Happy reading....
______________
Hari pertama di rumah Haechan tidak terlalu buruk menurut Giselle. Kecuali waktu ia pertama kali menginjakkan kakinya dan Haechan menghampirinya ke kamarnya. Menurutnya itu buruk karena Haechan dengan lancangnya membuat tubuhnya meremang.
Ia bekerja, sama dengan apa yang di kerjakan maid yang lain. Bahkan kadang maid ada yang tidak enakan melihat nya seperti itu. Mereka takut jika nanti tuannya murka karena melihat Giselle bekerja. Padahal Giselle telah memberitahukan kepada mereka jika ia juga kesini untuk bekerja.
Setelah moment di kamar semalam, Haechan tak lagi menampakkan batang hidungnya. Entah kemana ia pergi namun Giselle merasa senang tak akan ada yang mengganggunya.
Tepat seminggu Haechan menghilang. Dan sekarang ia kembali dengan wajahnya yang terlihat lelah.
Seperti biasanya jika tuan muda mereka pulang. Maka seluruh maid harus berbaris menyambut kedatangan nya. Tak terkecuali dengan Giselle, ia pun ikut berbaris bersama maid yang lain.
Haechan berhenti tepat di depan Giselle "Mengapa kau memakai pakaian sampah seperti ini di rumahku" Desisnya sambil menatapnya nyalang.
Giselle yang tadinya menunduk kini sedikit mengangkat wajahnya.
"Maaf tuan ini bukan pakaian sampah".
Betapa terkejutnya semua maid melihat Giselle yang berani menjawab tuan mereka. Karena selama bekerja di mantion itu tidak ada satupun maid yang berani membalas perkataan tuannya.karena jika itu terjadi mereka hanya berujung dengan darah yang bersimbah.
Haechan menyeringai "Berikan dia baju seperti yang kalian gunakan. Setelahnya kau bawakan aku makanan ke kamar" Haechan menunjuk Giselle yang masih menatapnya datar.
Giselle sebenarnya takut, namun ia harus terlihat kuat agar Haechan tak semena2 dengan nya.
Setelah Haechan pergi meninggalkan mereka. Semua maid terlihat bernafas lega. Mereka kemudian menghampiri Giselle.
"Mengapa kau berani menjawab tuan muda?" tanya salah satu maid dengan raut wajah khawatir.
"Memangnya kenapa, perkataan ku memang benar. Baju ini bukan baju sampah" jawab Giselle dengan alis yang sedikit menukik.
"Ku beritahukan kepadamu, setelah ini jangan lagi kau berani membantahnya. Jika kau tak ingin_" maid itu menjeda omongannya.
"Tak ingin apa?"
"Jika kau tak ingin mati sia-sia" tambah maid itu yang bernama Aurel dengan berbisik.
Aurel telah lama bekerja di mantion itu. Ia begitu tahu tingkah polah majikannya itu. Terkadang ia juga mendapat kekerasan dan rasanya ingin berhenti dari tempat itu namun ada hal yang membuatnya bertahan hingga sekarang. Ia menyukai majikannya.
Setelahnya mereka kembali bekerja. Dan salah satu maid memberikan Giselle sebuah baju seperti yang Haechan ucapkan tadi.
Giselle membawa baju itu ke kamar nya. Dan ketika ia membuka nya, ia terbelalak melihat model baju itu, begitu pendek dan bagian atasnya begitu turun kebawah, hingga jika ia gunakan maka belahan dada nya akan terlihat jelas
"Dasar laki-laki mesum, bisa-bisanya ia menyuruh ku memakai pakaian menjijikkan seperti ini" gerutunya.
Pakaian maid yang lain memanglah seperti itu, namun yang mereka gunakan tidak terlalu mengekspos tubuh mereka. Dan mengapa pakaian Giselle seakan-akan seperti jalang.
"Aku tidak mau menggunakan pakaian menjijikan ini" lalu ia memasukkan pakaian itu lagi ke tempatnya.
Kemudian ia turun ke dapur. Sesuai permintaan Haechan, ia akan membawakan lelaki itu makanan ke dalam kamarnya.
Tok tok tok....
Tidak ada sahutan.
"Tuan, ini aku bawakan makanan"
"Masuklah"
Ketika Giselle masuk ia tak melihat Haechan di dalam kamarnya. Setelah tadi menyuruh Giselle masuk, Haechan langsung pergi ke toilet.
Giselle memperhatikan kamar itu. Sedikit indah dengan nuansa abu-abi silver. Ia menyimpan makanan itu di atas nakas.
"Kau tidak mendengarkan ku rupanya" desisnya Haechan dengan mata tajam menatap ke arah Giselle.
Giselle menegang kemudian perlahan membalikkan tubuhnya. Terlihat Haechan yang bersedekap dada menatapnya tajam.
"Maaf tuan, bajunya terlalu kekurangan bahan"
"Lalu?"
"Itu tidak cocok denganku. Aku tidak terbiasa menggunakan pakaian seperti itu"
"Memangnya aku menyuruhmu memilih memakainya atau tidak. Itu perintahku jika aku menyuruhmu memakainya kau harus memakainya!" Haechan mendekat ke arah Giselle masih dengan tatapan tajamnya.
"Maaf tuan tapi aku tidak bisa"
"Kau mau membantahku?" Desis haechan di telinga Giselle.
Haechan yang memang sudah lelah, kini melihat Giselle yang membantahnya membuat nya naik pitam.
"Bukan begitu tapi_ aaakhhh"
Haechan mencengkram rambut Giselle dan menariknya ke belakang.
"Sudah ku katakan jika itu perintahku. Dan perintahku harus di lakukan!"
"T_tapi tuan"
"Memang kau ini harus di beri pelajaran, agar kau tau siapa aku sebenarnya".
Haechan kemudian membanting tubuh giselle hingga ia terpental ke lantai. Di pukul dan di tendangnya tubuh itu hingga mengeluarkan darah dari hidungnya.
"Aku tidak suka di bantah kau tau! Kau pikir kau siapa berani membantahku gadis sialan!" Haechan menendang perutnya hingga membuat suara begitu keras.
"T_tuan m_maafkan a_aku" Giselle terbata-bata. Bibirnya telah robek akibat tendangan Haechan.
"Aku sudah terlalu baik membiarkanmu bekerja selama ini".
Haechan kembali menendang punggungnya.
Bugh..
"Aaakkh s_sakit tuan"
"Asal kau tahu, hanya kau orang yang berani membantahku di rumah ini. Dasar sialan tak berguna!"
Haechan kemudian pergi mengambil sesuatu dan kembali dengan sebuah ikat pinggang di tangannya.
"Ku beritahu kau gadis sialan. Di rumah ini tidak ada satupun orang yang boleh membantahku"
Ctarrrr.....
Bunyi ikat pinggang ketika menyentuh punggung Giselle bergema memenuhi kamarnya.
"T_tuan m_maaf"
Ctarrr....
"Aaakhhh...t_tuan"
"Kau itu hanya gadis miskin, tak usah berlagak di depanku!"
Ctarrrr...
"Jika kau membantahku lagi. Aku tak akan segan-segan membuat lubang indah di kepalamu. Ingat itu gadis sialan!"
Ctarrr.....
Ia mendaratkan pecutan terakhir di punggung giselle, hingga terlihat darah yang tembus melalui pakaian yang ia gunakan. Kemudian Haechan berlalu meninggalkannya dengan amarah yang masih menggebu-gebu.
Giselle sudah tak kuat lagi. Ia hanya pasrah, darah bercucuran dari hidungnya. Badannya seakan remuk. Wajahnya sudah tak berbentuk lagi. Lebam di sekujur tubuhnya membuatnya begitu kesakitan. Apalagi bekas pecutan di punggungnya seakan-akan ia telah di kuliti hidup-hidup.
Sesaat setelah Haechan pergi. Salah satu maid menghampirinya.
Ia begitu terkejut melihat kondisi Giselle yang begitu mengenaskan.
"Sudah aku katakan untuk tidak melawannya sel, dia itu jelmaan iblis". lirih maid itu dengan air mata nya yang sudah tak bisa ia bendung lagi.
Aurel. Maid yang menyimpan perasaan kepada Haechan. Ia menggotong tubuh giselle ke kamarnya. Ia sedikit kesusahan ketika memapahnya ke kamar. Karena Giselle sudah tidak kuat berjalan. Kakinya terasa patah karna tadi Haechan juga menginjaknya tanpa ampun.
"Setelah ini jangan lagi melawannya sel"
Ia mulai mengobati luka-luka Giselle dan menyimpan salep di punggung Giselle.
Giselle hanya menangis. Ia sudah tak mampu lagi untuk berbicara. Bibirnya bengkak akibat kena tendangan dari haechan. Benar-benar iblis.
"Ku harap ini bisa jadi pelajaran buatmu. Dia itu iblis berwujud manusia. Jika di lawan maka dia akan menjadi-jadi" Aurel sekali lagi menasehatinya "Dan bukannya sudah ku katakan kepadamu, jika kau melawannya, maka kau akan mati sia-sia" imbuhnya lagi dan Giselle hanya mengangguk menyesali dirinya.
TBC