Bab 14
Selesai mengucapkan ijab kabul, istirahat sebentar, sambil mempersiapkan acara selanjutnya, yaitu acara resepsi. Menjelang siang, satu per satu tamu undangan mulai berdatangan. kami mendengar suara ribut² di halaman gedung. Mas Harry mengeluarkan ponselnya lalu menelfon asistennya yang berjaga di luar bersama sekuriti. Ia mengernyitkan dahi, mendengar penjelasan dari asisten tersebut. Mas Harry lalu melangkah keluar, aku mengekor di belakangnya. Sedangkan tamu yang lain ikut penasaran, mereka berbisik sambil mengangkat bahu.
Di luar terlihat dua orang tamu di kelilingi oleh tiga orang sekuriti. Kami lalu mendekati tamu tersebut. Ternyata Pak Angga, bos kantor ku bekerja dan Bu Arini, mantan istrinya Mas Harry. Mereka terlihat saling berdebat, sekuriti datang untuk melerai. Aku dan Mas Harry saling tersenyum melihat mereka berdua.
"Ada apa ini?" tanya Mas harry tegas.
"Maaf Pak, ada tamu yang bertengkar," jawab sekuriti.
"Ya-sudah, ini tamu saya. Biar saya yang mengatasinya!"
"Baik, Pak!" tiga orang sekuriti itu, kembali ke meja jaga.
Aku dan Mas Harry mendekati pasangan lebay ini. Pak Angga mengulurkan tangannya sambil berkata.
"Selamat berbahagia, Pak Harry dan Meysa," ucapnya sambil menjabat tangan ku dan Mas Harry.
"Terima kasih," ucap kami hampir bersamaan.
"Maaf Pak, sedikit membuat kegaduhan," jelasnya, sambil melirik ke Bu Arini yang bibirnya manyun terus.
"Its oke, Santai saja. Silakan masuk! Selamat menikmati hidangan, ucap Mas Harry mempersilakan mereka masuk. Lalu ia menggandeng tanganku, sambil berjalan menuju pelaminan. Mereka pun mengekor di belakang kami.
Wajah Bu Arini tampak di tekuk terus, melihat kemesraan kami berdua. Sedangkan Pak Angga terlihat berbicara dengan tamu di sebelahnya. Kemungkinan mereka saling kenal.
Aku bagaikan mimpi ada di pesta ini, bak pernikahan raja dan ratu yang selama ini ku inginkan. Sementara orangtua dan mertua terlihat sumringah, senyum tak lepas dari bibir mereka. Perjodohan ini semoga mendatangkan keberkahan untuk kedua keluarga besar kami.
*******
Dari semua keluarga ku, hanya saudara Papa yang agak julid. Karena mereka orang berada, sementara kami keluarga sederhana. Mereka tak menyangka pesta pernikahanku bisa semewah anak-anak mereka. Mulai acara tadi pagi, wajahnya kakak Papa itu, tak ada senyumnya. Beliau biasa ku panggil "Uwak." Ternyata banyak keluarga Mas Harry yang memperhatikan tingkah lakunya.
"Mey ... itu yang duduk di sebelah Mama kamu, kenapa wajahnya merenggut aja?" tanya ibu mertuaku.
"Oh iya, Uwak tampang nya suka gitu, Ma," jawabku sambil tersenyum.
"Dari tadi keluarga Mama ngeliatin sikap Uwak kamu itu, tadi ada yang menyapa, ia pura-pura tak dengar."
"Sepertinya beliau sedang tak enak badan, anaknya tadi membelikannya obat di warung depan, Ma," jelas ku.
"Hmm ... mungkin meriang tubuhnya, melihat kemeriahan di pesta ini," kelakar mertuaku.
"Hee ... heee, Mama bisa ajaa," sahutku, melirik ke arah Mas Harry.
Sedang kan Bu Arini, dari tadi wajahnya di tekuk terus sambil mengunyah makanan. Ia dan Pak Angga tak saling bicara. Sebelum pamit pulang, mereka naik ke pelaminan, untuk bersalaman dan berfoto bersama kami. Bu Arini bersalaman denganku sambil membisikkan sesuatu di telinga, "Jangan merasa menang, sementang anak-anak menyukaimu, Mey," ucapnya sambil berlalu. Hmm ... dasar wanita aneh, batinku.
Aku tak merebut suami orang, tetapi kesannya, kok aku ini meresahkan di mata Bu Arini. Padahal suaminya, Pak Angga itu pengertian dan sayang terhadapnya. Lagian anak-anak kan sudah besar, bisa menilai, mana perhatian yang tulus atau pura-pura baik. Ternyata Mas Harry sudah hapal dengan tingkah mantan istrinya. Saat pasangan itu berlalu dari hadapan kami, Mas Harry menggenggam tanganku.
"Mey, jangan dengarkan ucapan Arini, ya! Ia tak akan bisa, merusak kebahagiaan kita," ucap Mas Harry sambil mengecup tangan ini.
"Oh ... so sweet," balasku dengan wajah bersemu merah.
Hingga menjelang sore, tamu undangan masih terus ramai berdatangan. Teman dan sahabat kami banyak yang hadir. Demikian juga dengan relasi bisnis Mas Harry, tak hentinya ucapan selamat berbahagia itu, di ucapkan untuk kami. Menu katering yang rasanya lezat, cukup untuk menjamu tamu. Aku paling suka menu yang namanya *salad* cukup membuatku kenyang sampai malam.
Alhamdulillah, tepat pukul sembilan malam, acara resepsi pun selesai. Pihak gedung mulai membereskan semua peralatan pesta. Keluarga pun satu per satu sudah pulang ke rumah mereka. Tampak Mas Harry sedang berbicara dengan asistennya. Aku menunggu di dalam mobil. Sedangkan orangtua dan mertuaku sudah lebih dulu pulang, selepas Magrib tadi.
Lima menit kemudian, Mas Harry menyusulku masuk ke dalam mobil. Ia menyetir sendiri. Ternyata asistennya menjelaskan tentang kejadian tadi pagi. Saat Pak Angga dan Bu Arini sedang ribut di halaman gedung.
"Semuanya ulahnya Arini, yang sengaja menyewa orang untuk menculik penghulu, agar pernikahan kita batal," ucap Mas Harry.
"Angga baru mengetahui kejadian itu tadi pagi. Tanpa sengaja ia mendengar Arini berbicara di telfon dengan seseorang. Orang yang di bayar itu, gagal menjalankan tugasnya. Mereka pun bertengkar hebat di dalam mobil. Hingga datang sekuriti melerai mereka."
Aku menarik nafas dengan kasar, mendengar penjelasan dari Mas Harry. Andai terjadi sesuatu dengan penghulu itu, Bu Arini dan suruhannya, pasti berurusan dengan polisi. Begitu besar ambisinya untuk mengacaukan pernikahanku. Mas Harry melirik ke arahku yang sedang cemberut. Ia paling tahu cara membujuk paling jitu.
"Sayang ... gak usah di pikirkan lagi ya! Sekarang kita sudah menjadi suami istri. Yang terpenting, aku ingin menjalani hidup ke depan bersama kamu dan anak-anak," ucap Mas Harry mantap. Ia mencium keningku dengan lembut.
"Iya Mas, fokus nyetirnya! Jangan gombal mulu, aku lelah ini," sahutku sambil bergelayut manja di bahunya.
*******
Setelah satu jam perjalanan, akhirnya sampai juga di halaman rumah Mas Harry.
Klakson di bunyikan, tampak dari dalam sekuriti berlari membukakan pintu pagar. Sedangkan anak-anak sudah dari tadi pulang bersama neneknya. Mereka di bawa pulang ke rumah mertuaku. Berarti hanya pembantu, sekuriti dan kami yang ada di rumah. Setelah memasukan mobil ke garasi, aku keluar dari dalam mobil. Pintu rumah sudah terbuka, pembantu mempersilakan kami masuk.
Koper berisi pakaianku, sudah di bawa ke kamar atas oleh pembantu. Aku terpana, mengedarkan pandangan ke seisi rumah. Perabotannya mewah dan tertata rapi. Di dinding banyak terpajang lukisan kaligrafi. Ada foto Mas Harry bersama kedua anaknya. Serta foto mertua bersama keluarganya.
"Yuk, kita naik ke kamar atas!" ajak Mas Harry, sambil merengkuh bahuku.
"Tunggu sebentar, Mas!" ucapku sambil melepas sepatu high heels ini.
"Aihh, kelamaan deh." Tiba-tiba Mas Harry menggendongku menuju lantai dua.
"Hmm ... Imut begini, ternyata berat juga ya, kalau di gendong," ledeknya.
"Berat mana, dengan beban hidup, Mas?" balasku sambil tertawa puas.
"Sudah sampai!" Mas Harry membuka pintu kamar, lalu menurunkan aku dari gendongannya.
"Tarraaaaa ... surprise."
Seketika aku merasa takjub, kamar pengantinnya luas, dekorasinya sangat indah. Isi kamarnya sangat mewah. Ranjang pengantin di taburi bunga mawar. Hiasan lampu tidur, di sudut kamar, menambah suasana romantis. Nuansanya di dominasi warna merah muda. Itu warna kesukaanku banget. Di atas kepala ranjang itu ada tulisan *my lovely.*
"Kamu suka kan, Sayang?" Mas Harry membuyarkan lamunanku.
Mataku berkaca-kaca, rasa tak percaya melihat semua ini. Langsung ku peluk erat tubuhnya. Ia membalas dengan kecupan hangat di bibir ini.
Bersambung ....