Ketika sedang menuruni anak tangga dengan tergesa-gesa, Anna menabrak Altan. Untungnya, lelaki itu segera menangkap tubuh Anna. Jika tidak, mungkin Anna akan jatuh dan mengakibatkan kesalahan fatal. Anna mendongak, lelaki itu menampakkan senyum lembut membuat Anna tersipu malu.
"Anna cantik, deh, kalo lagi malu-malu gitu," ungkap Altan masih dengan senyum lembutnya.
Anna mengerutkan kening dan menyipitkan matanya menatap Altan. Gadis itu juga sedikit menjauh dari Altan.
"Kenapa, An?" tanya Altan bingung melihat perubahan cepat mimik wajah Anna.
"Jadi, aku gak cantik kalo lagi gak malu-malu?" tanya Anna kesal dan cemberut.
"Cantik kok, An. Cantik banget malahan," ungkap Altan.
"Basi." Anna kesal lalu menabrak Altan dengan sengaja ketika melewatinya.
Gadis itu menuruni anak tangga dengan cepat. Altan mengejarnya dengan perasaan bingung, "Loh? Kok ngambek, An?"
"Jangan ikutin aku! Aku mau pulang sendiri!" hardik Anna.
"Sayang, jangan gitu, dong." Altan terus mengikuti langkah Anna. Sampai pada anak tangga terakhir pun, Altan masih mengikutu gadis manis itu yang berjalan sangat cepat.
Ketika dilorong, Anna yang sedang marah tiba-tiba berhenti melangkah. Ia memegang kepala dan memejamkan matanya menahan sakit. Altan memegangi tubuh Anna agar tidak kehilangan keseimbangan.
"An, ayo ke UKS. Pasti masih ada Dokter Naya," ajak Altan khawatir dan panik.
"Al, aku mau pulang," lirih Anna.
"Gak ke UKS dulu?" tawar Altan khawatir. Anna menggeleng pelan.
"Ayo, aku gendong ke parkiran." Altan berjongkok di depan Anna.
Gadis itu tidak menolak dan langsung memeluk Altan dari belakang. Tangannya melingkar di leher Altan. Lelaki itu mulai menggendong tubuh mungil Anna.
"Bener gak mau ke UKS dulu? Aku kuat loh gendong kamu sampe sana," ucap Altan diiringi senyum.
"Aku ngantuk," bisik Anna sangat pelan.
"Mau ke rumah aku?"
"Enggak. Mau pulang ke rumah aja."
"Oke." Altan mulai berjalan menuju parkiran. "An, aku lupa bawa helm cadangan. Kamu aja yang pake, ya."
Tidak ada gerakan apalagi balasan. Altan panik dan berlari menuju parkiran. Sesampainya disana, Altan langsung mendudukkan Anna di bangku.
"Anna!" Altan menepuk-nepuk pipi Anna pelan.
Tidak ada gerakan.
"An!" Altan mencolok-colok pipi Anna pelan dengan jari telunjuknya.
Tidak ada gerakan juga.
"Annaku, sayang." Altan memainkan kedua pipi Anna dengan tangan kanan, hingga membuat bibir Anna mengerucut ke depan. Dan itu dilakukan berulang-ulang.
Tetap saja gadis itu tidak bergerak. Altan semakin panik dan bingung, lalu ia menempatkan jarinya di lubang hidung Anna, "Masih napas."
"Anna!" Altan mengguncang tubuh Anna kasar akibat panik.
"Al, aku lagi tidur, ya, kamu ganggu banget tau gak?" kesal Anna menatap Altan sinis.
"Kamu masih hidup, An?" Mata Altan berbinar senang.
"Hhhhh," dengus Anna dengan mimik wajah kesal. "Ayo, pulang!"
"Ayo, sayang," ucap Altan lembut diiringi senyum sambil menggandeng tangan Anna.
Altan memakaikan helmnya pada Anna, sedangkan ia tidak memakai helm.
"Kebiasaan, sih, gak bawa helm cadangan, padahal ngotot mau nganterin terus," sindir Anna.
"Maaf, sayang, soalnya suka buru-buru," kilah Altan.
"Besok-besok kalo gak bawa dua helm, gak usah anterin aku pulang," tegas Anna.
"Siap, komandan!" Altan hormat bak memberi hormat bada pejabat.
"Udah, ayo, pulang. Aku ngantuk," keluh Anna.
Altan menaiki kendaraannya disusul Anna. Mereka pun meninggalkan sekolah.
_____
Sesampainya di depan rumah, Anna turun dan membuka helmnya.
"Mau mampir?" tawar Anna sambil memberikan helm pada Altan.
"Ada siapa di dalem?" Altan memiringkan kepalanya ingin melihat ke dalam rumah lewat jendela yang terbuka. Anna ikut menoleh.
"Gak usah, deh. Males banget liat kepura-puraannya," lirih Anna dengan wajah badmoodnya.
"Hmmm, oke. Lagian, aku juga ada yang mau dikerjain di rumah," timpal Altan sambil memakai helmnya.
"Hati-hati," ucap Anna pelan.
"Aku gak denger."
"Hati-hati, Al."
"Aku gak denger, An."
"Hati-hati Altan sayang," ulang Anna diiringi senyum.
"Kamu juga istirahat yang banyak, ya." Altan mengusap lembut kepala Anna.
"Al," panggil Anna serius.
"Apa?" Altan menatap Anna lembut.
"Apapun yang kamu denger nanti, jangan balik. Lanjutin aja jalan kamu," pinta Anna pelan.
"Oke." Altan senyum lalu menutup kaca helmnya. Mesin motornya dinyalakan.
"Hati-hati di jalan," ulang Anna tulus.
Altan mengangguk lalu melajukan motornya. Anna masuk ke rumahnya. Tapi, gadis itu disambut lemparan piring.
Prang!
"Dasar gak tau diri!" berang Anita. Anna tak menyahut, tapi tatapan matanya sinis menandakan ia marah.
Anita memasang wajah marah sambil menghampiri Anna lalu menjambak rambut gadis itu.
"Aawww ... sakit!" jerit Anna sambil memegangi rambutnya yang dijambak.
"Ini akibatnya kalo kamu gak nurut!" hardik Anita masih menjambak rambut Anna. Gadis itu hanya diam walau wajahnya memanas menahan tangis.
"Kamu ini manusia! Butuh makan. Minta uang sama pacar kamu buat makan! Mulai sekarang, jangan ambil makanan dari kulkas!" hardik Anita masih menjambak Anna.
"Anak gak tau diri!"
"Mahal-mahal dibiayain sekolah, malah jadi orang bego!"
"Dasar anak tolol!"
"Jangan makan apapun yang aku buat!"
Gadis itu hanya merintih kesakitan akibat jambakan yang semakin kasar. Rasanya semua rambutnya rontok ditangan Ibunya. Semakin lama semakin sakit, membuat Anna mendorong Ibunya hingga tangan wanita itu terlepas dari rambutnya.
"Kalo Ibu marah sama pacar Ibu, kenapa dilampiasin ke aku?" Anna murka. Amarah yang ditahannya sejak tadi kini meledak. Wajahnya sangat merah dan air matanya berlinang tanpa ia sadari.
Anita terkejut dengan perlakuan Anna padanya, "Kamu--"
"Apa salah aku, Ma? Apa salah aku sampe aku selalu jadi pelampiasan kemarahan Mama?" Tangisan Anna pecah. Isakannya juga mulai terdengar.
"Aku gak tau apa yang Mama pikirin. Tapi aku benci liat Mama sama manusia-manusia biadap itu!"
Plak!
Anita menampar Anna dengan sangat kencang. Wajah merahnya semakin memerah. Keringat dan air mata menjadi satu membawahi wajahnya.
Anita menjambak rambut Anna lagi lalu mengatakan, "Mereka lebih bisa diandalkan dari pada kamu!"
"Tapi aku anak Mama," lirih Anna menatap sayu Anita.
"Anakku atau bukan, kamu pembawa sial!" bentak Anita lalu mendorong Anna.
Gadis itu sesenggukkan sambil menatap sayu Anita. Tapi, wanita itu menatap Anna penuh emosi. Anna memejamkan matanya. Berharap kejadian ini hanya mimpi dari rasa kantuknya tadi.
Ketika membuka mata, yang ia lihat kembali adalah wajah penuh emosi Anita. Tanpa mengatakan apapun, Anna langsung berlari ke kamarnya dan menguncinya. Ai duduk bersandar pada pintu yang tertutup.
"Aku benci hidup ini! Aku ingin mati!" jeritnya dalam diam. Hanya suara tangisan yang terdengar.
Ia menatap langit kamarnya yang sedikit gelap. Agak buram karna matanya yang sembab dan menyipit akibat tangis. Namun, ia memejamkan matanya, memaksakan untuk tidur.
Tbc ...