Chereads / Flowers of Battlefield / Chapter 2 - Echinacea

Chapter 2 - Echinacea

NB: Mulai dari saat ini kalimat dalam logat Ceres ditulis dengan bahasa yang biasa.

"Ah... Aku ngerti sekarang..."

Alvaros mulai menyadari apa yang terjadi pada dirinya.

"Karena kecapekan kemarin, aku pingsan di tengah laut. Terus aku terdampar di sini, lalu ditolong cewek tadi. Pasti gitu." Pikirnya.

Alvaros ingat mengenai rambutnya, ia mencabut sehelai rambutnya lalu melihat warna dari rambut itu.

"Udah berubah... Setidaknya simbah nggak mengerjai aku kali ini." Katanya dalam hati.

Alvaros beranjak dari ranjangnya. Ia segera mengenakan pakaian yang dibawakan oleh wanita itu supaya wanita itu tidak terlalu lama menunggunya.

Ia mencoba keluar dari kamar dengan mendorong pintu kamar.

"Lho... Kok nggak mau terbuka?"

Alvaros mendorong pintu kamar itu dengan sekuat tenaga, ia bahkan menggunakan tubuhnya untuk mendobrak pintu itu. Namun pintu tidak mau terbuka.

"Sial, kenapa tidak mau terbuka... Jangan-jangan..."

Alvaros mencoba menarik gagang pintu itu.

Terbuka.

Alvaros merasa bodoh karena sudah melakukan hal tadi.

Begitu ia membuka pintu, terlihat sebuah ruangan kecil. Sepertinya itu adalah ruangan tengah dari rumah ini, tak ada seorangpun.

Ia berjalan menuju pintu depan.

Kali ini ia tidak mau tertipu lagi, ia membuka pintu depan dengan ditarik.

Tidak mau terbuka.

"Ah, pasti ini didorong."

Alvaros mendorong pintu itu tapi tidak juga mau terbuka.

"Lah, didorong gak bisa, ditarik gak bisa." Pikirnya.

Tiba-tiba pintu itu terbuka dengan cukup keras, menghantam Alvaros yang berada tepat di belakang pintu.

Alvaros lalu terjatuh.

Yang membuka pintu ternyata adalah wanita tadi.

"Aduh! Maafkan saya! Anda tidak kenapa-kenapa?" Kata wanita itu sambil membantunya berdiri.

"Pintu ini memang agak keras karena sudah tua dan tidak pernah digunakan, jadi membukanya harus sedikit dipaksa." Jelasnya.

"Aduduh..." Alvaros mengaduh.

Mereka lalu berjalan keluar menuju desa.

"Err... Ngomong-ngomong, siapa namamu?" Tanya Alvaros.

"Panggil saja aku Rashuna." Kata wanita itu.

"Oh, oke Rashuna.... Ngomong-ngomong kepalamu tidak apa-apa?" Kata Alvaros ketika melihat sebuah benjolan di dahi Rashuna.

"Sakit sih... Tapi tidak apa-apa." Jawab Rashuna.

Mereka akhirnya sampai di desa. Desa itu sangat sepi, tidak ada seorangpun di luar rumah. Bahkan anak-anak satupun sama sekali tidak terlihat.

"Rashuna... Desa ini... Kenapa tidak ada seorangpun?" Tanya Alvaros.

"Mengenai itu... Nanti kau akan tahu." Jawab Rashuna.

Alvaros penasaran dengan jawaban Rashuna.

Ia melihat sekelilingnya, para penduduk berada di dalam rumahnya masing-masing, mereka mengintip dari balik jendela rumah.

"Nah, kita sampai." Kata Rashuna.

Rashuna mengetok pintu rumah kepala desa.

Tak lama pintu dibukakan oleh seorang pria tua, wajahnya terlihat khawatir.

"Oh, ternyata kau. Silakan masuk." Kata kepala desa mempersilakan mereka berdua untuk masuk.

Mereka lalu duduk di ruang tengah.

"Jadi, kalian sudah yakin?" Tanya kepala desa.

"Tenang saja, pak kepala desa. Kali ini saya yakin kami tidak akan gagal. Di sini ada Aranel yang bersedia membantu saya untuk mengalahkan monster tersebut." Jawab Rashuna.

"Tunggu... Apa-apaan?" Pikir Alvaros.

"Kami akan me..." Sebelum Rashuna menyelesaikan kata-katanya, Alvaros menyela.

"TUNGGU SEBENTAR!" Katanya sambil menggebrak meja.

Kepala desa dan Rashuna terkejut melihat reaksi Alvaros.

"Ini... Apa-apaan? Maksudnya apa? Mengalahkan monster?" Kata Alvaros.

"Aku ini baru bangun, Rashuna sama sekali tidak menjelaskan apapun. Yang kutahu dia mengajakku kemari untuk bertemu kepala desa, hanya itu. Aku sama sekali tidak tahu apa-apa mengenai monster. Setidaknya jelaskan dulu apa yang terjadi!" Kata Alvaros jengkel.

Suasana menjadi hening sesaat.

"Baiklah, akan kuceritakan." Kata kepala desa.

"Sekitar empat hari yang lalu desa ini diserang oleh seekor monster. Monster itu menyerang ternak dan para penduduk, dua orang telah menjadi korban dari monster itu. Karena sebagian besar pria di sini diminta untuk menjadi prajurit, maka yang tersisa hanya wanita, anak-anak, orang-orang tua dan yang cacat saja. Kami semua tidak bisa bertarung, para mantan prajurit yang kehilangan tangan dan kaki mereka juga kesulitan untuk bertarung." Kepala desa menceritakan apa yang terjadi di Irenbelle.

"Lalu karena ada pengaduan dari desa ini, aku disuruh kemari untuk menuntaskan masalah ini." Sambung Rashuna.

"Tunggu... Kau ditugaskan kemari untuk menyelesaikan masalah ini, bukan? Kenapa tidak kau sendiri saja yang melakukannya? Asal kau tahu saja ya, aku ini juga sedang buru-buru jadi..." Alvaros belum selesai berkata-kata namun sudah disela oleh Rashuna.

"Kalau aku bisa, sudah dari kemarin aku selesaikan! Kemarin monster itu kemari dan menyerang seekor anjing yang kebetulan berada di luar rumah. Aku tidak bisa mengalahkan monster itu karena pergerakannya yang terlalu cepat. Aku butuh orang untuk mengalihkan perhatiannya, tadinya aku mau meminta salah seorang dari warga desa tapi tiba-tiba ada kau yang muncul entah dari mana." Kata Rashuna jengkel.

"Tolong lah, bantuin dikit napa. Hitung-hitung sebagai balasan karena sudah merawatmu, gak malu apa padahal punya otot gede begitu!?" Kata Rashuna dengan nada kesal.

"Lah, kenapa jadi aku yang kena?" Pikir Alvaros.

"Iya iya deh. Aku bakal bantu. Kau nggak usah cerewet begitu, berisik tahu." Kata Alvaros.

"Nah gitu dong." Sahut Rashuna sambil tersenyum.

"Kalau begitu, kebetulan aku juga ada ide." Kata Alvaros.

Mereka lalu melanjutkan menyusun strategi untuk mengalahkan monster yang menyerang desa.

Rencana strategi mereka akhirnya jadi. Alvaros meminta bantuan kepada kepala desa untuk mengumpulkan penduduk.

Seluruh penduduk yang ada di desa yang masih sanggup untuk melakukan pekerjaan lalu dikumpulkan di tengah desa, di bawah pohon yang cukup besar.

Alvaros menaruh sebuah kotak untuk ia gunakan sebagai pijakan agar ia bisa dilihat oleh para penduduk.

Alvaros naik ke kotak kayu itu, menarik napas panjang lalu...

"SELAMAT PAGI PARA PENDUDUK DESAA!!" Serunya.

Penduduk desa yang tadinya mengobrol sendiri, mendadak melihat ke arah Alvaros dengan tatapan heran.

"Hai, semuanya. Maaf mengganggu waktu kalian sebentar. Ada yang hendak disampaikan oleh orang aneh ini." Kata Rashuna dari belakang Alvaros.

"Woi, pakai kata yang bener kenapa." Kata Alvaros jengkel.

Para penduduk mulai berbisik satu dengan yang lain.

"Ahem... Maaf mengganggu waktu senggang kalian, para penduduk Desa Irenbelle. Sebelumnya perkenalkan, nama saya Aranel. Saya ditugaskan oleh atasan untuk membantu wanita satu ini dalam menuntaskan masalah di sini." Kata Alvaros, tentu saja bagian 'ditugaskan oleh atasan' itu akal-akalannya saja supaya ia mendapat kepercayaan penduduk.

"Jadi begini, saya dengar ada seekor monster yang menyerang desa ini hingga menimbulkan korban. Saya hendak menyampaikan sebuah strategi yang akan kita gunakan untuk mengalahkan monster tersebut. Karena strategi ini membutuhkan bantuan para penduduk sekalian, maka saya mohon kerjasamanya."

Alvaros mulai mendapatkan perhatian penduduk kembali. Ia lalu mulai menjelaskan apa yang diperlukan untuk menjalankan strateginya.

"Kita akan membuat sebuah lubang jebakan di desa ini. Saya butuh orang-orang yang mampu menggali tanah hingga cukup dalam untuk menjadi jebakan monster itu. Lalu kita juga akan membangun dinding dari kayu untuk membatasi akses dari si monster agar gerakannya lebih mudah diantisipasi. Untuk itu saya butuh orang yang bisa menebang beberapa pohon dan menaruhnya hingga mengelilingi desa ini. Selain itu, saya juga butuh tali yang banyak. Kalau tali yang ada sekarang kurang, silakan bagi yang tidak bisa melakukan pekerjaan berat untuk membantu membuat tali." Kata Alvaros.

Penduduk desa mulai berbisik-bisik satu sama lain.

"Sebelum saya lanjutkan, apakah ada yang kurang jelas?" Tanya Alvaros.

Tidak ada yang merespon.

Beberapa saat kemudian, seorang anak perempuan mengangkat tangannya dengan gemetar.

"Ya, bagaimana?" Alvaros mempersilakan anak itu untuk bertanya.

"A... Apakah ren...rencana ini akan berhasil...?" Tanya anak itu.

"M...Maksudku... monster itu sangat cepat dan besar... Kemarin... ia sudah me...mema...kan anjingku, B.. Baran, ternak... dan juga..." Lanjut anak itu dengan gugup.

Mendengar keraguan dari seorang anak kecil, Alvaros ikut gugup. Ia mencoba untuk menguasai dirinya sendiri lalu menjawab pertanyaan dari anak tersebut.

"Begini... Jujur saja aku juga tidak tahu apakah rencana ini akan berhasil atau tidak. Aku belum pernah melihat monster itu, apalagi bertarung dengannya. Tapi, bukankah ini lebih baik daripada kita tidak melakukan apapun? Strategi ini layak dicoba." Jawab Alvaros.

Anak perempuan tadi terlihat masih gemetar dan ketakutan, ia sepertinya belum tenang mendengar jawaban Alvaros.

Alvaros menghela napasnya.

"Lagipula, di sini ada Nona Rashuna yang super kuat dan jenius kan? Kau tidak perlu khawatir! Dia pasti bisa membuat rencana ini bekerja!" Kata Alvaros sambil melirik ke arah Rashuna.

Rashuna yang disinggung diam saja, ia tidak berbicara apapun lalu berjalan ke arah anak perempuan itu.

Rashuna mengelus rambut anak itu dan berkata, "Tenang saja, semuanya pasti akan kulindungi."

"Kau lihat sihirku kemarin kan? Jangan cemas, aku pasti bisa mengalahkannya!" Kata Rashuna.

"Siapa namamu, gadis kecil?" Tanya Rashuna.

"F... Fala..." Jawab anak perempuan itu.

"Nama yang bagus! Nah, Fala. Lakukan saja apa yang orang aneh itu katakan, selebihnya biar aku yang melindungi kalian semua!" Kata Rashuna menenangkan Fala.

"Dia ini..." Kata Alvaros dalam hati.

Setelah itu Rashuna kembali ke tempatnya semula, ia menyikut pinggang Alvaros.

"Aduh... Baik, apakah ada pertanyaan lagi?" Tanya Alvaros.

Tidak ada lagi yang merespon.

"Oke, karena sudah ada pertanyaan, sekarang aku akan membagi kelompok kerja kita semua."

Alvaros lalu membagi para penduduk ke beberapa jenis pekerjaan yang tadi sudah ia jelaskan.

Di situ ia lebih bertindak sebagai mandor karena semua orang bekerja menggunakan sihir mereka. Ia merasa tidak lebih berguna jika ikut membantu mereka mengerjakan apa yang ia minta.

Tak terasa, hari sudah sore.

"Fiuh, terima kasih semuanya. Seluruh persiapan sudah dilakukan, sekarang silakan istirahat dulu semuanya. Nanti setelah gelap tolong untuk segera menuju pos masing-masing!" Kata Alvaros sambil mengelap keringatnya.

"Sok-sokan capek, padahal kau kan nggak melakukan apa-apa." Kata Rashuna dengan nada mengejek.

"Ckckck, jangan begitu. Kau kira ini semua akan lancar tanpa ada pengawas sepertiku?" Kata Alvaros bangga.

"Terserahlah, pokoknya rencana ini sebaiknya berhasil atau kita akan kerepotan nantinya." Kata Rashuna.

"Kita? Yang ada cuma kau yang kerepotan! Aku sih bebas." Kata Alvaros sambil melengos pergi.

"Apa-apaan sikapnya itu? Huh..." Pikir Rashuna sambil berbalik menuju rumah kepala desa.

Alvaros pergi menuju dinding yang dibuat oleh para penduduk.

Ia menengok ke sekitarnya. "Bagus, tidak ada orang."

"Seharusnya di sekitar sini... Ah itu dia!"

Alvaros menemukan tambalan berupa serbuk kayu yang dipadatkan untuk menambal beberapa lubang akibat bentuk kayu yang tidak rata.

Ada satu lubang yang cukup besar, satu orang dewasa bisa melewatinya meski cukup sempit.

Alvaros merontokkan serbuk kayu yang menambal lubang itu hingga lubang itu terbuka.

"Saat yang lain sibuk dengan monster itu, aku akan pergi lewat sini." Pikirnya.

Alvaros lalu kembali ke rumah kepala desa.

Matahari mulai tenggelam, langit mulai gelap.

Obor-obor di depan rumah-rumah mulai dinyalakan, begitu pula dengan obor di beberapa pos untuk menarik perhatian monster.

Alvaros dan Rashuna mengintai di atas atap rumah kepala desa dengan posisi tiarap.

"Hei Aranel..."

"Apa?"

"Menurutmu, apa ini bakal berhasil?"

"Lah, kau kok jadi ragu gitu?"

"Maaf, tapi aku hanya ragu dengan kemampuanku sendiri. Tugasku di sini sebagai eksekutor monster, tapi aku takut gagal."

"He'eh, takut kenapa?"

"Sihirku ini memang kuat... Tapi kadangkala aku saking kuatnya aku sulit mengendalikannya. Selain itu, sihirku ini juga lambat makanya kurang cocok melawan musuh yang gerakannya cepat."

"..."

"Aku sendiri bingung... Kenapa atasanku mengirimku untuk melakukan misi ini, padahal dia tahu kalau ini tidak cocok denganku."

"..."

"Hanya saja... Kalau melihat ada orang yang benar-benar menggantungkan dirinya padaku, aku merasa tidak bisa mengecewakan mereka."

"..."

"Aku ini baru lulus dari akademi bulan lalu, masih hijau dan belum punya pengalaman yang berarti... Malah sok kuat di depan para penduduk tadi..."

"..."

"Ah, maaf! Aku sudah bicara yang tidak-tidak ya? Lupakan saja yang tadi, kita fokus saja pada rencana ini."

"Udah curhatnya?"

Rashuna mengangguk.

"Dasar, pake gemetaran segala lagi." Pikir Alvaros saat melihat Rashuna.

"Hei, tenanglah. Gak usah gemetaran begitu." Kata Alvaros menenangkan Rashuna.

"Dinding siap, jebakan udah sempurna, kondisi kita baik, kurang apalagi coba?" Lanjut Alvaros.

"Lagipula kita juga punya penyihir kuat di sini, ngapain khawatir?"

Kalimat yang dikatakan Alvaros membuat Rashuna cukup tenang.

Rashuna tersenyum lalu berkata dengan pelan, "Terima kasih, kau membuatku lebih tenang."

Tanpa disadari, ada sesosok makhluk buas yang melompat tepat di belakang Rashuna.

Sinar matanya yang berwarna merah menyala seakan mengisyaratkan kebuasan, keganasan dan rasa lapar yang tidak terbendung.

Alvaros yang melihat hal itu spontan berteriak,

"AWAS BELAKANGMU!!"