Chereads / Akhirnya Badriyatun Nashifah / Chapter 27 - Tiba saatnya

Chapter 27 - Tiba saatnya

Selama perjalanan, kami mendengarkan beberapa lagu kesukaan kak Angga serta keluarganya. Hanya diam dan tidak berkata sama sekali selama berada dalam mobil, " kamu kenapa? kok dari tadi diem aja." Tiba-tiba saja kak Angga berkata seperti itu. " Gak papa, kok. Cuman pusing aja kok," ujar gw sedikit merasa pusing karena sejak kecil gw memang kurang suka dengan udara mobil sampai sekarang. " Yaudah, tahan dikit ya. Kita udah sampai kok."

Sampailah di sebuah restoran, sangat jauh jaraknya dari rumah. " Mau saya bantu buat jalan gak?" tawar kak Angga keluar dan membuka pintu mobil serta mengulurkan tangannya pada gw. Disitu gw menolak tawarannya agar tidak merepotkannya. Lagipula itu hanya pusing biasa dan akan sembuh dalam jangka waktu yang tidak lama bagi gw.

Di dalam restoran tersebut, membuat kaget adalah seluruh keluarga inti dan keluarga besar kak Angga ada di tempat itu. Padahal, ia tidak bilang apapun kalau keluarganya juga hadir di acara makan malam tersebut. Tersedia juga meja yang cukup panjang untuk seluruhnya dan makanan minumannya sudah ada diatasnya, " selamat makan semuanya," ujar kak Angga duduk di antara pak Hasan dengan Chelsea. Justru rasa kaget semakin menjadi, apa maksud dari semua ini? gw tidak bisa berkata apapun kecuali terdiam saja di kursi dan fokus memakan makanan yang ada.

Setelah semua selesai makan, para pelayan datang untuk membereskan semuanya. Gw mencoba tuk menyendiri di pojok sambil memainkan handphone, sedangkan lainnya sedang asyik mengobrol. " Sudah waktunya, nak," ucap pak Hasan mengingatkan kak Angga, ia pun naik ke panggung dan mulai berbicara di hadapan semua orang, sedangkan gw masih memainkan handphone di meja makan. Kak Angga menghampiri gw dengan mengulurkan tangannya pada gw, " Amel, ayo ikut saya." Namun, gw menolak dan tetap berada di kursi bersama handphone gw yang masih saja menempel di kedua tangan gw. Seketika kak Angga mengambil handphone gw dan memasukkannya ke dalam saku jasnya. Kemudian, ia menarik tangan gw. " Kita mau ngapain sih kak?" tanya gw dengan muka masam seperti mangga muda, ia sama sekali tidak mengeluarkan suara dan terus menarik gw hingga tiba di atas panggung bersamanya.

" Kak, ini kita mau ngapain?" Gw mengulang pertanyaan tersebut dicampuri dengan rasa penasaran serta menahan rasa kesal mengenai handphone gw yang disita olehnya. Anehnya, kak Angga malah tersenyum seraya menatap kedua mata gw. Ia juga memasukkan salah satu tangannya ke dalam saku jas miliknya seperti ingin mengeluarkan sesuatu dari sakunya, " Amel, saya mau mengungkapkan semuanya secara terang-terangan. Perasaan itu tak akan pernah bisa bohong dan saya yakin kamu paham maksud saya. Hari ini akan menjadi hari bersejarah buat kita berdua." Hari sudah mulai merasa deg-degan disertai detak jantung mulai kencang mendengar apa yang diucapkan kak Angga di depannya dan pada hadirin. Sesekali gw menatap kedua tangan ini digenggam oleh kedua tangan kak Angga dari awal pembicaraan tak ingin melepaskannya. " Will you marry me?" tanya kak Angga membuka sebuah kotak berisi cincin berlian, sebagian Paar hadirin tak menyangka akan ada adegan seperti ini karena mereka pikir bahwa ini hanya sekedar acara makan malam saja. Gw pun menjawab pertanyaan dengan satu kata, " sure." Semua orang bertepuk tangan meriah usai mendengar jawaban tersebut, khususnya pak Hasan dan Chelsea.

Saking bahagianya, ia pun sujud syukur atas kebahagiaan yang didapatnya. Kemudian, ia memasangkan cincin tersebut pada jari manis tangan kanan gw dan hampir saja ingin memeluk gw. " Eits... Belum akad loh ya," tegur pak Hasan sebagai sang ayah pada anaknya agar tidak terburu-buru. Walaupun sempat malu, namun tidak bisa menghapuskan rasa bahagia kak Angga pada gw, " insya Allah Minggu depan acara akadnya. Jadi, akadnya kita laksanakan di rumah kamu ya," bisiknya pada telinga gw setelah turun di panggung. Selesai sudah rangkaian acara, sedangkan pak Hasan sedang asyik mengobrol bersama kerabatnya yang hadir. " Ayah, Angga sama Amel mau langsung pulang, apa ayah mau ikut sekalian?" Tawar kak Angga berpikir mungkin saja pak Hasan juga mau langsung pulang, " kalian duluan aja biar ayah pulangnya dianter sama saudara ayah aja. Chelsea ikut sama kalian kan?" Kami pun mengangguk pelan, bahkan Chelsea sudah masuk ke dalam mobil setelah beberapa menit acara selesai. " Hmm... Mungkin dia capek," gumam gw sambil berjalan menuju parkiran mobil bersama kak Angga. Perjalanan cukup jauh membuat diri ini jenuh menunggu agar sampai hingga tertidur pulas, " kasihan, dia pasti kecapean," ujar kak Angga dalam hati menatap gw sekejap agar tetap fokus dalam menyetir mobil.

20 menit kemudian...

" Hoam... Ngantuk banget deh. Loh, kok gw udah di kasur aja? bukannya tadi masih dalam mobilnya ya," ucap gw kaget melihat diri gw tiba di atas kasur. " Saya yang pindahin kamu karena saya liat kamu kecapean dan saya juga gak enak bangunin kamu," jelas kak Angga baru saja muncul dan duduk di samping gw, sudah berganti pakaian dengan piyama miliknya. " Oh ya, Chelsea mana?" tanya gw teringat dengan Chelsea. " Tenang aja, dia udah ada di kamarnya kok," jelas kak Angga secara santai, " emangnya kakak belum ngantuk?" tanya gw pada kak Angga sambil mengucek kedua mata ini. " Belum, saya juga sekalian nunggu ayah karena belum pulang dari tadi. Kamu tidur aja gak papa," ucapnya menyuruh gw kembali tidur, tapi dia kenapa gak balik ke kamar? malah tetep duduk di samping gw sambil memainkan handphonenya. " Kenapa? kok belum tidur?" tanya kak Angga baru sadar kalo gw belum tidur dari awal ia memainkan handphone nya.

" Katanya mau nunggu ayah pulang, kok kakak gak balik ke kamar?" tanya gw heran dengannya , " iya, nunggu ayah pulang sekalian nemenin kamu tidur." Tak lama ia mengatakan hal itu, terdengar suara klakson mobil di depan rumah. Secepat mungkin ia menyusul ayahnya menuju lantai bawah, " Nah! kalo kayak gini gw kan bisa tidur." Akhirnya, gw bisa tidur sendiri tanpa ada siapapun di dalam kamar.

01.00

Kak Angga masih sibuk berbincang-bincang dengan ayahnya perihal perusahaan dan pekerjaan lainnya. Mulai dari masalah, peningkatan dan juga penurunan yang sedang terjadi di kantor. Tak lama kemudian, ada suara handphone berdering berasal dari saku piyama kak Angga, " siapa yang nelpon dini hari kayak gini," gumamnya terheran-heran serta mengerutkan dahinya dikarenakan nomor tersebut tidak dikenal. Ia pun mengangkatnya sambil berpikir positif terhadap orang yang menelponnya itu, " Assalamu'alaikum, maaf ini siapa ya?" tanya kak Angga bernada lembut dan santun. Herannya, tak ada sedikit pun balasan dari lawan bicara dalam jangka beberapa menit hingga membuat kak Angga merasa kesal akan hal itu.

Baru saja ingin mematikan handphone nya, tapi... " Harusnya lu gak perlu nanya lagi siapa gw." Sesaat detak jantung berhenti seperti mengenali suara tersebut, begitu juga dengan pak Hasan baru saja mendengar suaranya. Kak Angga mulai menghela napas sebelum menjawabnya, " iya, saya tau. Dalam rangka apa kakak telpon saya?" tanya kak Angga dengan berani. " Mungkin untuk sekarang ini lu beruntung, tapi nanti gw jamin lu pasti buntung dan menangis di hadapan gw." Sekarang, ia tidak takut dengan ancaman kak Alex bahkan kak Angga sudah mulai melawan kakak sepupunya itu. " Oh ya? kita liat aja nanti. Siapa yang bakal untung dan siapa yang bakal buntung." Kak Angga menutup telepon itu dan meletakkan handphone nya di atas meja usai menghela napas puas dengan keberaniannya.

" Ayah bangga sama kamu, nak. Kamu semakin hari semakin dewasa, pasti tadi Alex kan?" tanya pak Hasan sudah mendengar semuanya dari awal, sedang ia tersenyum lebar pada sang ayah. " Iya, yah. Lagipula Angga udah gak takut lagi sama kak Alex karena Angga sadar bahwa Allah selalu ada dengan kita," ucap kak Angga dengan mantap, mana mungkin pak Hasan tidak bangga dengan anak sulungnya itu. " Hmm... Andai ibu kamu masih ada disini pasti ibu kamu bangga sama kamu." Sekali lagi pak Hasan jadi teringat akan istrinya yang kini telah tiada, namun beliau selalu yakin kalau ruhnya masih ada di rumah ini.