Chereads / The Chapter / Chapter 30 - RAIN (Part 3)

Chapter 30 - RAIN (Part 3)

Di tengah sunyinya malam aku terbangun karena tubuh ku mulai mengeluarkan keringat, wajah ku sudah sepenuhnya basah karena keringat yang terus mengalir.

Aku menoleh kesamping dan Ryu tak ada di situ. Aku mencoba untuk bangun dan mencari keberadaan Ryu. Ku paksakan kaki ku untuk berjalan walau sebenarnya luka yang ada di kaki ku belum sepenuhnya kering.

Aku mengitari seluruh sudut yang ada di kamar Ryu dan ku dapati Ryu sedang berbaring di atas sofa yang tepat mengarah ke jendela besar di kamar Ryu. Ku jatuhkan tubuh ku diatas lantai dengan posisi ini aku bisa dengan jelas melihat wajah Ryu. Lekat-lekat ku perhatikan wajahnya. Bahkan saat tertidur pun pria satu ini tetap saja tampan, seolah-olah wajahnya menolak untuk terlihat jelek walau sedikit.

Tangan ku bergerak dengan sendirinya mengelus wajah Ryu. Dia pasti seharian ini sudah sangat lelah merawat dan menjaga ku. Terlebih dengan kaki yang sedang diperban pasti sangat sulit baginya untuk bergerak dengan bebas. Namun dia tetap dengan senang hati melakukan semuanya demi diriku.

Pria yang awal kehadirannya bagai mimpi buruk di siang hari kini berubah menjadi pria yang paling tak ingin ku lepaskan tangannya. Kehadirannya yang selalu membuat ku kebingungan kini berubah menjadi tujuan baru bagi ku. Senyumnya yang saat pertama ku kira akan menjadi musim dingin bagi ku kini berubah menjadi musim semi yang bahkan seterusnya tidak akan pernah berganti.

Kini aku sepenuhnya sadar bahwa perasaan ini sudah menjadi miliknya dan hanya tertuju padanya. Walau di lain sisi hati ku tetap masih ada dia yang terus menunggu ku diruangan yang hanya di penuhi oleh kegelapan. Atau bukan dia yang menunggu ku, tetapi aku yang terus menahannya untuk pergi. Aku yang tak bisa membebaskannya.

Aku bahkan takut jika ditengah-tengah aku akan kembali ragu dan hujan akan kembali turun di antara kami berdua. Bahkan mungkin nanti tak hanya hujan yang akan turun melainkan badai besar yang akan memisahkan aku dan Ryu. Memikirkannya saja aku tak sanggup, namun kemungkinan hal itu terjadi pasti selalu ada walau hanya nol koma satu persen.

Apakah hujan akan kembali turun Ryu?. Apakah kali ini kau akan memayungi ku saat hujan turun?. Atau kau akan melepaskan tangan ku saat badai mencoba memisahkan kita?.

***

"Kenapa berhenti?." Ryu tiba-tiba bersuara dengan begitu lirih dan lembut.

"Tetaplah mengelus wajah ku." Dia mengambil tangan ku dan mengelus wajahnya dengan tangan ku sambil tetap terpejam.

"Apa tubuh mu merasa sakit Sunny?." Ryu bertanya karena heran melihat ku terbangun di tengah malam.

"Tidak. Aku baik-baik saja." ucap ku pelan.

"Lalu kenapa kau terbangun?. Apa kau bermimpi buruk?." Kali ini Ryu membuka matanya dan pandangan kami bertemu.

"Tidur ku sangat nyenyak, hanya saja badan ku sedikit berkeringat tadi." Ucap ku sambil tersenyum kecil.

"Apa aku membangunkan mu?." Aku sedikit merasa bersalah karena membuat Ryu terbangun.

"Tidak … aku begitu senang saat pertama kali membuka mata yang ku lihat adalah wajah mu." Dengan lembut semua kata-kata itu keluar dari mulut Ryu, membuat ku sedikit salah tingkah.

Untung saja pencahayaan kamar ini tidak terlalu terang, sehingga Ryu tidak menyadari wajah ku sudah merah padam hanya karena kata-kata yang di ucapkannya.

"Tidurlah … aku juga akan kembali tidur." Ucap ku masih dalam keadaan tersipu malu.

Aku mencoba untuk berdiri, namun ternyata tidak semudah yang ku bayangkan. Luka di kaki ku terus saja berteriak kesakitan jika aku bergerak sedikit saja.

Ryu sepertinya sadar jika aku kesulitan untuk berdiri. Dia pun akhirnya berdiri dan mengangkat tubuh ku masuk kedalam pelukannya.

"Kau seharusnya tak perlu sampai menghampiri ku, cukup panggil aku saja." suaranya terdengar begitu berat, aku bahkan bisa dengan jelas melihat jakunnya yang naik turun saat berbicara.

"Sunny apa yang kau pikirkan sekarang?!." Gumam ku memarahi otak ku yang terus-terusan memikirkan hal yang tidak-tidak.

Aku terus sibuk mengalihkan imajinasi ku yang terlampau melewati batas, sampai aku lupa bahwa Ryu sudah meletakan tubuh ku diatas kasur.

"Apa kau akan terus menahan ku seperti ini Sunny?." Tanpa sadar aku sejak tadi masih melingkarkan tangan ku di atas leher Ryu.

"Ahh … maaf." Ucap ku gugup.

"Sekarang kau tidurlah, aku akan menemani mu sampai kau tertidur." Ucapnya sambil merapikan selimut yang tidak sempurna menutupi tubuh ku.

Sesaat suasana diantara kami berdua hanya keheningan, bahkan suara jangkrik kini terdengar lebih besar daripada suara napas ku.

"Ryu apa aku boleh bertanya sesuatu?." Aku berusaha untuk memecah keheningan.

"Mmm …." Ryu sambil mengangguk pelan.

"Jika suatu saat aku memanggil mu untuk datang, apa kau akan langsung datang pada ku?." aku menggigit lidah ku, ragu akan jawaban yang harus ku terima dari mulut Ryu.

Ryu tak langsung menjawab pertanyaan ku sejenak dia memilih diam sambil menatap wajah ku.

"Kenapa kau bertanya seperti itu?."

"Ahh … aku hanya iseng saja. Jika kau tak ingin menjawab, tidak apa-apa."

Ryu mengambil napas sebelum akhirnya benar-benar menjawab pertanyaan ku. "Tentu saja aku akan datang, bahkan jika kau tidak memanggil ku, aku akan tetap datang."

Sejenak ku pikir itu adalah kebohongan yang Ryu ciptakan hanya untuk membuat ku senang, namun aku sadar ucapan itu bukanlah kebohongan sorot matanya sama sekali tidak menggambarkan Ryu sedang berbohong. Aku hanya bisa tersenyum mendengar jawaban Ryu. Hati ku seperti di taburi oleh bunga sakura.

"Ryu … maafkan aku. Sebelumnya aku begitu kasar dan mengabaikan semua kebaikan mu. Sejujurnya aku sama sekali tidak bermaksud seperti itu. Aku terlalu bingung menghadapi kehadiran mu yang begitu tiba-tiba dalam hidup ku. Hidup ku yang selama ini hanya berisikan diriku sendiri lalu dengan kemunculan mu yang begitu mendadak aku menjadi tidak bisa berbuat apa-apa. Dan kalau boleh jujur aku begitu senang saat mendapat semua perhatian dari mu dan aku juga tidak bermaksud untuk mempermainkan perasaan mu. Aku hanya terlalu bingung untuk menghadapi dirimu. Dan alasan lainnya adalah karena masa lalu ku …." Aku berhenti sejenak dan menoleh kearah Ryu, dia terus mendengarkan semua penjelasan ku.

"Aku tidak bisa menceritakannya sekarang, tapi aku janji suatu hari aku akan menceritakannya pada mu. Karena aku juga ingin memperbaiki semua hal yang terjadi di antara kita." lanjut ku.

"Apakah dengan berlari-lari sambil terluka dan menyakiti diri mu sendiri termasuk cara untuk memperbaiki hubungan kita?." Tiba-tiba suara Ryu terdengar setengah kesal.

"Aku tidak bermaksud untuk menyakiti diri ku sendiri. Hanya saja saat aku mencoba untuk berbicara dengan mu tapi kau terus saja mengabaikkan ku. Saat kau mengirimkan bunga untuk ku, aku masih mencoba untuk mengejar mu dan ternyata saat itu hujan turun aku tidak bisa memikirkan apapun selain dirimu. Lalu ke esokkannya aku mendengar kaki mu terluka, jadi tanpa sadar aku terus berlari menuju rumah mu sampai di tengah jalan aku terjatuh dan ya … kau lihat sendiri tubuh ku terluka." Aku tersenyum kikuk di hadapan Ryu.

"Tapi … ini semua bukan salah mu. Aku melakukannya atas niat ku sendiri. Jadi tolong jangan menyalahkan dirimu lagi."

Raut wajah Ryu sama sekali tidak menunjukan bahwa dia lega setelah mendengar penjelasan ku. Tiba-tiba dia mengambil tangan ku dan menutupi wajahnya.

"Kau tahu aku sama sekali tidak bermaksud untuk mengabaikan mu. Saat di hotel aku berpura-pura untuk tidak melihat mu padahal aku dengan jelas melihat mu menunggu ku lebih dari satu jam, lalu saat aku mengantar bunga untuk mu dan melihat mu berlari kesana kemarin untuk mengejar ku, aku berusaha untuk menahan sekuat tenaga agar tidak berlari kearah mu. Semua itu ku lakukan, karena hanya dengan begini aku bisa terus menyayangi mu Sunny. Setelah pertengkaran malam itu, aku terus berpikir untuk melupakan mu, namun aku sadar tidak akan semudah itu."

"Dan aku ingin meminta maaf karena keegoisan ku, tanpa sadar aku terus memaksakan diri ku untuk mu tanpa mencoba mengerti keadaan mu, tanpa mencoba mencari tahu alasan dibalik semua tingkah mu terhadap ku. Aku terlalu cepat terbawa emosi dan semua ini salah ku Sunny." Ryu terus menyalahkan dirinya atas sesuatu yang bahkan tidak di rencanakannya untuk terjadi.

"No … it's not your fault. Kita berdua hanya tidak mengkomunikasinnya dengan baik hingga kesalahpahamannya jadi berlarut seperti sekarang." Aku berusaha untuk menenangkannya.

"Jadi apakah semua kesalahpahaman ini sudah berakhir?." Ryu kembali mengangkat wajahnya.

Aku mengangguk pelan dan tersenyum hangat kepadanya. Dia pun membalas ku dengan senyum lebar yang begitu cerah, hingga rasanya kamar ini begitu terang hanya karena senyumnya.

***

Ryu aku tak tahu apakah ini akhir dari hujan panjang yang terus menerpa kita berdua, tapi yang jelas aku sudah memulai langkah pertama ku. Aku pun tak bisa menjamin semua akan berjalan lancar seperti keinginan kita berdua tapi satu hal yang bisa ku janjikan kali ini aku tidak akan bimbang lagi, aku akan terus mengejar mu hingga aku bisa menyamakan langkah kita berdua. Kau teruslah berlari, jangan berhenti, karena kali ini aku yang akan mengejar mu.

Tak perlu terburu-buru, pelan-pelan saja. Aku yakin sebentar lagi pelangi akan muncul dan hujan ini akan berhenti. Kau tak perlu takut semua akan baik-baik saja selama kau terus mengenggam tangan ku dan aku akan terus ikut melangkah bersama mu. Saat itu akan tiba. Dimana akhirnya langkah kita akan sejajar.

"Sunny apakah kali ini kau memberi ku izin untuk sekali lagi mencintai mu?. Jika memang begitu maka bersiaplah, karena kali ini aku akan mengikat mu lebih kuat daripada sebelumnya."

"Ryu"