Chereads / Flowers of Battlefield / Chapter 4 - Chamomile

Chapter 4 - Chamomile

Setelah percakapan ngawur itu mereka segera bersiap-siap untuk meninggalkan desa.

"Serius, bawaanmu itu aja?" Tanya Rashuna pada Alvaros.

"Lah, emang ada lagi? Barang-barangku hanyut semua di laut." Kata Alvaros.

"Ya sudahlah, ayo." Rashuna mengajak Alvaros untuk pamitan ke kepala desa.

Sesampainya di rumah kepala desa…

"Kalian sungguh akan pergi sekarang? Terlebih kau, nona Rashuna. Luka-lukamu belum sembuh benar, kan?" Kata kepala desa.

"Iya, pak. Kalau aku molor lagi sepertinya atasanku gak akan membiarkanku hidup." Kata Rashuna sambil tertawa.

"Ya sudah kalau begitu, hati-hati. Oh iya, ini ada sedikit pemberian dari warga untuk kalian."

Kepala desa memberikan sebuah bingkisan kecil berisi buah-buahan.

"Terima kasih pak, kami pamit dulu." Kata Rashuna berpamitan.

Saat mereka hendak keluar desa, Fala menghampiri mereka.

"Mmmm… Nona Rashuna… Tolong terimalah ini." Fala menyodorkan sebuah kalung dari anyaman rumput dan kerang kepada Rashuna.

"Waahh, bagus sekali. Kamu yang membuatnya?" Tanya Rashuna.

Fala mengangguk.

"Terima kasih ya, Fala." Kata Rashuna sambil memakainya.

"Kami pergi dulu ya, Fala. Jaga dirimu baik-baik." Kata Rashuna sambil mengelus kepalanya.

"Hati-hati, Nona Rashuna, Tuan Aranel." Kata Fala sambil tersenyum.

Mereka lalu berangkat.

Dari kejauhan para penduduk melambaikan tangan kepada mereka berdua.

"NONA RASHUNA!!" Fala berteriak.

Mereka berdua menoleh.

"SUATU SAAT, AKU PASTI AKAN MENJADI SEPERTIMUU!" Teriak Fala.

Rashuna tersenyum sambil melambaikan tangannya.

Di tengah perjalanan…

"Hey, Aranel… Setelah sampai, kau mau ngapain?"

"Kenapa nanya begitu?"

"Cuma nyari topik sih… Jawab gih."

"Mmmm… Aku mau bertemu dengan kenalan di sana."

"Oh, kau punya kenalan di Strondum? Siapa?"

"Memangnya apa urusanmu?"

Rashuna mulai jengkel.

"Bisa gak sih ngobrol yang enak, dasar otak otot?" Kata Rashuna.

"Apa katamu? Lagian siapa yang tadi rengek-rengek pengen ikut, hah? Gini caramu pada orang yang menolongmu?" Balas Alvaros kesal.

"Lah, aku kan cuma bilang kalo diajak ngobrol tuh yang enak ngomongnya. Kau malah gitu." Rashuna menyahut lagi.

"Denger ya, dasar bawel. Aku gak kenal kamu, kamu juga gak kenal aku. Kita baru bertemu kemarin. Ngapain juga aku ngobrol sama orang gak dikenal?"

"Tapi kan, kalau kita ngobrol bisa jadi kenal!"

Alvaros ikutan jengkel.

"Hiiihhhh, berisik!!" Alvaros menyumpalkan sebutir apel pemberian penduduk ke mulut Rashuna.

Rashuna terjatuh sambil marah-marah.

Mereka melanjutkan perjalanan dengan wajah Alvaros yang sedikit memar karena dihajar Rashuna.

"Kau ini, katanya sakit, luka-luka, gabisa menjaga diri sendiri. Tapi bisa menghajarku sampai begini? (aduh…)" Kata Alvaros kesakitan.

"Hmph!" Rashuna cemberut.

"Iya deh, iya. Aku yang salah, aku minta maaf dasar baperan."

Rashuna masih kesal atas perlakuan Alvaros.

Mereka terus berjalan, hingga mereka mencium bau busuk.

"Ugh… Bau busuk apa ini?" Kata Alvaros.

"Ughh… Kalau buang angin kira-kira dong…" Kata Rashuna

"Enak saja."

Mereka mencari sumber bau tersebut.

Ternyata bau itu berasal dari sebuah goa.

"Oh…" Rashuna terhenti.

"Kenapa? Gak masuk?" Kata Alvaros.

"Ng…Nggak. Kau saja kalau memang penasaran."

Alvaros terdiam sejenak.

"Ya sudah kalau gamau masuk, kita lanjut aja."

"T…Tunggu sebentar…" Rashuna lalu merapalkan sebuah mantra,

"Papilio luminis." Dari tongkatnya keluar seekor kupu-kupu yang bercahaya setelah ia merapalkannya. Kupu-kupu itu mengikuti mereka dan memberikan penerangan.

"A…Ayo masuk" Kata Rashuna sambil gemetar.

Mereka berdua masuk ke goa itu. Bau busuk sangat tercium, bahkan di mulut goa tersebut.

"Ugghhhh…. Busuk sekali baunya…" Kata Alvaros.

Rashuna tidak menjawab, ia terus berjalan dengan gemetaran sambil menutup hidungnya.

Mereka menemukan sesuatu di ujung goa tersebut.

Bentuknya tidak jelas, seperti serigala namun tidak juga.

Yang jelas, makhluk itu sudah membusuk.

"B…Benda apa itu?" Kata Alvaros.

"Ini... Chimera." Jawab Rashuna

"Hah? Chi...Apa?"

"Chimera! Telingamu kemasukan apa sih, sedekat ini saja nggak dengar?" Jawab Rashuna jengkel.

Alvaros menggerutu di belakangnya.

Rashuna memeriksa mayat chimera itu.

"Hmm.... Bentuknya mirip seperti monster yang kemarin menyerang desa." Gumam Rashuna.

Rashuna menyudahi investigasinya lalu membakar mayat chimera itu dengan sihirnya.

Mereka berdua lalu segera keluar dari goa karena bau bangkai yang masih tercium di situ.

"Fiuh... Baru kali ini aku bersyukur bisa menghirup udara segar." Kata Alvaros.

"Ayo kita lanjutkan perjalanan." Ajak rashuna.

Mereka pun melanjutkan perjalanan.

"Ngomong-ngomong, tadi itu sebenarnya apa?" Tanya Alvaros.

"Sepertinya anak dari monster yang kemarin." Jawab Rashuna.

"(Terkejut) Untunglah sudah mati"

"Ya... Tapi ini juga pertanda buruk."

"Maksudmu?"

"Aku tahu beberapa chimera yang cenderung tidak berbahaya. Monster kemarin harusnya adalah salah satunya."

"Lalu, apa pertanda buruknya?"

"Monster kemarin termasuk kategori fenrir. Mengamuknya fenrir liar biasanya dikarenakan dua sebab: nyawanya terancam atau kelaparan."

"Lalu?"

"Seharusnya, fenrir tidak perlu makan karena sumber energinya adalah energi sihir yang ada di sekitarnya. Dari penampakan mayat-mayat tadi, sepertinya itu sudah mati sekitar 3-4 hari yang lalu."

"He eh..." Alvaros masih belum begitu mengerti.

"Mengerti maksudku tidak?"

"Gak begitu mengerti" Jawab Alvaros dengan wajah polos.

"(Menghela napas) Kau ini... Kau tahu kan kejadian sepuluh tahun yang lalu?" Kata Rashuna sabar.

Alvaros masih memasang wajah blo'on.

"Maksudku, ini berarti energi sihir Ceres semakin berkurang sampai-sampai seekor fenrir liar harus mencari makan. Aku berani bertaruh fenrir liar kemarin baru pertama kali kelaparan, makanya menjadi tidak terkendali seperti itu." Jelas Rashuna.

Alvaros manggut-manggut dengan wajah polosnya.

Rashuna melengos begitu melihat sikap Alvaros.

"Ngomong-ngomong, kau ini dari mana?" Tanya Rashuna.

"Ngapain nanya? Dasar kepo." Jawab Alvaros ketus.

"Kepo? Tempat apa itu?" Tanya Rashuna kebingungan.

Mendengar pertanyaan Rashuna, Alvaros langsung sadar bahwa kata yang barusan ia ucapkan adalah bahasa slang di Dragnite, tentu saja orang Ceres tidak tahu.

"Lupakan." Kata Alvaros.

Rashuna kembali merengut,

Alvaros kemudian berpikir sejenak, mungkin ada bagusnya ia mengikuti 'permainan' Rashuna, siapa tahu dia bisa mendapatkan informasi berguna.

Dengan hati-hati Alvaros menjawab pertanyaan Rashuna.

"Iya deh, iya. Gitu aja ngambek. Aku dari Versel, kau sendiri dari mana?"

"Ngapain nanya?" Kata Rashuna.

Mendengar jawaban Rashuna yang menirukannya, Alvaros menjadi panas.

"Ya udah, kalau kau gak mau jawab. Aku sih, santai" Kata Alvaros mencoba menguasai pembicaraan.

Rashuna semakin kesal, tapi ia bisa mengontrol amarahnya.

"Oke, lupakan yang tadi. Asalku dari Eldur."

Alvaros bahkan tidak tahu tempat itu ada di mana.

"Jadi, apa yang kau lakukan di Versel? Itu kampung halamanmu kah? Aku belum pernah ke sana, tapi kata orang sih tempatnya lumayan bagus."

"Cuma jadi pedagang kecil di sana. Yahh, namanya juga kota kecil, gak banyak yang bisa dilakukan."

"Bukannya Versel itu kota pelabuhan ya? Kudengar itu kota yang cukup besar.

Skak

"Kau pasti sudah banyak bepergian ke kota-kota besar yah, sampai-sampai kota sebesar Versel saja kaubilang kota kecil." Kata Rashuna.

"Y...Ya begitulah." Jawab Alvaros dengan gugup

"Jadi, mana saja yang sudah pernah kau kunjungi?"

"I...Itu rahasia. Privasi! Privasi!"

"Hei ayolah, aku gak pernah denger kalau pengalaman bepergian ke kota-kota itu sebuah privasi."

Skak

Alvaros menjadi gugup sejak kesalahannya yang pertama, sok tahu tentang kota di Ceres di hadapan orang Ceres pribumi. Namun ia berusaha menguasai dirinya. Alvaros kembali berpikir cepat mengenai alasan untuk membalas perkataan Rashuna.

"Namanya pedagang, kota-kota yang pernah dikunjungi pastinya untuk berdagang. Itu termasuk jalur dagang. Hal itu cukup menjadi rahasia di antara kami, para pedagang."

Tentu saja itu adalah bualan yang sama sekali tidak masuk akal.

"Oh ya? Aku baru tahu. Terima kasih atas pelajaran barunya! Kalau begitu ya sudah, kau tidak perlu mengatakannya."

"Orang ini percaya?" Pikir Alvaros, kini dirinya antara lega dan tidak enak hati membohongi Rashuna.

Alvaros lalu menyambung percakapan, kali ini ia mencoba untuk mengulik informasi mengenai markas Rashuna.

"Jadi, kau ngapain saja di markas kalau hari-hari biasa?"

"Itu rahasia! Privasi! Privasi!"

Mendengar jawaban Rashuna, Alvaros seperti dikhianati oleh dirinya sendiri.

"Kau ini benar-benar..."