidak pernah memahami tentang perasaan yang sesungguhnya.

"Kenapa harus status sosial yang harus saja diperdebatkan di antara mereka? "Alana mulai terlihat penuh dengan amarah sambil memporak-porandakan seluruh ruangan di kamarnya. Dia merasa sangat hancur sekali ketika melihat Brahma lebih memilih menikah dengan Sekar. "Kenapa kamu tidak bisa menunggu aku Brahma?"

*

Jalanan Kota Surabaya pukul 07.00 malam.

Bhrama hari ini belum sama sekali untuk mendapatkan penumpang. Kemudian dia pergi ke rumah Hendro. Dia berniat untuk meminjam uang untuk membayar kontrakan dalam tenggang waktu dua hari lagi.

Selama perjalanan menuju ke rumah Hendro. Tidak sengaja ban motor Brahma kempes. Dia terpaksa untuk pergi ke tambal ban.

" Astaga! Kenapa hari ini cukup sial sekali?! " Brahma mulai menggerutu hati kecilnya. Disamping itu dia berusaha untuk menelepon teman-temannya tapi tidak diangkat. Dia akhirnya memutuskan setelah menambal banyak akan pergi ke rumah Hendro mencari uang pinjaman. Dia tidak mungkin untuk meminjam uang kembali kepada Jessica karena bulan kemarin dia sudah meminjam uang di Jessica tapi dia masih belum bisa untuk membayarnya.

Brahma mulai menuntun motornya menuju ke tukang tambal ban. Kemudian dia pun berhenti di sebuah tukang tambal ban yang jaraknya hampir satu kilo meter.

"Kenapa, Bang?"

"Nggak tahu Bang. Tadi tiba-tiba motor saya Kempes saja di pinggir jalan sana." Brahma mulai menunjuk ke arah sebuah jalan tempat dia mendadak motornya menjadi banyak kempes. Dia menduga bahwa motornya terkena paku jalanan yang sengaja ditebar oleh seseorang yang tidak bertanggung jawab.

"Baiklah, saya akan memeriksa motor abang."

Seorang pria tambal ban itu pun mulai memeriksa satu persatu ban yang kempes."Waduh ini ditemukan paku di ban motor abang. Sepertinya ada orang yang tidak bertanggung jawab sengaja menebarnya di sana, Bang. Lain kali abang jalan ke sini hati-hati. Karena banyak sekali orang yang terkena paku jalanan di sini."

"Oh, begitu, Bang." Brahma terus memperhatikan motornya yang bannya kempes. Dia beberapa kali melihat jam di tangannya sudah menunjukkan pukul 08.00 malam. Dia merasa begitu sangat gelisah sekali."Semoga aja aku bisa mendapatkan pinjaman uang dari Hendro." Dia mengumam dalam hatinya.

Satu jam telah berlalu. Jam menunjukkan pukul 08.30 malam. Sementara tukang ban tersebut sudah selesai untuk menempel ban. Hal itu membuat Brahma sedikit lega dan berharap biayanya tidak melebihi dari uang lima puluh ribu-nya.

"Berapa Bang?" Tanya Brahma untuk biaya penempelan ban motornya yang sempat kempes karena tertancap sebuah paku jalanan. Dia merasa hari ini benar-benar sangat sial.

"Biayanya cuman dua belas ribu saja. "Kata tukang tambal ban itu.

Lalu Brahma segera untuk mengeluarkan uang senilai lima puluh ribu rupiah. Dia merasa sangat lega sekali karena biayanya tidak melebihi dari uang yang dia bawa. Dia merasa begitu sangat deg-degan.

Brahma kembali melanjutkan perjalanannya menuju ke rumah Hendro. Dia merasa jika Hendro adalah satu-satunya harapannya untuk meminjamkan dia uang biaya kontrakan. Karena untuk saat ini dia masih belum mendapatkan pekerjaan baru. Bahkan dia sangat bimbang sekali untuk menerima tawaran pekerjaan dari Alana. Dia melakukan semua itu hanya untuk menjaga perasaan istrinya yang pencemburu.

Pukul 09.00 malam. Brahma telah sampai di rumah kontrakan Hendro. Dia merasa sangat gugup sekali untuk pertama kalinya meminjam uang kepada Hendro. Namun dia harus melakukan semua itu Karena dia benar-benar tidak memiliki uang sepeserpun saat itu. Apalagi dia juga bingung sekali untuk mencarikan uang biaya pernikahan adik iparnya.

Sepuluh menit kemudian Brahma telah sampai di depan rumah kontrakan Hendro. Dia mulai mematikan mesin motornya. Lalu dia mulai memarkirkannya di depan rumah kontrakan Hendro. Dia merasa hatinya sangat tidak tenang sama sekali.

"Semoga saja ada jalannya." Brahma menggumam dalam hati kecilnya. Lalu dia segera untuk turun dari motornya. Dia mulai melangkahkan kedua kakinya perlahan-lahan menuju ke sebuah rumah kontrakan Hendro.

Brahma mulai menghentikan kedua langkah kakinya ketika tepat berada di depan rumah kontrakan Hendro. Dia mulai mengetuk pintu rumah kontrakan Hendro. Dia merasa begitu sangat gugup sekali. Dia berharap jika semuanya berjalan begitu sangat lancar.

TOK TOK TOK

Pintu rumah kontrakan Hendro akhirnya terbuka. Brahma melihat wajah Hendro yang tampak begitu sangat lesu sekali. Sebenarnya dia tidak tega untuk meminjam uang kepada Hendro.

"Hai bro." Brahma menyapa Hendro yang terlihat mulai menguap-nguap di hadapannya. Dia juga tahu jika malam ini sudah menunjukkan pukul 09.00 malam. Dia sebenarnya merasa tidak enak tapi dia merasa sangat Kepepet Brahma menyapa Hendro yang terlihat mulai menguap-nguap di hadapannya. Dia juga tahu jika malam ini sudah menunjukkan pukul 09.00 malam. Dia sebenarnya merasa tidak enak tapi dia merasa terhimpit karena sebuah keadaan finansialnya yang cukup kacau.

"Hai juga bro. Tumben banget kamu malam-malam ke rumah aku. Ini udah pukul 09.00 malam lho. Apa kamu ada sesuatu yang bisa aku bantu?" Tanya Hendro menatap wajah Brahma yang tampak begitu sangat gelisah. "Kalau begitu kamu sebaiknya masuk dulu deh."

Brahma pun masuk ke dalam rumah kontrakan Hendro. Lalu dia duduk di sebuah ruang tamu. Kedua matanya mulai mengedarkan ke arah sekitar ruang tamu. Dia merasa sangat gugup sekali karena dia benar-benar sangat membutuhkan uang.

"Ada yang bisa aku bantu, Bro?" Tanya Hendro menatap wajah Brahma.

"Bro, sorry sebelumnya kalau aku ke sini untuk pinjam duit buat bayar kontrakan rumah. Apa kamu bisa pinjemin aku duit?"

Saat itu Hendro hanyalah terdiam. Mendadak suasana menjadi tampak hening.