Bab 6.
Tibalah nomor urut dan namaku di panggil ....
"Meysa Andini beserta orangtua di persilakan dengan segala hormat untuk maju ke podium."
Aku langsung berjalan menuju podium, dan orangtuaku mengikuti dari belakang. Terlihat wajah bahagia terpancar di mata Papa dan Mama. Sedangkan adikku Kiki duduk menunggu di kursi tamu undangan. Setelah penyematan tali toga, kami pun di persilakan duduk kembali.
Dan terlihat dari kejauhan sosok lelaki yang ku tunggu dari tadi. Ia sudah duduk di sebelah adikku. Lengkaplah sudah kebahagian ku hari ini. Tanpa sengaja kami saling bertatapan. Mas Harry seakan kagum melihatku memakai topi toga dan berhias tampil beda dari biasanya.
"Ehhm ..." adikku Kiki memberi isyarat.
"Se-selamat ya Mey, cita-citamu sudah tercapai menjadi sarjana." sahut Mas Harry sambil menyerahkan buket bunga ke tanganku.
"Terima kasih ya Mas. Sudah bisa hadir meluangkan waktu untukku."
"Pekerjaan kantor Mas, sudah di handel oleh asisten pribadi, jadi hari ini waktunya untuk acara kamu dan keluarga," jelas Mas Harry tanpa ku tanya.
"Om, Tante ... selamat ya!" ucap Mas Harry sambil mencium punggung tangan orangtuaku.
Dan itu Farah, duduk di barisan paling belakang, di dampingi oleh kakaknya. Namanya tadi di sebut paling akhir karena terlambat datang.
Langsung saja aku hampiri dia, lalu bersalaman dengan kakaknya.
"Far, kenapa baru kelihatan? Hapemu juga gak aktif?"
"Maaf hapeku lowbat, lupa ngecas. Papaku masuk rumah sakit, aku ikut jaga tadi malam. Terus bangun kesiangan deh, mana mau ke salon lagi, untung udah janjian sama yang punya salon," jelasnya panjang lebar.
"Oh seperti itu, semoga papamu lekas sembuh ya Far."
"Setelah selesai wisuda ini, apa rencanamu?" tanyaku lagi.
"Bekerja di kantor papaku. Oh iya, ada lowongan bagian admin, itu cocok buat mu Mey. Besok pagi antar saja surat lamaran ke kantor ya!
Nanti ku chat alamatnya," Farah menyarankan.
"Oke, aku duluan ya Far, sudah di tunggu keluarga ini," pamitku.
Selesai acara wisuda, dilanjutkan dengan foto bersama keluarga.
Mas Harry mengajak untuk foto berdua.
Aku merasa canggung, sumpah ini seperti mimpi. Di saat wisuda di kelilingi dengan orang yang ku sayang.
Duhh ... kok aku deg-degan ya, bila bertemu dengannya. Apa telah muncul rasa suka dan sayangku ke dia? tanya batinku.
Sesi foto selesai ...
Kami pun di ajak Mas Harry makan siang bersama di resto.
Lumayan lah di kasi tumpangan menaiki mobil Mas Harry yang full ac.
Mana cuaca di luar terik sekali karena musim kemarau. Untung ada calon suami ini.
*********
Sesampainya di resto, telah disediakan tempat khusus untuk kami sekeluarga.
Rupanya Mas Harry sudah membooking tempat duduk ini, tiga hari sebelum acara wisudaku. Ohhh ... bener-bener surprise untuk kami sekeluarga. Berbagai menu tersedia di meja ini. Aku saling berpandangan ke Papa dan Mama. Seakan mengerti isi pikiran kami. Mas Harry mempersilakan kami untuk menyantap hidangan yang ada di meja. Terasa suasana siang ini penuh kehangatan dan kekeluargaan.
Selesai makan, kita berbincang-bincang ringan. Orangtua Mas Harry sebenarnya ingin hadir di acara wisudaku, tetapi ada pesta keluarga di luar kota. Tiba-tiba Papa membuka suara, dan berkata ke Mas Harry,
"Nak Harry, terima kasih atas bantuannya kemarin ya, karena usaha om lagi sulit, menurun terus omzetnya,"
Jelas Papa dengan wajah murung.
"Iya sama-sama, saya ikhlas dan tulus koq membantu keluarga Om dan Tante. Sebentar lagi kita kan jadi keluarga besar," sahut Mas Harry sambil melirik ke arahku dan Kiki.
Papa mendapat tranferan dari Mas Harry seminggu sebelum wisudaku.
Aku bingung saat itu, tabungan yang ku punya tidak cukup untuk biaya wisuda.
Entah memang rezeky dari Allah,
Mas Harry menelpon Papa menanyakan rencana wisuda ku, jadi di gelar atau di undur karena ketiadaan biaya.
Cerita lah Papa tentang masalah sebenarnya. Dan Mas Harry pun mentransfer sejumlah uang untuk biaya itu, sekalian untuk menambahkan modal untuk usaha Papa.
Alhamdulillah nya lagi, besok aku akan melamar pekerjaan di perusahaan sahabatku. Langsung saja ku sampaikan kabar bahagia ini. Sambil mengucap syukur tak henti-hentinya, kami pun saling berpelukan.
Mereka bangga dan terharu padaku hingga meneteskan airmata.
"Ya sudah, selesai makan kita jalan-jalan yuk!" ajak Mas Harry mencairkan suasana.
"Ke pantai dong Mas," pinta Kiki bersemangat.
"Bagaimana dengan kerjaaan Mas di kantor," tanyaku lagi.
"Kan sudah di handle, Saya sudah khususkan hari ini, waktunya untuk kamu dan keluarga," ia menjelaskan.
Kalau Papa dan Mama setuju saja, yang penting melihat aku bahagia mereka sudah senang. Bisa membuka hati untuk Mas Harry, itu yang mereka inginkan.
********
Menempuh jarak selama dua jam, akhirnya sampai juga di tepi pantai.
Mobil memasuki pelataran parkir.
Kami pun keluar dari mobil secara beriringan. Kemudian memilih tempat duduk yang menghadap ke pantai. Udara terasa sejuk ....
Semilir angin berhembus, meniup pohon kelapa yang tumbuh tinggi, bergoyang kesana kemari. Deburan ombak saling berkejaran.
Menambah suasana romantis bagi insan yang sedang di landa asmara.
Kami memesan beberapa cemilan dan
Lima gelas air kelapa muda. Melihat pemandangan luas ini, hati terasa lapang dan tenang. Belakangan ini aku dan Mas Harry makin sering bertemu. Layaknya baru pacaran, perhatiannya selalu di beri penuh untukku, aku makin kagum padanya.
Seperti hari ini, ia mengorbankan waktu seharian, tanpa rasa lelah ia menyetir mobil sampai ke tempat ini, Nikmati sajalah semua ini, mengalir seperti adanya, batinku. Sementara ini aku fokus dulu untuk bekerja, biar tidak sia-sia ijazah yang ku punya. Karena sudah besar sekali pengorbanan orangtua untukku.
********
Oh iya, tadi aku sempat bingung, kalau di jemput bagaimana dengan sepeda motor ku. Ternyata Mas Harry berinisiatif untuk menyuruh asistennya membawa sepeda motorku pulang.
Tiinn ... tiinn ... tiinn ....
Sumpah ... kaget aku, hampir saja jantung ini copot berpindah ke dalam tas. Hee ... heee.
Sebuah mobil berhenti tepat di samping ku. Kaca mobil di turunkan pemiliknya dan ternyata lelaki tampan,berkulit sawo matang memasang senyum manis kepadaku. Dengan nunjukin wajah jutek tingkat dewi, ku lirik tajam lelaki itu sambil mengomel,
"Oalah ... Mas Harry toh. Kaget tau! Untung sayang," omelku.
"Cieee ... beneran udah sayang nih?" ledeknya. Membuatku tersipu malu.
"Yuk masuk!" ajaknya sambil membukakan pintu. Mobil pun melaju dengan kecepatan sedang.
"Maaf ya, udah ngagetin kamu. Abisnya lihat kamu lagi celingukan, bak sang dewi sedang nunggu jemputan dari pujaan hati gitu," kelakar nya.
"Hmm, ge er deh," sindirku sambil mencubit lengannya. Aroma parfum nya yang lembut terasa menusuk hidungku yang bangir ini. Seperti biasa ia memutar lagu romantis di cd mobilnya. Selera musiknya memang tidak di ragukan lagi. Paling tahu musik yang sedang hits jaman kini. Layaknya remaja sedang kasmaran, kami pun saling berpandangan.
🎵Aku merinduuuu ... ku yakin kau tauu. Cinta berusahaaa ... engkau jauh di mata, tapi dekat di doa. Aku merindukanmuuuu.🎵
Lagu pavorite bangeet, pikirku. Serasa nyaman bila di sampingnya. Menambah suasana romantis, di tambah lagi cuaca sore ini gerimis-gerimis manja gitu.
"Oh ya Mey, gimana rasanya hari pertama bekerja di perusahaan itu?" tanya Mas Harry.
"Senang lah Mas, cita-cita dari lama lo. Ingin bekerja di kantor, menggunakan ilmu akademik yang aku punya. Aku satu ruangan dengan manajernya. Menempati posisi sekretaris," jelasku.
"Wahhh ... hebat dong! Ternyata calon istriku ini pintar. Mampu menempati posisi penting di kantor," pujinya.
"Akan tetapi aku hampir terlambat tadi pagi. Karena ada kecelakaan menyebabkan macet panjang di simpang jalan menuju pasar. Alhamdulillah aku bisa mengatasinya," ucapku.
"Yang penting kamu hati-hati aja, selalu berdoa di mana pun berada," pinta Mas Harry sambil menggenggam tanganku.
"Ntar malam kita jalan yuk! Kita makan malam ma anak-anak biar lebih akrab.
Jam delapan malam saya jemput lagi," harapnya.
"Iya!" jawabku singkat.
Tak terasa sudah sampai di depan rumah.
Sepeda motorku sudah terparkir saja di depan pintu. Lalu Mas Harry keluar membukakan pintu mobil untukku. Kemudian aku pun turun, sambil mengucapkan terima kasih.
Bersambung ....