Bab 18.
Ketiga maling itu berpikir karena baru selesai hajatan pasti penghuni rumah kelelahan, tidurnya nyenyak. Ternyata mereka salah perkiraan, memang lagi apes nasib mereka. Niatnya ingin menggasak harta benda, berupa mobil atau sepeda motor di garasi, karena garasi terbuat dari besi, mereka tak cukup alat untuk membobolnya, jadi beralih ingin masuk ke dalam rumah, untuk mencuri harta benda yang lain.
Mereka sampai babak belur di hajar oleh warga yang tiba-tiba datang tengah malam tadi. Tapi ngeri juga melihatnya, karena ada linggis dan pisau di tangan mereka. Syukur tak ada warga yang terluka, ternyata penghuni kompleks perumahan ini sangat bersahabat, aku senang tersosialisasi dengan mereka. Ketua RT nya juga baik, suka ke rumah memberi kabar kalau ada acara di lingkungan sini.
Pagi ini setelah sarapan, Mas Harry menerima telfon dari kantor polisi. Ia di suruh datang ke sana untuk membuat laporan dan ingin di mintai keterangan terkait kasus pencurian tengah malam tadi. Bagaimana pun juga ketiga maling itu harus di hukum, tak ada kata damai, karena sudah merusak rumah dan menganiaya orang lain. Aku tak bisa membayangkan, andai ada yang terbunuh gara-gara ulah maling tersebut.
Mereka memang sangat nekat, sudah di kepung warga pun masih melakukan perlawanan, karena membawa senjata, di kiranya bisa untuk membela diri. Ternyata mereka kalah banyak dari warga. Security komplek ini sangat sigap, maling yang sedang menyandera korban, bisa mereka lumpuhkan dengan ilmu bela diri. Tapi kejadian itu masih menyisakan trauma bagi seisi rumah ini, bagaimana tidak, tengah malam yang seharusnya sunyi seketika berubah mejadi ramai seperti di pasar. Rauang sirene polisi ikut menambah rasa ngeri tersendiri di hati.
*******
Sejak kejadian percobaan pencurian itu, anak-anak tak berani tidur sendiri. Setiap malam mereka tidur di lantai atas di sebelah kamarku. Rey dan Mona tidur di temani oleh Mbok Nah. Tak apalah aku pun senang kamar di lantai atas jadi ramai penghuninya. Karena peristiwa itu, keamanan komplek ini semakin di perketat, tak mau kecolongan lagi. Security yang berjaga di pintu masuk perumahan, menerapkan sistem buka kaca mobil kalau masuk atau keluar komplek, dan bagi pengendara sepeda motor, wajib buka masker sebentar bila lewat pos penjagaan.
Biasanya palang di pintu masuk itu, selalu di tutup kalau sudah pukul sepuluh malam. Apa ketiga maling tersebut berjalan kaki menuju rumah korbannya. Benar-benar aneh juga menurutku. Untuk lebih jelasnya bisa minta di putar ulang kamera cctv yang ada di pos jaga tersebut. Sistem ronda sampai pagi juga di terapkan oleh ketua RT, mereka memungut iuran setiap bulannya untuk uang keamanan.
Tak apalah asal komplek aman, uang bisa di cari, kalau nyawa tak akan tergantikan.
Selepas tengah hari, suamiku baru pulang dari kantor polisi. Ia menjawab dua puluh pertanyaan yang di berikan oleh penyidik. Sebelum kejadian itu, maling tersebut sejak siang sudah mondar-mandir menggunakan motor untuk membaca situasi di rumah ini. Karena itu setiap kendaraan yang masuk komplek di kira security adalah tamu yang kami undangan. Sejak aku tinggal di komplek sini, baru kali ini warganya membuat acara. Makanya bisa kecolongan, tak begitu ketat sitem keamananannya.
Hari ini Mas Harry tak masuk kantor, rencana dua hari ini ingin memulihkan lengannya yang terluka. Anak-anak masih belajar online, sesekali aku membantu mereka belajar, biasanya sebelum hamil dan melahirkan, aku yang menjadi guru mereka. Sekarang sudah ada guru les private yang datang setiap pagi untuk membantu dan menyelesaikan tugas mereka.
Bayi mungilku tumbuh semakin sehat dan bijak, ia sudah bisa mendengar mana suara Papa atau Mamanya dan mulai tanda juga wajah orangtua dan kedua kakaknya. Seperti kemarin, Mona si gadis kecil masih tidur bersama kami malam ini dan itu artinya si Papa mengalah tidur di sofa lagi. Ketika aku menyusui Zahrana yang terbangun di tengah malam, tiba-tiba Mona mengigau menyebut "mama ... mamaaa," ku raba dahinya terasa hangat, sepertinya ia demam, mungkin kangen dengan mamanya.
Karena sejak aqiqahan Zahrana, Bu Arini tak pernah datang lagi ke sini melihat anaknya. Mungkin gadis kecil ini kangen dengan mamanya. Sesekali masih juga ia mengigau menyebut nama itu lagi. Aku keluarkan dari dalam lagi meja rias, plaster untuk kompres anak, lalu ku tempelkan ke dahinya. Mas Harry terbangun mendengar suara laci yang ku buka. Ia melihat ke arahku, dan Mona. Ia Menyentuh dahinya lalu membangunkan untuk di berikan minum air hangat. Agar tubuhnya berkeringat dan panasnya keluar.
Mungkin kalau malam tidurnya masih merasa takut atau memang kangen dengan mamanya, itu lah yang mau aku tanyakan setelah bangun nanti. Kadang anak kecil takut mengungkapkan isi hatinya. Terlebih aku ini ibu baru bagi mereka. Sebisa mungkin aku perlakukan seperti anak kandung sendiri. Tak mau membedakan, agar mereka merasa nyaman tinggal bersama Bundanya ini.
*******
Pagi ini aku mulai aktifitas seperti biasa, luka di lengan Mas Harry sudah mengering. Rencananya ia akan masuk kantor pagi ini. Pakaian dan tas kerjanya sudah aku siapkan, tak lupa dasi kesayangan yang sering di gunakannya, sudah aku cocokan dengan warna bajunya. Ia paling suka memakai dasi berwarna biru bermotif bunga kecil, katanya sih, agar hatinya selalu biru sehangat langit, dan sehangat cintanya padaku.
"Selamat pagi honey!" Ucap Mas Harry ketika keluar dari kamar mandi. Ia mengecup keningku dengan hangat.
"Pagi juga Papa Zahranaaa," sahutku, sambil membalas kecupannya.
"Wihhh ... harum benar kamu, Mey!" pujinya.
"Pastilahhh ... kan udah mandi," sahutku sambil menjentikkan jari.
"Selamat pagi kesayangan Papaa!" Mas Harry mencium pipi Zahra yang baru bangun, ia menggeliat lucu, sambil membuka matanya.
"Mas ... luka kamu bagaimana, masih ngilu kah?" tanyaku sambil memegang lengannya.
"Tak apa, sudah mengering kok, hanya sesekali ngilu. Karena jarang di gerakkan, entar kalau sudah sembuh, pasti normal kembali," jawabnya menenangkanku.
"Sini, aku bantu untuk memakaikan kemeja!" pintaku sambil memegang tangannya.
"Terima kasih, Sayang! Gak usah terlalu khawatir, Mas bisa kok! Emangnya Zahrana bisanya nyusu dan ngompol " ledeknya.
"Sudah-sini, aku bantu! Entar kangen lo, kalau udah nyampe kantor," godaku.
"Iya-iya, untuk kamu, apa sih yang gak Mas lakuin!"
"Halahhh ... pagi-pagi udah ngebucin." Aku mencebikkan bibir ke arahnya.
Setelah berpakaian rapi, Mas Harry turun ke lantai bawah, aku mengekor di belakangnya sambil menggendong Zahrana. Biasanya bayi mungilku mandinya di kamar mandi bawah, agar tak payah membawakan air hangatnya.
Ku hidangkan sarapan untuk Mas Harry, nasi gurih lengkap dengan telur dadar dan tempe balado, serta segelas teh hangat sudah ada di samping piringnya.
"Rey sama Mona, mana kok belum kelihatan?" tanyanya lagi.
"Suruh turun, Mey! Biar sarapan sama-sama!"
"Sebentar, Mas, biar aku panggilan!" sahutku.
"Biar saya saja yang panggil anak-anak, Bu!" ucap Mbok Nah sambil menaiki anak tangga.
"Oh, iya, terima kasih, Mbok!" jawabku.
Bersambung ....