Chapter 22 - Kota Kecil : Ferrum

"Sihir : Fire Ball!" Sudah 4 hari mereka melakukan perjalanan. Akhirnya mereka menginjak kawasan Zona Veteran. Sesuai yang dirumorkan, monster paling lemah di tempat ini setara dengan Orc yang paling kuat di Zona Pemula. Beberapa langkah lagi mereka akan sampai di Safe Point Ferrum. Sihir yang diberikan oleh para Dewa Dewi pada setiap kota membuat tempat itu aman dari serangan monster tingkat menengah sehingga disebut dengan Safe Point. Karenanya, Aileen berniat untuk membawa Lyvemon dan Flava menuju kota Ferrum, karena mau bagaimanapun jika terus bertarung seperti ini, takkan ada habisnya, mengingat jiwa dari monster takkan pernah menghilang, dan akan terus terlahir kembali di tempat yang berbeda.

'Aku baru tau kalau monster di sini bisa Spawn ulang, benar-benar mirip dengan game.' Batinnya, jika memang begitu, apakah Flava yang dulunya adalah Wyvern bisa Re-spawn seperti para monster lainnya? Entahlah. "Lyve, Flava! Mundur dulu!"

"Flava masih bisa, papa!" Flava menghabisi para monster itu dengan penuh semangat, entah bagaimana ceritanya para monster ini bisa berdatangan, tapi ada kemungkinan mereka tertarik dengan kekuatan suci yang dimiliki Lyve sehingga mereka berdatangan seperti ini. "Skill : Fast Stab!" "Anak itu benar benar tak bisa menurutiku." Aileen berlari menuju Flava yang mulai terpojok, masalahnya, dia itu adalah anak perempuan, tau sendiri jika para orc itu memiliki kebiasaan mengerikan, mereka akan memakan laki-laki dan memperkosa perempuan, menjadikan manusia sebagai wadah untuk berkembang biak.

"Flava, menunduk!" Aileen memenggal salah satu dari para Orc itu, "Le tagata leaga, tu'u le fafine ma matou tu'u oe e alu!"

"Maaf sekali, aku benar-benar tak mengerti apa yang kalian katakan." Aileen mengentakan kakinya, ia segera melesat dan mencabik-cabik para Orc itu. Meskipun begitu, sebenarnya ia harus menghabiskan banyak tenaga untuk melakukan teknik tadi. "P-papa, Flava.." Flava menundukan kepalanya, ia merasa bersalah karena tak menuruti apa yang dikatakan Aileen untuk mundur tadi. "Kau menyesal, Flava?" Aileen masih berdiri memunggungi Flava, semuanya menjadi canggung, bahkan Lyvemon juga tak bisa ikut campur karena itu hanya akan memperburuk suasana.

"Hah, sudahlah." Aileen berbalik, ia tersenyum pada Flava yang terlihat merasa bersalah itu, "Tak perlu dibuat panjang, Flava, ini bisa jadi pelajaran berharga bagimu, bagiku dan bagi kita." Aileen mengacak-acak pelan rambut pirang Flava. "seharusnya para Orc takkan mendekati kita untuk sementara, Lyve, apa kamu merasakan kehadiran monster?"

"Beruntungnya sudah tidak ada monster yang tersisa di sini, Aileen, kita bisa melanjutkannya."

Aileen berjalan, ia mengangkat tubuh kecil Flava dan menaikannya ke pundak kekarnya, seharusnya Aileen tak menakut-nakuti Flava dengan nada mengancamnya sehingga membuat suasana menjadi canggung. "Baik, sesuai rencana, kita akan membantu permasalahan di Ferrum, seharusnya permasalahan itu masih bisa ditangani oleh kita bertiga." Aileen tak banyak bicara, ia langsung berjalan menuju gerbang kota Ferrum yang sudah terlihat jelas. Kota kecil di dalam hutan ini cukup terlihat sederhana.

Berjalan, akhirnya mereka sampai didepan gerbang kota, namun sayangnya mereka tak masuk dengan mudah. Mereka malah dicurigai sebagai entitas yang berbahaya. "Lalu.. bagaimana cara kami membuktikan kalau kami bukanlah orang jahat?"

"Tidak ada, pergilah!" Orang dengan perawakan kekar yang bertugas sebagai penjaga itu memang melakukan pekerjaannya dengan baik, namun bukan seperti ini caranya. "Tunggu dulu, ada satu cara kok."

'Anjir Elf!'

"Apa maksud anda, Nona Latifa?" Penjaga itu terkejut dengan sosok Elf bersurai pirang duduk di atas gerbang, "Kupikir kamu bukanlah orang jahat, namun, aku harus mengujimu." Elf bernama Latifa itu turun dan mengarahkan Busurnya pada Aileen, "Kalau sudah begini, kita hanya perlu bertarung bukan?"

"Benar, tapi berhati-hatilah, aku takkan segan untuk membunuhmu, petualang." Elf itu tersenyum, ia menciptakan sihir penghalang sehingga Lyvemon, Flava dan para penjaga tak bisa mengganggunya. "Flava, Lyve, sementara aku bertarung, kalian beristirahatlah." Aileen menarik kedua pedangnya dan tersenyum pada Latifa. "Jangan menyesal, Latifa."

"Hunter's magic first technique : Satellite arrow!" Latifa langsung melancarkan serangan pertamany, ia melesatkan anak panah ke langit sehingga menghujani Aileen dengan anak panah itu. "Boleh juga." Aileen keluar dari kepulan asap, ia segera menyerang Latifa dengan membabibuta menggunakan kedua pedang kecilnya, "Cih."

Latifa menarik pisau yang ia selipkan di tas kecilnya, namun meski begitu ia masih kalah cepat dengan Aileen. "The first technique of fighter skills: Kick back!"

Brak!

Latifa menendang dengan kuat, namun Aileen berhasil bertahan dengan menggunakan lengannya, "Skill : Assassinate!" Tanpa menunggu waktu lama, Aileen langsung melesat dan mencoba menikam Latifa dengan salah satu pedangnya, "The second technique of the knight skill: Defend!"

Trang!

Pedang Aileen malah mengenai pelidung sihir sehingga membuat pedang itu patah, "Ini adalah kali pertamanya aku melihat rapalan unik seperti itu.." Lyvemon mulai merasa khawatir, "Boleh juga kamu, namun, patah senjata bukan akhir dari segalanya." Aileen berpura pura mengambil senjata dari tas kecilnya, padahal sebenarnya ia membuka jendela menu dan mengambil senjata cadangannya. "Bagaimana bisa?" Latifa kembali menarik busurnya ketika ia melompat, mencoba membunuh Aileen. "Sudah cukup bermain-mainnya."

SSTT

DAR!

"Fifth magic hunting technique : Explosive arrow." latifa tersenyum ketika melihat kepulan asap, namun aneh, ia tak melihat reaksi terkejut dari Flava maupun Lyvemon, seolah-olah mereka tak mempedulikan soal kematian Aileen. "Kau terlalu naif, Latifa." Sosok pria dengan kaus hitam keluar dari kepulan asap itu, ia tak melihat adanya luka di tubuh Aileen, "B-bagaimana bisa?"

"Saat kau melepaskan anak panah peledakmu itu, aku segera menciptakan pelindung berlapis sehingga ledakanmu sia-sia." Aileen melepaskan gelang tali nya, itu adalah gelang yang menyegel kekuatan sihir besarnya karena jika saja ia menggunakan sihir dengan tekanan besar, bisa-bisa akan ada masalah terjadi.

Kedua mata emas Aileen kini berubah menjadi hijau kebiru-biruan, menandakan kalau ia mengguankan elemental angin. "Ending skill : Windstorm Execution." Aileen mengangkat tangan kanannya, ia menciptakan pusaran angin di dalam sihir penghalang ini. "P-penghalangnya! Kak Lyve!"

"Aileen sudah cukup! Jika diteruskan penghalangnya bisa hancur!"

Senyuman Aileen tertahan, ia menghentikan serangannya. "Bagaimana, jika diteruskan, kamu bisa dalam bahaya lho." Aileen tersenyum karena kemenanganya, "cih, baiklah aku mengakui kekalahanku." Latifa menghapus sihir penghalangnya. "Karena itu, petualang, aku meminta bantuanmu."

"Tentang pencurian dan penculikan misterius itu bukan? Sedari awal itu adalah tujuanku datang ke sini." ujar Aileen, ia berjalan mendekati Flava dan menyerahkan pedang rusaknya pada Flava. "Kami akan menyelidiki kasus ini, tenang saja." Ujarnya lagi, "Tapi, sayangnya kami tidak memiliki cukup harta unt-"

"Kami tidak membutuhkan harta apapun, kami hanya membutuhkan informasi, Latifa."

Dengan begini, akhirnya Aileen diperbolehkan untuk masuk kedalam kota.

Bersambung