Chereads / Kutkh - Bahasa Indonesia / Chapter 30 - Plemenita

Chapter 30 - Plemenita

 

Akhirnya setelah melakukan perjalanan berhari-hari, kami pun sampai di Plemenita.

Paman Yaroslav berpisah dari kami di sana, namun masih berada di kota yang sama. Ia hendak beristirahat di gereja sembari memikirkan sesuatu sebelum kembali ke Sergiograd.

Plemenita, sebuah kota yang tidak terlalu besar namun cukup megah, meski masih kalah dengan Sergiograd. 

"Jadi ini Plemenita...?" Gumamku.

"Nah, ayo kita sekarang pergi ke tempat Tuan Stojan."

Sambil membawa barang bawaan kami yang tak banyak, kami berjalan menyusuri kota.

 

Wah... Banyak sekali orang berlalu-lalang. Kota ini benar-benar tidak kalah semarak dengan Sergiograd.

Meski ini bukan kota perdagangan, tapi ramai sekali. Kenapa bisa begitu ya?

Tak lama kemudian kami sampai di sebuah rumah yang begitu besar dan megah.

"Berhenti!"

2 orang prajurit menghentikan kami saat hendak masuk.

"Ini adalah kediaman Tuan Stojan Skromnyyva! Tidak ada yang boleh masuk tanpa kepentingan!"

"Hoh, tentu saja kami punya kepentingan." Kata David.

 

"Tuan Stojan tidak punya urusan pada gelandangan seperti kalian! Pergilah, sebelum kami paksa!"

"Oh ayolah, aku dulu pernah bekerja di sini. Kalian mungkin tidak mengenalku karena kalian masih baru. Apa ada orang lama yang bekerja di sini? Beritahu kalau David hendak berkunjung."

Mendengar nama David, kedua penjaga itu terlihat berpikir.

"Tunggu di sini!" Kata salah seorang prajurit sambil masuk ke dalam.

 

Kami pun menunggu beberapa saat.

Akhirnya ada seseorang yang berlari ke arah kami dari dalam gerbang.

"PAK DAVID!! BENAR ITU KAU!!??" Teriak orang tersebut.

Terlihat seorang pria paruh baya berpostur tegap dan kekar dengan luka tebasan di mata kirinya.

"Suara itu... Marko!? Kau Marko!?"

Mereka berdua lalu mengucapkan salam dengan lengan mereka, mereka terlihat sangat akrab.

"Dari mana saja kau pak!? Aku sampai lelah menunggu!"

"Ahahaha!! Aku ada urusan beberapa tahun terakhir ini. Bagaimana kabarmu?"

 

"Tak pernah sebaik ini! Ayo, ceritakan semuanya padaku di kedai langganan kita!"

"Mantap! Tapi, sebelum itu ada yang ingin kubicarakan dengan Tuan Stojan, apakah beliau ada?"

 

"Tuan Stojan...? Ah, beliau sedang pergi ke ibukota. Ada pertemuan dengan baginda kaisar."

"Oh? Kapan beliau kembali?"

 

"Masih sekitar sebulan lagi. Baru seminggu sejak kepergian beliau."

"Hm..."

David berpikir sejenak.

"Apa ada hal penting yang mau kausampaikan?"

"Tidak, aku hanya ingin memberitahu kalau aku akan berada di sini untuk beberapa waktu bersama mereka." Kata David sambil menunjuk kami.

 

"Hm? Siapa mereka?"

"Mereka rekan-rekanku. Itu Novel, Fyodor, dan Andre."

 

"Rekan...? Memangnya anak kecil itu rekanmu juga?"

"Oh, Andre itu muridku. Dia belajar menggunakan rapier dariku."

 

"Bahahaha! Kau belum berubah ya pak! Masih saja jadi instruktur dadakan! Tenang saja, kalau itu pasti beliau takkan keberatan!"

"Haha... Semoga demikian. Kalau begitu, kami ke penginapan dulu ya, kami mau menaruh barang dan beristirahat dulu."

 

"Eeehhh!? Sekarang!? Ayolah, kita ngobrol dulu!"

"Nanti saja, kalau kami sudah selesai menaruh barang. Kita bertemu di kedai biasanya ya."

Kami pun berlalu dari hadapannya lalu berjalan menuju ke penginapan yang dimaksud oleh David.

"Teman lama, Vid?"

"Yahh, bisa dibilang begitu. Dulu dia masih jadi prajurit biasa dan begitu ingin belajar dariku. Akhirnya kami sempat berlatih bersama meski hanya beberapa kali. Tak kusangka ia menjadi sangar begitu."

Apa aku bisa menjadi sepertinya...?

Kami sama-sama dilatih oleh David kan?

Semoga saja...

 

...

 

Kami akhirnya sampai di penginapan. Segera setelah memesan kamar, kami masuk ke kamar masing-masing lalu meletakkan barang bawaan kami. Kali ini satu kamar isinya 2 ranjang, jadi kami memesan 2 kamar. Aku sekamar dengan ayah, David bersama Paman Fyodor.

Tak lama setelah kami meletakkan barang, David dan Paman Fyodor masuk kamar kami.

"... Jadi, bagaimana ini...?"

"Uang kita tinggal sedikit...."

"Sebagian besar bawaan juga sudah diambil oleh bandit gunung itu, meski ada beberapa barang berharga yang tidak diambil."

"Kita harus menunggu selama sebulan untuk mendapatkan bantuan dari Tuan Stojan."

Kami menghela napas bersamaan lalu terdiam.

"Bagaimana kalau kita cari kerja di sini?" Usul ayah.

"Pekerjaan apa yang bisa kita lakukan kira-kira...?" Tambah Paman Fyodor.

"Hmm..." David terlihat berpikir.

"..." Aku hanya terdiam.

Situasinya persis saat kami hendak menentukan tujuan dari Sergiograd.

"Mungkin aku bisa bertanya pada Marko. Siapa tahu dia bisa membantu kita."

Yap, persis sekali situasinya.

"Ide bagus. Ayo temui dia saja sekarang." Kata ayah.

"Kita istirahat sebentar saja dulu. Dia orangnya telatan."

Oke...

 

Setelah beristirahat sejenak, kami berempat pergi menuju kedai tempat janjian.

Tempatnya tidak terlalu jauh dan cukup ramai.

Nampaknya tempat ini cukup terkenal di sini.

Saat sudah di dalam kedai, kami melihat sekitar namun keberadaan Marko sama sekali tidak terlihat.

"Ayo cari tempat duduk dulu. Sudah biasa, dia pasti telat. Memang, dia itu... Padahal kita sudah sengaja telat..."

Atas usulan David, kami lalu mencari tempat duduk.

Ada sebuah meja yang masih kosong di pojokan ruangan, kami duduk di situ.

Sesaat setelah kami duduk, seorang pelayan wanita mendekati kami.

"Selamat sore, ada yang hendak tuan-tuan pesan?" Dengan ramah, pelayan itu menanyakan pesanan pada kami.

"Kilauan rembulan, masih jual?" Kata David.

"Tentu saja! Berapa gelas, tuan?"

David bertanya pada ayah dan Paman Fyodor, mereka mengangguk saja karena tidak tahu itu minuman apa.

"3 gelas. Lalu... Susu hangat satu gelas."

Baiklah, kini giliran aku yang pesan.

"Baik, itu saja tuan?"

"Anu... Ap..."

"Ya, sudah itu saja."

Sebelum aku selesai bicara, David sudah memotong dan menyuruh si pelayan untuk meneruskan pesanan kami.

"Pak guru! Aku kan juga ingin pesan!"

"Lah, kau kan sudah kupesankan."

 

"Maksud pak guru...?"

"Itu, tadi aku pesan susu hangat kan. Kau itu masih masa pertumbuhan, harus minum susu."

 

"Aku kan sudah bukan anak-anak lagi! Usiaku saja sudah 12 tahun! Aku mau pesan yang lain!"

"Andre! Kau harus minum susu! Titik! Kamu itu masih kecil!" Seru ayah.

Kalau ayah yang sudah berbicara, aku tak bisa melawan. Ayah menakutkan kalau marah.

Sial... Bukannya aku membenci susu... Tapi aku tidak suka diperlakukan seperti anak kecil seperti ini...

 

"Oi, Marko! Sini!" Teriak David.

Kulihat manusia bernama Marko itu baru datang rupanya.

"Woohh!! Pak Davidd!!"

Marko segera menghampiri meja kami.

Oh sial, kurasa mejanya terlalu sempit untuk kami berlima.

Entah mengapa begitu dia datang, mejanya jadi sempit sekali.

Mungkin karena tubuhnya yang besar.

"Oi! Aku pesan yang kaya biasanya!" Teriak Marko pada pelayan kedai.

"Bersemangat seperti biasa ya, Mar."

 

"Hahahaha!!! Tentu saja! Bagaimana mungkin aku nggak bersemangat ketika bisa bertemu lagi dengan bapak!"

"Ya, telatanmu juga masih seperti biasa. Kau benar-benar tidak berubah, ya."

Mereka berdua tertawa.

Setelah tawa mereka usai, Marko memandang pada kami.

"Ahahahaha!!! Oh iya, aku belum memperkenalkan diri pada kalian ya! Kenalkan, aku Marko. Aku komandan pasukan Plemenita. Dulu aku dan pak tua ini pernah menjadi saingan, padahal usiaku masih lebih muda!" Kata Marko dengan nada sedikit mengejek.

"Hah? Saingan? Tidak salah tuh? Bukannya kau yang dulu mohon-mohon untuk belajar dariku?"

 

"Bah! Tapi pada akhirnya kan gak ada yang kupelajari darimu! Adanya kita berdua yang duel melulu. Meski aku selalu kalah sih. Tapi itu dulu! Gatau ya kalo sekarang."

"Ckckck, itulah caraku untuk melatihmu. Sekarang kau sudah menjadi komandan, hebat! Guru bangga padamu, nak!"

Mereka tertawa bersama lagi.

Sepertinya mereka berdua sangat akrab. Keberadaan kami bertiga sampai seperti tak dianggap oleh mereka berdua.

Tak lama kemudian, pelayan membawakan pesanan kami.

"3 gelas kilauan bulan, segelas susu, dan sebotol arak kentang. Silakan dinikmati, tuan-tuan!"

"Terima kasih. Eh Alina, masih ingat gak sama dia?" Marko berkata pada pelayan wanita itu.

"...?? Siapa ya, maaf...?"

 

"Eh, kamu Alina!? Sudah besar ya! Dulu kamu yang senang membuat ikat rambut kan?"

"I... Iya... Siapa ya...?"

 

"Aku David! Masih ingat gak? Dulu aku menjadi pengawal Tuan Stojan!"

Wajah pelayan itu agak kebingungan namun langsung berubah cerah.

"Ah! Pak pengawal! Sudah lama tidak bertemu! Bagaimana kabar bapak?"

"Baik! Kau benar-benar sudah besar ya! Sudah menikah?"

"Ehehe, hampir pak!" Kata pelayan wanita itu dengan tersipu.

"Dia baru saja dilamar oleh pacarnya." Kata Marko.

Selanjutnya, pembicaraan dipenuhi oleh mereka bertiga yang bercerita.

Sungguh... Memangnya kami harus ada di sini?

Rasanya kami hanya jadi wewangian pengusir nyamuk di sini.

"Kenapa Ndre?" Perkataan ayah membuyarkan lamunanku.

"Nggak papa yah. Hanya sedikit bosan."

Mendengar aku berkata demikian, ayah mencoba untuk memotong pembicaraan nostalgia David dan kawan-kawan lamanya.

"Anu... Maaf memotong pembicaraan kalian. Tapi kami ingin bertanya mengenai sesuatu."

Mendengar ucapan ayah, ketiga orang itu berhenti bicara dan memandang ayah.

"Ah, iya. Aku sampai lupa kalau lagi bekerja. Maaf, saya kembali bekerja dulu ya, Pak Marko dan pak pengawal!" Kata pelayan wanita itu sambil berlalu dari meja kami.

"Ahem. Maaf, aku juga jadi terbawa suasana. Seperti yang Novel bilang, kami di sini juga mau menanyakan sesuatu."

"Oho, apa itu?"

David lalu mengatakan semua yang sekiranya bisa menjelaskan kondisi kami saat ini.

"Hmm... Jadi kalian habis dirampok? Lalu uang kalian tinggal sedikit? Lalu kalian butuh pekerjaan sembari menunggu Tuan Stojan pulang?"

Kami mengangguk.

Setelah terdiam sebentar, Marko memukul meja dengan keras.

"BUAHAHAHAHA!!! Kenapa tidak bilang dari tadi!!? Kukira mau bertanya apa, ternyata kalian lagi seret toh!"

"Ya begitulah, apa kau punya saran?"

Setelah menyelesaikan tawanya, Marko mulai berbicara.

"Pekerjaan yah... Bagaimana kalau jadi prajurit sementara? Di sini kami juga sedang membutuhkan tenaga prajurit."

"Prajurit sementara yah... Tidak masalah sih. Yang penting bisa menghasilkan uang."

 

"Bagus! Lalu, apa kalian bisa? Maksudku, aku sudah percaya kalau Pak David. Tapi kalian berdua, apa kalian kuat?"

Kalian berdua...?

Lagi-lagi aku tidak dianggap.

"Tenang, mereka berdua tidak kalah tangguh dariku. Kalau Novel, bisa dibilang dia setara denganku. Kalau Fyodor..."

"Maaf, tapi aku tidak bisa."

Mengejutkan sekali, Paman Fyodor mengutarakan pendapatnya dengan tegas dan jelas tanpa disuruh.

"Ada apa, Fyodor? Bukankah kau juga bisa bertarung?" Tanya ayah.

"Aku... Tidak begitu mahir bertarung. Kalau ada pekerjaan lain, aku bersedia asal jangan yang berkaitan dengan pertarungan..."

Mendengar perkataan Paman Fyodor, semuanya terdiam.

Terus aku bagaimana?

Dari tadi yang dibahas mengenai ketiga orang dewasa yang bersama denganku.

Masa aku hanya leha-leha sementara mereka bekerja?

"Aku bagaimana?"

"Kau diam saja di penginapan, bekerja bukanlah urusan anak kecil."

Mendengar perkataan ayah barusan benar-benar membuatku kesal.

"Aku muak diperlakukan seperti anak kecil."

Ah... keluar...

Kupandang wajah mereka semua.

Semuanya kembali terdiam, tertegun memandangku.

"Aaaahh... Benar juga. Akan jadi masalah kalau ada seorang bocah yang malas-malasan sementara yang lain bekerja keras. Orang tuanya sepertinya terlalu memanjakannya, kan?" Kata David.

Ayah yang nampak tersinggung tidak mengatakan apapun, ia hanya memandang wajah David.

"Kalau begitu, sebentar yah." Kata Marko sambil beranjak dari meja kami.

...

Kami berempat terdiam.

"Oi Vel, ngomong sesuatu kek." Kata David.

"..."

Ayah masih saja terdiam, aku tak bisa membaca raut wajahnya.

"Ya ampun..." Kata David sambil menggaruk-garuk kepalanya.

"Oii!! Kau yang tadi gak bisa bertarung sama bocil satu itu! Sini!!" Kata Marko setengah berteriak.

Merasa dipanggil, aku dan Paman Fyodor beranjak menuju sumber suara.

"Kenalkan, dia pemilik kedai ini, Pak Kirill. Aku sudah berbicara dengannya. Kalau kalian mau, kalian bisa bekerja di sini."

Mendengar hal itu, aku menjadi bersemangat.

"Sungguh? Aku bisa bekerja di sini, paman?"

"Tentu saja. Kebetulan kedai ini selalu ramai, jadi kami butuh tenaga tambahan. Itu kalau kalian mau bekerja di sini." Kata Paman Kirill ramah.

"Tentu saja aku mau!" Jawabku bersemangat.

"Bagaimana denganmu?" Tanya Paman Kirill pada Paman Fyodor.

Paman Fyodor nampak memikirkan sesuatu, namun pada akhirnya ia setuju.

"Baiklah, aku mau bekerja di sini."

"Kalau begitu, sudah diputuskan. Mulai besok kalian akan bekerja di sini, datanglah saat pagi hari. Aku butuh tenaga kalian untuk belanja kebutuhan."

"Baik!"

Demikianlah, aku akhirnya bekerja di kedai milik Paman Kirill bersama dengan Paman Fyodor.