Chereads / Tegarnya Si semata Wayang / Chapter 22 - Bab 21 Tak pernah Jera

Chapter 22 - Bab 21 Tak pernah Jera

Seperti biasanya, dipagi hari Dyah akan diantar sampai didepan gerbang sekolah dan akan pulang dengan berjalan kaki. Pada saat Dyah turun dari mobil, dia lalu berhenti tak bergerak dari tempatnya berdiri. Lalu dia balik menyeberang ke depan kios jajanan depan sekolahnya dan duduk melamun. Kali ini entah apa yang merasuki pikirannya kembali, melihat sekolah itu saja dia sangat tak suka dan ingin segera menjauh. Hingga akhirnya terbersit di pikirannya untuk bolos kembali dan ingin ke rumah erni. Tapi caranya bagaimana? masa harus jalan kaki ke sana, rumah erni dan sekolahnya lumayan jauh jaraknya. Dan jangan sampai dia jalan ke rumah Erni tahu-tahunya orang tuanya bisa melihatnya. Putar otaklah dia bagaimana caranya bisa sampai kesana.

Oke, satu masalah telah teratasi. Otaknya lagi encer nih kayaknya, seketika itu pula masalahnya terjawab. Untunglah uang jajan tidak disita sama orang tuanya, jadinya dia bisa menggunakan uang itu untuk ke rumah erni dengan menggunakan ojek. Terus pulangnya, dia bisa diantar sampai persimpangan rumahnya sama anak2 dirumah erni, hmmm jalan otaknya.

On the Way lah Dyah menuju rumah Erni dengan kegirangan yang hakiki, dan setibanya disana Dyah disambut dengan teriakan bahagia teman-temannya termasuk Erni.

"astagaaaa, Dyah dari mana aja kamu. Kita semua kangen tau", teriak teman-teman Erni dari dalam rumah melihat Dyah yang baru turun dari ojek dan akan masuk ke halaman rumah.

"mana, mana, mana, mana?", seru yang lainnya

"hai apa kabar semuanya?, boleh masuk?, heheehe", tanya Dyah menambah kehangatan rumah Erni

Mereka tak berbicara sepatah kata, tapi langsung menarik kedua tangan Dyah masuk ke dalam rumah tanpa membuka sepatu terlebih dahulu.

"eh, eh, eh tunggu, sepatuku belum terbuka", teriaknya sembari berlari mengikuti arah tarikan teman-temannya

"astaga, apaan sih ini. gag gitu juga kali menyambut tamu", lanjutnya kembali

"hahahahahaha, maaf say, maaf. Soalnya lama banget loh kita gag ketemuan, rindu tau sama kamu", ujar Erni

"heheheh, iya nih, kangen juga sama kalian. Makanya aku mampir kesini, kebetulan lagi bete nih di rumah sama di sekolah", ungkapnya

"hadeh giliran bete aja baru ingat kita-kita disini", canda yanto anak kuliah yang tinggal dirumah rumah Erni

"bukan begitu nto, hanya saja waktuku bisa kesini yah hanya saat membolos sekolah atau alasan kerja tugas sore. Selebihnya mana bisa saya keluar hanya dengan alasan mau kerumah teman buat ngumpul-ngumpul aja. Gag mungkin lah nto, jadi maklumin ajalah yah kedatanganku disaat2 tak tepat buat kalian, hehehee",terang Dyah

"tepat kok tepat, gag ada yang gag tepat lah buat kamu sayang", ucap Erni

"makasih yah say", ucap Dyah

Erni lalu tersenyum pertanda dia mengiyakan ucapan Dyah.

"ni, selama saya gag ada. Adi sering gag kesini?", tanyanya penasaran

"jangan tanyakan kalo soal itu sayang, ya sudah pastilah dia sering kesini. Dia bilang, kamu pasti akan datang. Jadi tiap hari dia menunggu disini dari pagi sampai sore seperti jadwal kedatangan kamu seperti biasa, kalau bukan pagi pas sekolah yah sore pas kerja kelompok. Itu dia di kamar sedang tidur, coba deh kamu bangunin pasti dia senang sekali", ujar Erni

"gag papa, biar dia tidur aja dulu. kali aja dia juga sedang capek. Yang penting aku bisa ketemu dan happy-happy gini sama kalian, sudah bikin aku senang banget kok", terangnya

Dua jam berlalu sejak kedatangan Dyah di rumah Erni, akhirnya Adi bangun juga. Dia sangat kaget melihat Dyah berada di depannya, dia berpikir bahwa dia tidak akan bertemu Dyah lagi. Dan semenjak hari itu, Dyah akhirnya sering membolos lagi dan lebih sering bertemu Adi dengan waktu pagi dan sore hari. Nampaknya Dyah tak pernah jera dengan apa yang dia lakukan, karena dia berpikir bila dia berbuat salah, pasti tak pernah akan ada jalan keluarnya dan hukumannya paling seputar itu-itu saja yaitu barang-barang pemberian orang tuanya yang akan mereka sita kembali. Sedangkan sekarang, apa yang mau mereka sita?! jadi tak ada untung atau rugi yang dia dapat, makanya dia lebih nekat berjalan terus ketimbang sinting selalu mendapat perlakuan tidak baik.

Yah benar kata bu Sukma pada saat itu, karena tak mendapat bimbingan dan panutan yang baik akhirnya Dyah salah melangkahkan kakinya dalam mencari jati dirinya. Perubahan drastis dari seorang anak yang pintar, patuh dan peduli dengan sekolah kini berubah menjadi anak yang penuh gejolak membangkang, suka membolos dan tak perhatian lagi dengan sekolah dan tugas-tugasnya. Dalam hal ini Dyah tidak salah, hanya saja orang tuanya yang tak peduli dengan perkembangan anaknya dan lebih bersifat otoriter. Mereka berpikir dengan aturan seperti itu anaknya akan patuh, tetapi mereka salah. Hal itu ternyata membuat mental anak mereka menjadi menurun karena keputusan sepihak dan tak pernah bermusyawarah juga tak mau mendengar keluhan dari sang anak.

Dan kini, nasi sudah menjadi bubur. Sikap keras orang tuanya ternyata berdampak buruk pada perkembangan jiwa anaknya. Namun, orang tuanya tak pantang menyerah. Mereka terus membentuk karakter anaknya dengan aturan yang mereka buat, yang tanpa mereka sadari anak ini berubah menjadi pribadi yang lebih keras kepala. Merekapun tak pernah mau tahu kenapa anaknya bisa seperti ini, hal itu karena sang anak berusaha melindungi diri dan hatinya dari kerasnya aturan-aturan yang mereka berikan. Bagi mereka aturan itu sangat baik buatnya, namun mereka tak melihat dari sisi sang anak. Apakah anaknya mampu atau tidak menjalani berbagai aturan yang mereka buat yang sebenarnya sangat membelenggu jiwa anaknya.

Apa yang Dyah kerjakan saat ini membuatnya tak pernah jera untuk melakukannya lagi dan lagi. Apa yang dia lakukan sekarang seakan-akan menjadi tantangan tersendiri buatnya. Tertantang untuk melawan, tertantang untuk melakukan hal-hal baru yang sebenarnya Dyah belum tahu apakah itu baik atau buruk untuk dirinya. Yang Dyah tahu, dia terus mencoba melakukan hal yang semakin dilarang maka akan semakin penasaran untuk dia lakukan. Tentu saja, karena tidak ada penyaring nasehat buat diri seorang Dyah.

Yang Dyah tahu, teman-temannya itu adalah penolong yang tepat buat dia untuk sekarang ini. Karena saat Dyah merasa bersedih, ada mereka yang membuatnya tertawa. Saat Dyah sedang kesepian, ada mereka yang selalu menemani. Itulah kenapa pelariannya hanya di satu tempat itu saja. Karena mereka sudah paham akan keadaan yang Dyah rasakan saat ini. Mereka hanya mampu memberikan Dyah ruang dan waktu tapi bukan sebuah masukan karena mereka masih sama-sama sebaya, masih sepemikiran yang kedepannya mereka belum tahu jalan seperti apa yang harus dia berikan pada Dyah. Yang mereka tahu, jalan yang sekarang mereka tempuh dengan cara bolos sekolah dan sebagainya merupakan hal yang paling baik buat mereka.