Puar...
Sebuah tamparan keras mendarat di di pipi Zafira. Tamparan yang membuat mulut kecilnya mengeluarkan setitik darah segar. Tasmania marah dan kesal karena kata-kata yang disampaikan oleh gadis itu. Zafira memegang pipinya yang terasa sakit. Dia tidak menyangka jika sebuah tamparan keras mendarat di sana.
"Kamu! Berani sekali kamu berkata kepadaku seperti itu? Tidak akan ada yang percaya dengan semua kata-katamu. Kamu tidak perlu membuang-buang waktu untuk membuktikan tentang kebenaran yang kamu lihat," ucap wanita paruh baya itu kemudian berlalu meninggalkan Zafira dalam kesedihan. Wanita itu membuang napasnya yang terasa berat, semua kenangan 10 tahun yang lalu masih ada di dalam pikirannya. Saat kecelakaan mobil terjadi semua korban sudah dibawa ke rumah sakit. Begitu juga dengan dirinya dan kedua orang tuanya.
Disaat itulah, Zafira mendengar semua kata-kata yang disampaikan oleh tantenya yaitu Tasmania. Pada saat itu, Tasmania berfikir bahwa Zafira juga ikut meninggal dunia bersama dengan kedua orang tuanya. Tetapi, apa yang dipikirkan ternyata salah. Zafira selamat dari maut, meski kedua kakinya mengalami cedera cukup serius tetapi dia masih bisa bernafas dengan baik.
Disaat itulah, Zafira mengetahui bahwa tantenya adalah orang di balik kecelakaan yang terjadi kepada kedua orang tuanya. Sejak saat itu, Zafira sangat membenci Tasmania. Dan kebencian itu belum berkurang sedikitpun.
"Kamu kenapa?" tiba-tiba Zafran berdiri di depan Zafira, ketika wanita itu sedang membersihkan lukanya di depan cermin. Dia tidak menyangka jika suaminya pulang begitu cepat sehingga mendapati dirinya yang sedang terluka. Zafran sangat terkejut ketika melihat wajah istrinya yang lebam. Pipinya memerah dan juga terdapat bercak darah di sudut bibirnya.
"Apa yang terjadi? Kenapa kamu bisa berdarah?" Zafran kembali bertanya.
"Bukan urusanmu!" Namun Zafira menjawabnya dengan ketus. Dia kembali melanjutkan aktivitasnya membersihkan darah disebut bibirnya. Tetapi pria itu tidak membiarkannya, Zafran membalik kursi roda di mana sang istri sedang duduk sehingga mereka berdua pun saling berhadapan. Tanpa bertanya, dan berkata apa-apa, pemuda tampan itu segera membersihkan luka Zafira. Dia melakukannya dengan sangat hati-hati, seakan-akan dia sangat takut jika istrinya terluka dan merasa sakit.
Ketika Zafira ingin menghentikan gerakan suaminya, terlebih dahulu sang suami melakukan pergerakan membuat wanita itu tidak bisa melakukan apa-apa. Dia terus membersihkan luka dan mengobati luka tersebut dengan mengoleskan obat di atas lukanya. Zafira hanya bisa menatap wajah pria tampan itu. Hatinya tidak bisa berbohong jika Zafran benar-benar adalah pria yang sangat tampan. Zafran, adalah pria yang menunjukkan pesona berbeda dari pria lainnya. Disaat bersamaan, sudut hati Zafira sedang jatuh cinta. Jatuh cinta dan terpesona dengan pemandangan yang ada di hadapannya.
'Tundukan kepalamu Zafira! Apa yang sedang kamu lakukan?' gadis itu berkata kepada dirinya sendiri. Namun pikiran dan hatinya tidak bisa diajak kompromi, karena meski pikirannya sudah berusaha mengingatkan dirinya sendiri tetapi matanya masih memandangi wajah pria itu. Hati yang lain justru berkata,'dia adalah suamiku, biarkan aku menikmati wajahnya!'. Begitulah terjadi perdebatan di dalam hati wanita cantik tersebut.
"Sudah selesai!" Zafran tersenyum karena dia sudah selesai melakukan tugasnya.
"Ha," ucap Zafira yang salah tingkah dan terbangun dari lamunan nya.
"Kenapa? Apakah kamu begitu terpesona melihat ketampanan aku?" tanya Zafran seraya tersenyum kepada istrinya.
"Huh, terlalu percaya diri," sambut gadis itu kemudian pergi berlalu begitu saja. Meninggalkan Zafran yang sedang duduk di atas ranjang.
Pria itu tersenyum mengamati tingkah istrinya, dia merasa kasihan kepada wanita itu yang hanya menghabiskan waktu di dalam rumah saja. Tidak ada pekerjaan berarti yang bisa dilakukan.
'Apakah dia tidak merasa bosan, setiap hari hanya berdiam diri di rumah?' tanyanya kepada diri sendiri.
Disaat Zafran sedang sibuk memperhatikan istrinya, disaat dia sedang menikmati pemandangan yang ada di hadapannya yaitu seorang gadis yang duduk di kursi roda. Gadis yang penuh dengan kesedihan dan luka. Tiba-tiba pintu kamarnya diketuk, seorang pelayan berdiri di sana yang memanggil Zafran sebab tuan besar rumah itu sedang memanggil dirinya.
'huh, kenapa sih selalu saja ada gangguan saat aku baru saja menikmati hari ku,' batinnya berbicara.
Dengan rasa malas, Zafran keluar dari dalam kamarnya. Mengikuti perintah yang disampaikan oleh pelayan itu untuk menemui kakek Azhari yang sedang menunggu di dalam ruangan nya. Dia berjalan dengan cepat karena dia mengetahui bahwa pria tua itu tidak senang jika menunggu terlalu lama. Karena itulah dia tidak ingin membuat pria tua itu menjadi marah.
Perlahan Zafran melangkahkan kaki masuk ke dalam ruangan kerja yang sangat dingin dan juga kaku. Kedinginan ruangan itu didukung oleh dinginnya pemilik ruangan yang hanya menunjukkan amarah dan juga ketegasan.
"Apakah kakek memanggil Saya?" tanya Zafran saat dia tiba di sana.
Puar...
Namun bukan jawaban yang ia dapatkan melainkan sebuah tamparan mendarat di pipinya. Zafran sangat terkejut dengan perlakuan kakek secara tiba-tiba. Dia bahkan tidak mengerti kesalahan apa yang sudah dia perbuat. Sehingga pria tua itu memberikan tamparan kepada dirinya tanpa bertanya terlebih dahulu. Spontan pria tampan itu memegang kedua pipinya, tamparan itu terasa begitu sakit hingga terasa ke pipi yang sebelah. Kedua matanya berkaca-kaca karena menahan rasa sakit yang begitu keras.
Zafran pernah mendapat sebuah tamparan dari pria tua tersebut tetapi tamparan hari ini lebih besar dan lebih berat dari tamparan sebelumnya. Namun masalah yang paling membuat pria tampan itu terbebani adalah apa sebenarnya alasan pria tua itu memberikan tamparan kepada dirinya. Zafran mengangkat sedikit wajahnya menatap wajah pria tua yang telah memberikan tamparan kepada dirinya.
"Berani sekali kamu menatap wajahku seperti itu?" kata-kata pria tua itu membuat Zafran kembali menundukkan kepala. Apa sebenarnya yang terjadi sehingga kakek Azhari begitu marah. Kesalahan apa sebenarnya yang sudah dia berbuat.
"Apa ini? Tanpa persetujuan dari ku kamu berani menandatangani surat penting seperti ini?" pria tua itu menyerahkan sebuah dokumen kepada Zafran. Sementara pemuda tampan itu masih tidak mengerti maksud dari sang kakek. Dia segera mengambil dokumen tersebut dan memulai mempelajarinya.
Perlahan Zafran membuka lembaran dokumen tersebut. Dan seketika kedua matanya terbelalak, dia tidak mengerti mengapa tanda tangannya berada di dokumen itu. Itu adalah pengajuan proyek yang gagal melewati tim revisi. Proyek itu tidak diterima di perusahaan mereka, tetapi yang membuatnya merasa heran adalah tanda tangan dan juga sebuah stempel tertera di sana. Pemandangan ini benar-benar di luar pemikiran pria itu. Kapan dia menandatangani surat itu, dia tidak mengingat hal itu sedikitpun. Kedua matanya terbelalak mencoba menganalisa tanda tangan yang tertera di sana. Ternyata pikirannya benar bahwa semua itu adalah tanda tangan palsu.