Chereads / Goresan Cerita Gadis Kursi Roda / Chapter 23 - Menjadi Koki Di Villa

Chapter 23 - Menjadi Koki Di Villa

"Ini palsu kek!" Zafran mencoba menjelaskan kepada sang kakek bahwa tanda tangan yang mereka lihat bukanlah tanda tangan asli. Pria tua itu mendelik, dia memperhatikan Zafran dengan ekor matanya. Di sana terlihat seorang pria tampan begitu terkejut saat melihat tanda tangannya tertera pada dokumen itu. Dokumen yang sangat penting dan dokumen yang sudah ditandatangani itu bisa membuat perusahaan menjadi rugi besar.

"Percayalah Kakek, tanda tangan ini bukan milikku. Meski semua ini terlihat persis sama. Tetapi aku tidak pernah menandatangani dokumen ini," elaknya.

"Kamu jangan mengelak. Jika kamu sudah melakukan kesalahan sebaiknya kamu mengaku ingin dan bertanggung jawab," tegas kakek Azhari.

"Aku berani bersumpah kakek, semua ini bukan perbuatanku. Aku tidak tahu apa yang sebenarnya sedang terjadi. Tetapi mungkin ada seseorang yang berusaha menghancurkan ku," jelasnya mencoba menebak apa sebenarnya sedang terjadi.

"Apakah kamu mau mempermainkan perusahaan? Aku meletakkan mu di sana karena aku pikir kamu adalah pria yang bertanggung jawab sehingga jabatan manager umum bisa kamu emban. Tetapi ternyata aku salah. Bagaimana kamu akan mempertanggungjawabkan semua ini?" Kakek Azhari menyerahkan semuanya kepada Zafran. Sehingga membuat pria itu menjadi semakin sulit untuk berpikir.

"Kek, tolong berikan aku waktu untuk menyelesaikan semua ini. Aku berjanji tidak akan mengecewakan Kakek," ucapnya berjanji kepada pria paruh baya itu.

***

"Kamu kenapa Nak?" Ramadhani menghampiri putri kesayangannya yang baru saja kembali dari sekolah. Wajah gadis itu terlihat murung seakan semua kebahagiaannya menghilang dengan sekejap mata. Sang ibu menghampiri putrinya kemudian duduk di sisi gadis tersebut.

"Bu," panggil Nabila. Namun tiba-tiba isak tangisnya mulai terdengar. Gadis belia itu menangis di dalam pelukan ibunya. Wanita paruh baya itu sudah bisa menebak alasan mengapa putri kesayangannya bisa meneteskan air mata. Sang ibu memberikan pelukan kepada putri mencoba memberikan ketenangan kepada gadis belia itu, dan mencoba memberikan harapan serta kekuatan atas takdir yang telah membawa mereka ke tempat yang tidak mereka inginkan.

"Bu, ternyata ibu benar. Uang bukanlah segalanya, tidak selamanya harta memberikan kebahagiaan. Maafkan aku, Ibu!" Gadis belia itu lahirnya mengerti. Bahwa semua nasehat yang disampaikan ibunya benar. Awalnya dia berpikir bahwa kebahagiaan seseorang terletak dari seberapa banyak uang yang dia miliki. Namun ternyata semua itu salah. Karena kebahagiaan tidak bisa ditukar dengan sejumlah uang.

"Bu, ayo kita pergi meninggalkan rumah ini. Aku tidak ingin terus-terusan tinggal di sini. Mereka semua jahat kepadaku. Mereka memberikan aku kemewahan tetapi mereka juga memberikan aku batasan bahkan hukuman. Ayo kita tinggalkan rumah ini Bu!" ucapnya diantara isak tangis yang terus terdengar. Hati gadis itu terluka, bahkan saat dia bertemu dengan sahabat baiknya dia tidak memiliki keberanian untuk menyapa. Apalagi untuk menghampirinya dan mencengkerama seperti biasanya. Ketika sang sahabat memanggil, Nabila justru berlalu begitu saja. Seakan dia tidak mengenal gadis yang selama ini selalu membantu dirinya.

"Nak, inilah kehidupan. Kehidupan adalah guru yang terbaik bagi setiap manusia. Tidak semua yang kita pikirkan seperti yang terjadi pada kenyataan. Karena itulah kita diharuskan bersyukur atas apa yang kita sudah dapatkan. Ibu juga ingin meninggalkan rumah ini bersamamu juga bersama dengan kakakmu. Tetapi kita tidak akan mampu melakukan itu, Nak! Kehidupan kita sekarang sudah berada di tangan mereka. Di tangan orang orang kaya yang telah memberikan kehidupan kepada kita. Kamu tahu, itulah alasan mengapa Ibu terus berusaha menolak pernikahan antara kakakmu dan juga putri mereka. Karena ibu tahu, kita semua akan mendapatkan masalah jika berhubungan dekat dengan keluarga kaya raya ini," ucap wanita paruh baya itu kepada putri kesayangannya. Ramadhani sudah bisa menebak bagaimana kehidupan mereka saat pernikahan putranya sudah ditentukan. Jika ada yang bisa dilakukan untuk membatalkan pernikahan itu dia pasti akan melakukannya. Namun sayang, dia hanyalah seorang wanita paruh baya yang tidak memiliki kekuatan apa-apa.

"Lalu, apa yang bisa kita lakukan Bu?" tanyanya kepada sang ibu.

"Bertahan! Sejak itu satu-satunya cara yang bisa kita lakukan. Kita harus bertahan agar kita berdua selamat dari setiap ancaman. Kita harus bertahan agar kakakmu juga tidak mendapatkan masalah karena kesalahan kita. Kita sudah tidak bisa lari, kita juga sudah tidak bisa menghilang, kita hanya bisa menjadi boneka yang berbuat seperti keinginan mereka," ucapnya dengan mata menerawang. Tatapan itu jauh dan dalam. Kenangan masa lalu yang sulit kembali terbayang. Kenangan yang bukan hanya meninggalkan luka yang tak kunjung menghilang. Kenangan itu juga mengingatkan wanita paruh baya itu pada air mata darah yang pernah dia tumpahkan. Namun yang membuat hatinya semakin terasa menyakitkan karena ternyata semua perjuangan yang iya lakukan berujung pada ke sia-siakan. Sosok pria yang punya pin untuk menjalani kehidupan setelah menghilangkan perasaan tanggung jawab dan justru memberikan luka baru bukan hanya kepada dirinya melainkan kepada kedua anaknya. Hati wanita paruh baya itu lebih sakit saat mengingat pria yang iya cintai. Dia ingin bertanya dan berteriak kemana pria itu pergi? Tetapi kembali dia hanyalah seorang wanita paruh baya yang lemah. Dia tidak memiliki kekuatan apapun untuk melawan bahkan untuk sekedar bertanya.

"Bu." Gadis belia yang masih polos dan lugu itu kembali menangis di dalam pelukan ibunya. Dia masih sulit mengerti dan percaya tentang kenyataan hidup yang harus dihadapi. Tetapi dia berjanji akan mengikuti semua perintah dan keinginan ibunya karena sampai detik ini semua yang disampaikan ibunya adalah kenyataan.

***

Pagi-pagi sekali Ramadhani sudah bekerja di dapur keluarga itu. Dia memiliki pekerjaan untuk menyiapkan makanan bagi keluarga besar Azhari. Tidak ada yang memintanya bekerja secara langsung, namun perintah tidak langsung ke berulang kali dia dapatkan. Ramadhani tidak ingin memberikan masalah yang lebih besar karena itulah dia berinisiatif untuk mengambil pekerjaan agar setidaknya dia bisa tinggal di rumah itu dengan tidak gratis.

Seperti biasa, semua orang sudah berkumpul di meja makan. Zafran masih merasa bingung dengan tanda tangan palsu yang iya dapatkan di dokumen pemberian Kakek. Semalaman dia tidak bisa tidur memikirkan dokumen penting itu. Tetapi dia tidak bisa terlihat terburuk dengan membiarkan dirinya berdiam diri di dalam kamar. Karena itu artinya rencana orang yang ingin menjatuhkan nya telah berhasil.

Zafran sangat yakin bahwa semua ini adalah ulah seseorang dengan sengaja. Ada orang-orang yang tidak senang dengan keberhasilan yang diraih oleh dirinya di perusahaan baru tempat iya bekerja. Karena itulah mereka menggunakan cara-cara licik untuk menjatuhkan dirinya. Sejak semalam, sang istri terus memperhatikan suaminya. Zafira menyadari bahwa sang suami sedang dalam beban karena itulah Zafran tidak tertidur semalaman.