Pukul 07.00 pagi, di ruang makan terlihat begitu sangat jelas sekali tatapan kedua mata sinis dari Sekar. Dia mulai menyiapkan sarapan nasi dan telur ceplok saja.
"Kalau cari kerja itu yang bener dong! Gimana kita pengen makan enak?" Sindir dari Sekar sambil menatap sini ke arah Brahma yang sedang duduk di meja makan. "Percuma aja tuh sarjana cuman di atas kertas tapi Ijazah kamu nggak pernah ada gunanya tuh!" dia mulai memutar bola matanya dengan sangat malas sekali. Sambil mengambil nasi ke dalam sebuah piring dan memberikan telur ceplok lalu memberikannya dengan kesal di meja Brahma.
Brahma diam saja karena dia tidak ingin berdebat dengan Sekar pagi ini. Dia lebih memilih untuk menikmati sepiring nasi dan telur ceplok dengan taburan kecap di atasnya. Dia makan perlahan-lahan setiap sendoknya lalu dia mengunyahnya hingga masuk ke dalam tenggorokan. Dia lakukan itu berulang kali hingga sepiring nasi itu telah habis.
"Ya doain aja. Kalau aku nanti dapat pekerjaan baru. Kamu yang sabar jadi seorang istri. Ini namanya aja cobaan untuk rumah tangga kita berdua." Kata Brahma menatap wajah dari Sekar yang terlihat begitu sangat kecut sekali.
"Kalau doa aja tapi kamunya nggak mau usaha ya buat apa! Percuma aja doaku capek-capek minta sama Tuhan tapi kenyataannya kamu malah gini-gini aja," kata Sekar menatap wajah Brahma. "Sebenarnya kamu itu niat nggak sih untuk cari kerjaan baru untuk biaya hidup kita ke depan? Capek aku ngomong sama kamu itu nggak ada habisnya sampai mulut berbusa pun kamu nggak pernah berubah Mas Brahma!"
Kemudian Brahma mengeluarkan sebuah amplop berwarna putih lalu dia sodorkan ke arah Sekar. "Ini kamu buat bayar rumah kontrakan ini." Katanya sambil menatap wajah Sekar.
"Pasti kamu minjam sama teman-temanmu kan? Terus gimana cara bayarnya kalau kamu nggak kerja kayak gini? Kerja kamu aja nggak jelas sama sekali bahkan aku juga bingung bagaimana kita akan makan ke depannya? Takut capek sama kamu!" Lalu dia mulai mengambil uang dalam amplop itu. "Ingat ya aku nggak mau terlibat utang piutang kamu!" Dia terlihat begitu sangat jutek sekali.
"Sabar Brahma buat ngadepin istri kamu. Kamu nggak boleh terpancing emosi di pagi-pagi seperti ini. Mau bagaimanapun dia adalah perempuan pilihanmu saat itu juga." Brahma menggumam dalam hati kecilnya. Walaupun dia terasa begitu sangat sakit sekali ketika Sekar mulai menghinanya dengan kata-kata yang begitu menyayat hati. Dia berusaha untuk tetap tegar. Bahkan dia berjanji akan segera untuk mencari dan mendapatkan pekerjaan baru. Meskipun dia harus bekerja sambilan dahulu sebagai tukang ojek online. Dia hanya bisa menghela nafas begitu sangat berat sekali menghadapi kenyataan rumah tangga yang bertubi-tubi ujiannya. Bahkan dia merasa sikap dari Sekar benar-benar berubah hingga dia tidak mengenali sosok Sekar yang dulu begitu sangat lembut dan mencintainya. Dia merasa jika Sekar saat ini selalu berpatokan secara keuangan.
*
Di sebuah jalanan kota Jakarta terlihat wajah kesal dari Gladys. Setelah dia memergoki kekasihnya berselingkuh dengan sahabatnya. Rasa sakit atas pengkhianatan itu membuat dirinya benar-benar terpuruk hingga merasa kesel sekali. Sepotong hatinya terasa begitu sangat remuk seketika ketika dia harus dihadapkan oleh sebuah kenyataan kalau kekasihnya berselingkuh dengan sahabatnya sendiri.
Gladys mulai berjalan menyusuri jalanan kota Jakarta. Tetap hanya terlihat begitu sangat jutek dan sangat kesal. Dia menggerutu dengan nada yang tidak jelas sama sekali. Dia merasa hancur berkeping-keping ketika mendapatkan penghianatan dari Ardan. Dia tidak menyangka sama sekali. Jika ada telah menodai sebuah ikatan cinta yang telah dia bangun bersama. "Kenapa semua cowok sama aja yang selalu muda tergoda dengan perempuan lain?" Dia mengubah dalam hati kecilnya yang sangat kesal sekali. Dia tidak menyangka jika api penghianatan itu membakar sebuah kepercayaan yang sudah dibangun serta komitmen yang sudah bertumbuh sejak dulu.
Gladys berusaha untuk membendung air matanya saat itu juga. Dia merasa menyesal telah memiliki seorang sahabat seperti Nadia yang ternyata ular berbisa. Sementara Ardan adalah orang yang dia cintai adalah penghianat terbesar dalam sebuah hubungan. "Kalian berdua sama-sama jahat yang telah aku percaya tapi kalian yang menghianatinya!" dia merasa begitu sangat sesak sekali di dadanya. Kedua matanya mulai berkaca-kaca tapi dia berusaha untuk menahan air matanya itu. Bendungan air mata dipeluk matanya pun seakan ingin jebol. Tapi dia berusaha untuk menahannya dengan sejenak menghentikan kedua lengan kakinya lalu mendongakkan kepalanya ke atas.
Gladys seakan ingin berteriak sekuat tenaga saat itu juga merasakan perasaannya yang sangat hancur dan lebur karena penghianatan itu. Lalu dia mulai menghentikan kedua langkah kakinya.
Gladys merasa hatinya benar-benar sangat berantakan saat itu juga. Dia kemudian duduk di sebuah bangku dekat taman kota. Rasanya hatinya bercampur aduk dengan perasaan kebencian yang mendarah daging. Dia seakan tidak percaya sama sekali jika semuanya terjadi tepat di kedua matanya saat itu juga.
Bibir Gladys mulai gemetaran saat itu juga. Kedua matanya pun memerah dalam sebuah amarah yang meledak-ledak di dalam hatinya. Dia berusaha untuk meredam emosinya saat itu juga. Namun dia sangat gagal lalu dia menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Dia merasa sangat hancur saat itu juga.
*
Di kedai kopi Renata duduk di sebuah meja nomor 8. Dia mulai mengedarkan seluruh pandangannya ke arah kedai kopi tersebut yang memiliki nilai estetika yang cukup tinggi. Dia sedang menunggu seseorang yang hampir sejam. Dia berusaha untuk melihat jam tangannya yang sudah menunjukkan pukul 10.00 pagi.
"Astaga ke mana sih ini orang katanya mau ketemu di sini?" Renata mengumam dalam hati kecilnya dengan sangat kesal.
Kemudian kedua mata Renata pun membidik ke arah pintu keluar masuk. Dia melihat seorang pria menggunakan kemeja berwarna biru navy dan celana hitam kain berjalan ke arahnya. "Itu pasti Mario! Kebiasaan banget sih suka jam karet?!" Dia menggerutu dengan dongkol.
" Hai sayang!" Sapa Mario saat itu juga seperti orang yang tidak memiliki salah sama sekali. Sementara wajah Renata terlihat begitu sangat bete sekali.
"Nggak usah manggil sayang-sayang segala kalau masih jam karet seperti ini! Kamu sengaja bikin aku marah? "Omel dari Renata saat itu juga. Belum sempat Mario menjawab pertanyaan dari Renata. Kemudian Renata pun menambah pertanyaan lain." Aku tuh capek sama kamu yang nggak bisa dipercaya sama sekali. Siapa tuh cewek yang suka nempel-nempel sama kamu kemarin? Terus kenapa kamu kasih kesempatan cewek itu nempel kayak cicak?" Protes dari Renata saat itu juga. Dia melihat di acara ulang tahun dari Mario ada seorang perempuan cantik dan seksi. Perempuan itu memiliki tubuh yang begitu sangat indah sekali dibandingkan dia yang memiliki tubuh bantat. "Aku tahu ya kalau dia memang cantik tapi kamu setidaknya menghargai aku dong!"
Renata terlihat begitu sangat cemburu sekali. Dia merasa sangat kesal karena Mario di malam pesta ulang tahun kemarin selalu saja mementingkan perempuan itu dibandingkan dengan dia. Bahkan dia juga mendapatkan perilakuan yang tidak menyenangkan dari ibu Mario yang selalu saja membanding-bandingkan dengan perempuan itu.
Mario mulai meraih kedua tangan Renata untuk meyakinkan bahwa dirinya sangat mencintai Renata. "Kamu nggak usah cemburu gitu sama Nadine. Dia cuman sahabatku Renata bukan lebih dari itu. Mama selalu saja menyayangi dia seperti anaknya sendiri. Aku sama Nadine itu sudah bersahabat sejak di dalam kandungan. Kedua orang tua Nadine itu adalah sahabat Mama aku jadi aku tidak mungkin sama sekali untuk tidak merespon apapun dari Nadine. " kata Mario menatap wajah Renata yang tampak cemburu dan kesal. "Kamu nggak usah khawatir kalau aku cuman cinta sama kamu!"
"Nggak usah bilang cinta. Kalau kenyataannya suatu saat nanti kamu meninggalkan aku. Lihat aja kalau kamu lebih memilih dia dibandingkan kamu memilih aku saat itu. Bahkan kamu mencuekin aku selama pesta itu berlangsung. Kamu kira aku cuman boneka yang bisa kamu bawa ke mana aja lalu kamu taruh ketika kamu menemukan boneka lain!" protes dari Renata saat itu juga.
Mario hanya tersenyum. Dia melihat kecemburuan Renata yang mulai berapi-api tiada apanya. "Sampai kapanpun aku mencintai kamu Renata."
"Palingan kamu akan menghianati aku nantinya! Karena sudah jelas kamu lebih perhatian dengan perempuan itu dibandingkan dengan aku Mario! Aku capek jelasinnya, bagaimana sama kamu! Setidaknya kamu kemarin hargai aku dong datang ke pesta ulang tahunmu itu! Tapi kenyataannya kamu benar-benar keterlaluan Mario!" Renata mulai mengembang kempiskan hidungnya dengan sangat kesal. Dia merasa jika Mario lebih mementingkan sosok Nadine dibandingkan dia kemarin.
Mario tahu jika Renata adalah tipikal perempuan yang sangat keras kepala. Dia tidak bisa menjelaskan apapun yang ada di dalam hatinya kalau dia sangat mencintai Renata. "Aku nggak pernah sedikitpun memiliki perasaan dengan Nadine. Aku sangat cinta kamu Renata."
" Simpan saja kata-kata cintamu itu. Kita lihat saja nanti. Bagaimana kamu mempertahankan hubungan komitmen diantara kita berdua. " kata Renata menatap wajah Mario.
Sementara Mario hanya terdiam ketika mendengarkan kata-kata dari Renata. Dia mulai menatap wajah Renata yang penuh dengan amarah dan kecemburuan.