Chereads / Nice To Meet You, Boy / Chapter 14 - Smooth

Chapter 14 - Smooth

"Minggir kalian semua! Bodoh!" usir orang itu dengan wajah marah, khawatir sekaligus panik.

Semua yang ada di dekat Anna menjauh atas hadirnya lelaki itu, kecuali Lira dan Pak Rudi. Ya, siapa lagi kalau bukan Altan.

Lelaki itu langsung menggendong Anna ala bridal style. Gadis itu menurut saja dengan apa yang Altan lakukan dan melingkarkan kedua lengannya pada leher lelaki itu dan terus berusaha menstabilkan napasnya.

"Mau kamu bawa kemana si Anna?" tanya Pak Rudi memcegah Altan. Lelaki tak bersuara, ia menatap Pak Rudi dengan tajam.

"Pika sudah menghubungi Dokter Naya," ucap Pak Rudi lagi.

"Mana? Mana, sekarang doker itu, mana?!" sungut Altan memburu. Ia sudah sangat kesal sejak ditahan guru itu.

"Pika, dimana Dokter Naya?" tanya Pak Rudi pada Pika. Gadis itu terlihat panik.

"Gak diangkat-angkat, Pak, telponnya," lirih Pika pelan.

Pak Rudi kembali menatap Altan. Lelaki itu sudah menatap tajam Pak Rudi, seperti elang yang ingin menerkam mangsanya.

Altan mulai berjalan melewati Pak Rudi dan sengaja menabrak bahu lelaki paruh baya itu dengan bahunya.

"Ini masih jam pelajaran, Altan! Mau kemana kamu?!" teriak Pak Rudi. Lelaki itu mengabaikannya lalu berlari.

"Kita ke rumah sakit sekarang. Tahan sebentar lagi, ya, An. Jangan tutup mata kamu sebelum kita sampai, oke?" pinta Altan terengah-engah karna menuruni tangga.

Terlihat gadis itu hanya memejamkan matanya sebentar lalu menatap pada jalan yang Altan tempuh. Napas Anna juga masih terengah-engah tapi tidak separah tadi.

Ketika sampai di parkiran, Altan langsung memakaikan Anna helm berwarna pink yang memang miliknya dan Altan memakai helm coklat miliknya.

Setelah menyalakan mesin motornya, satu tangannya memegangi kedua tangan Anna agar terus memeluknya. Lalu ia mulai mengendarai motornya keluar sekolah dengan lancar tanpa diberhentikan security. Yang ada, malah security itu memberinya hormat dengan postur tubuh tegas.

"Kelas dua empat emang solid," gumam security senyum sambil menutup kembali gerbang sekolah.

_____

Sesampainya di dalam rumah sakit, sambil menggendong Anna ala bridal style, dengan paniknya, Altan teriak memanggil perawat dan dokter.

"Suster! Dokter! Cepet, tolong bantu Anna!"

Ada satu perawat bernametag Sarah berlari menghampirinya dengan wajah panik. Disusul dua perawat yang berlari membawa ranjang pasien.

"Pelan-pelan," ucap Perawat Sarah pada Altan ketika lelaki itu membaringkan Anna ke ranjang pasien.

Perawat Sarah memasangkan oksien pada Anna yang sangat lemah. Disaat mereka menuju ruang gawat darurat, Anna pingsan.

"Suster, ini gimana? Anna kenapa?" tanya Altan panik.

"Mohin untuk tenang, ya, Dek. Dia hanya pingsan," ucap Perawat Sarah ramah.

Anna sudah ada di salah satu bilik di ruang darurat, Dokter yang ada di bilik sebelah menghampiri untuk mengecek kondisi Anna.

"Dia sudah cukup baik," ucap Dokter lelaki itu dengan ramah setelah selesai memeriksa Anna.

"Anna gak kenapa-kenapa 'kan , dok?" tanya Altan ragu-ragu tapi penasaran.

"Dia hanya kelelahan dan tertidur," jawab Dokter bernamtag Dr. Agus Suryadi itu dengan ramah.

Altan tenang dan mendudukkan dirinya di kursi yang disediakan.

"Kalau begitu, saya pamit untuk memeriksa pasien lainnya," ucap Dokter Agus sambil tersenyum ramah. Altan mengangguk.

Dokter Agus dan ketiga perawat pergi meninggalkan bilik itu. Altan memegangi tangan Anna dengan cemas.

Ponselnya berdering. Ia melihat ponselnya, "Rilham?"

Ia mengangkat telponnya, "Ada apa?"

"Al, lo kapan balik?" tanya Rilham disebrang telpon.

"Balik kemana?"

"Ke sekolahlah."

"Gue balik kalo Anna udah baikan."

"Gak bisa, Al."

"Kenapa?"

"Pak Janu manggil lo. Sekolah heboh banget gara-gara Pak Rudi ngadu ke Pak Janu."

"Gue gak bisa balik ke sekolah sekarang. Gue harus jagain Anna."

"Biar temen-temennya yang jagain dia. Gue suruh Pika sama Luna buat jagain Anna."

"Kenapa dia?"

"Dia ketua kelas."

"Oke. Gue balik kalo mereka udah sampe sini."

"Serloc."

Panggilan terputus. Altan memasukkan kembali ponselnya ke jas sekolahnya memberi tau lokasi Rumah Sakit ini. Lelaki itu merapikan helaian-helaian rambut yang menutupi wajah Anna. Sangat meneduhkan mata, pemandangan seperti itu.

Beberapa menit kemudian, Pika dan Luna datang sambil membawa tas Anna. Berat rasanya beranjak dari bangku itu.

"Tolong jaga Anna dengan baik," ucap Altan pelan pada Pika. Gadis itu mengangguk.

Sebelum pergi, Altan menoleh pada Anna yang terbaring. Tatapannya lembut tapi seolah-olah lelaki itu juga merasakan sakit yang diderita Anna. Wajah Pika dan Luna juga terkejut melihat cara Altan mencintai Anna. Rasanya Altan berat untuk pergi dari bilik itu.

"Ada kita disini, Al. Tenang aja dan fokus dulu sama masalah di sekolah," ucap Luna meyakinkan. Altan mengangguk pelan.

Lelaki itu pergi. Pika duduk di bangku bekas Altan duduk.

"Gue iri sama Anna," ucap Pika pelan.

"Lupain yang udah berlalu, Pik. Gue percaya lo bukan cewek jahat," ucap Luna sambil memegang bahu kiri Pika. Gadis itu mengangguk pelan.

_____

Altan melangkah dengan gagah berani di lorong jelas. Ia bergegas ke ruang bimbingan konseling.

Tok ... tok ...

"Ya, masuk," ujar seseorang dari dalam ruangan.

Altan masuk ke ruangan itu. Disana, ada Pak Rudi.

"Silakan duduk," ucap Pak Janu mempersilakan Altan duduk di bangku kosong sebelah Pak Rudi.

Altan duduk. Pak Rudi melirik sinis Altan. Lelaki itu hanya diam.

"Altan, kamu tau apa kesalahan kamu?" tanya Pak Janu dengan penuh wibawa.

Altan menggeleng, "Saya pikir, apa yang saya lakukan tidak salah, Pak."

"Tapi kamu pelajar, Altan. Pelajar tugasnya belajar," tekan Pak Janu.

"Bagaimana tugas guru? Apa cuma mengajar?" tanya Altan mulai emosi.

"Kamu menanyakan tugas saya?" tanya Pak Rudi kesal.

"Saya membawa Anna karna keadaannya sudah parah, Pak," tegas Altan.

"Kamu pikir saya tidak tau?" sahut Pak Rudi emosi.

"Bapak tau keadaan Anna parah? Tapi apa? Bapak sama sekali gak cepet-cepet bawa dia ke rumah sakit 'kan?!" sungut Altan kesal.

"Pika sudah menelpon Dokter Naya."

"Tapi dia gak dateng!" bentak Altan emosi.

"Altan! Tenangkan dirimu!" bentak Pak Janu setelah sekian lama membiarkannya beradu argumen dengan Pak Rudi.

"Bapak mau cabut beasiswa saya? Silakan. Bapak mau ambil semua prestasi saya? Silakan. Bapak mau membatalkan mengajukan saya pada universitas luar negri? Silakan. Saya masih punya orang tua, mereka masih sanggup membiayai saya sekolah. Jikapun mereka tidak mau membiayai saya sekolah, saya bisa kerja part time saat kuliah nanti," ucap Altan pada Pak Janu.

"Altan, kamu--"

"Semua bisa dibeli dengan uang, Pak. Tapi, nyawa seseorang cuma Tuhan kasih satu kali. Kalo aja tadi saya terlambat, Anna bisa gak tertolong. Ini bukan tentang karna Anna pacar saya, jika ada yang begitu di kelas juga saya akan tolong," potong Altan menjelaskan.

"Tapi, yang namanya bolos kelas itu salah bagi pelajar kaya kamu," ucap Pak Janu menekan.

Awalnya, lelaki itu bersikap biasa, tapi, setelah ucapan itu, ia langsung menatap tajam Pak Janu.

"Udah susah payah Anna menidurkan monster dalam diri saya, tapi Bapak membangunkannya lagi," ucap Altan menyeringai.

Tbc ...