"Sunny apa kau baik-baik saja?." Cecil bertanya pada ku dengan penuh kekhawatiran.
Aku tak tahu apa yang membuatnya khawatir, karena aku merasa diriku baik-baik saja.
"Apa maksud mu Cecil?." Aku bertanya kebingungan.
"Really Sunny … look at yourself. Wajah mu pucat sekali Sunny."
"Benarkah?."
Cecil menghela napas, seperti tidak percaya bahwa aku tidak sadar akan keadaan ku sendiri.
Lalu Cecil menyentuh wajah ku dengan tangannya, seperti sedang mengukur suhu tubuh ku.
"Sunny kau benar tidak apa-apa?." Cecil kembali bertanya untuk kedua kali.
"Ya … I'm good." Jawab ku singkat.
"Kau sedang demam Sunny. Apa kau tidak merasakan bahwa tubuh mu sekarang sangat panas."
Aku langsung menempelkan tangan diatas dahi ku dan memang sedikit terasa lebih hangat dari biasanya, tapi aku merasa baik-baik saja. Tubuh ku juga tidak merasa ada yang sakit.
"Memang sedikit hangat sih." Ucap ku.
"Apa kau kehujanan kemarin?."
"Ahh … iya aku kehujanan." Aku sambil mengangguk pelan.
***
Hujan. Ya aku kehujanan karena kebodohan ku sendiri. Berlari tanpa arah untuk mengejar bayang mu yang jelas-jelas sudah tidak ada lagi. Apakah ini bentuk penyesalan?. Apakah bisa hati yang urusannya belum selesai merasakan penyesalan?. Apakah pantas jika aku merasa sedih sedangkan dihati ku masih ada dia?. Lalu sekarang ini apa yang kurasakan?. Kenapa hati ku terasa begitu berat bila diabaikan oleh mu?. Pantaskah bila semua ini ku rasakan?.
Aku seperti seperti daun yang jatuh tertiup angin. Bergerak tak tentu arah, lalu kemudian jatuh ke atas tanah tanpa sempat meminta pertolongan. Aku tak bisa menentukan arah ku sendiri. Perasaan ku selalu bimbang. Aku selalu ragu. Hingga pada akhirnya keraguan ini tampak seperti sebuah permainan dimata mu. Permainan yang ku ciptakan hanya untuk mempermainkan perasaan mu.
Namun tahukah kau setiap hari aku harus berjalan diatas lapisan es yang tipis, sedikit saja kesalahan aku akan jatuh didalam lautan dingin yang gelap, tanpa satu orang pun menolong ku. Tahukah kau setiap kali aku melihat mu hati ku akan merekah bagai bunga mawar, tapi tidakkah kau ingat bahwa bunga mawar memiliki duri yang tajam, hingga dapat menusuk jauh kedalam hati ku. Tahukah kau betapa inginnya aku tersenyum pada mu setiap kali melihat mu, tapi bibir ku terkunci rapat dan aku sudah lama membuang kuncinya.
Setiap kali melihat mu aku merasakan semua hal ini secara bersamaan. Aku kebingungan Ryu. Tak bisakah kau melihat itu. Tak bisakah kau menerjemahkan semua tindakan yang ku lakukan pada mu selama ini.
Tapi inilah kebodohan ku. Aku mengharapkan mu untuk mengerti keadaan ku tanpa pernah mencoba untuk mengerti keadaan mu, tanpa pernah sekali pun mencoba untuk membicarakannya pada mu. Begitu bodohnya aku hingga langit pun terkadang menertawakan ku.
Seharusnya aku sudah mengatakan semuanya pada mu. Tapi aku tak sanggup melakukannya. Aku terlalu takut. Rasanya jika aku mengatakan semuanya pada mu terasa seperti sebuah pengakuan bahwa Ryu-ku sudah tidak ada dan aku masih belum bisa menerima itu. Bagaimana bisa aku menerima kenyataan jika saat aku membuka mata pun aku masih bisa melihatnya menemani ku. Bahkan setelah 13 tahun kepergiaannya aku masih belum bisa melupakannya.
Aku tahu ini adalah masalah yang harus ku hadapi sendiri. Aku tak bisa melibatkan mu, karena pada akhirnya semua ini akan kembali lagi kepada ku.
***
Kehadiran mu dan pernyataan cinta mu terlalu tiba-tiba Ryu. Semuanya terlalu cepat. Aku bahkan belum melakukan persiapan apapun dan kau sudah ingin mencapai garis finish. Aku tak mampu mengejar ketertinggalan ku Ryu. Jarak kita sudah terlalu jauh, sangat jauh bahkan apabila aku lari dengan kecepatan 10 kali lipat tidak tetap tidak akan bisa menyamai langkah mu. Lalu jika sudah begini siapa yang salah?. Apakah kau akan menyalahkan ku?. Apakah karena ini semua kesalahan ku hingga kau memilih untuk menjauhi ku?.
Kau tahu Ryu aku sudah membulatkan tekad ku untuk memperbaiki ini. Walau aku tak tahu harus memulai dari mana tapi aku akan tetap akan mencobanya. Walaupun aku tak tahu apakah pada akhirnya kau akan memaafkan ku. Tapi aku tak ingin semua berakhir dengan penyesalan. Entah pantas atau tidak aku mengatakannya tapi aku tak ingin semua berakhir seperti ini. Izinkan aku mencoba, sekali ini saja jika memang tak bisa merubah pikiran mu maka aku tak akan memaksa mu.
Kali ini tak hanya untuk mu tapi untuk dia dan untuk diriku. Ku mohon.
***
"Hey Sunny … kau baik-baik saja?." Cecil melambaikan tangannya beberapa kali tepat dihadapan wajah ku.
"Ahh … aku baik-baik saja." aku menjawab singkat.
"Apa kau yakin?. Sejak tadi kau hanya diam. Apa kita kerumah sakit saja?." Suara Cecil terdengar sangat khawatir sekarang bahkan jauh lebih khawatir dari sebelumnya.
"Tenang saja aku tidak apa." Aku berusaha untuk tersenyum walau sekarang kepala ku mulai terasa sakit.
"Apa kita ke apotek saja jika kau tak ingin kerumah sakit."
"Sudahlah kau masih ada kelaskan, jadi tak perlu repot-repot. Aku akan menelpon mu jika terjadi sesuatu." Aku tersenyum dan beranjak untuk pergi
.
"Ingat kau harus menelpon ku."
Aku tak menjawab apa-apa dan hanya mengangguk.
***
Hari ini pun aku tak melihat Ryu.
"Apa hari ini dia masih ada kegiatan di luar?." Gumam ku dalam hati.
Tanpa pikir panjang aku segera menuju Hotel Park 5 untuk memastikan, berharap kali ini aku bisa bertemu dan berbicara dengan Ryu.
Tapi tubuh ku seolah-olah tak mengizinkan ku untuk pergi. Kepala ku semakin terasa sakit, dahi ku sudah tidak terasa hangat lagi sekarang bahkan sudah sangat panas, dan seluruh tubuh ku mulai terasa sakit. Tapi jika tidak hari, aku tak tahu kapan akan seberani ini.
Sebentar saja. Setelah bertemu dengannya aku akan segera pulang dan istirahat.
Setelah sampai aku langsung menuju resepsionis dan menanyakan apakah masih ada kegiatan seminar hari ini. Dan ternyata hari ini tidak ada kegiatan apa pun, aku seperti di tampar untuk kedua kalinya.
Jika tidak ada kegiatan apa pun, lalu dimana Ryu?.
Dan terlintas di pikiran ku untuk menelpon Bi Minah. Aku pun tak bisa mengelak kali ini karena ini satu-satunya cara untuk mengetahui keberadaan Ryu.
Aku segera mengambil handphone ku dan menelpon Bi Minah.
"Hallo Bi? ….."
"Ya Sunny ada apa?."
"Ada yang ingin ku tanyakan?. Apa bibi tahu dimana Ryu?."
"Ryu ada dirumah, kakinya terluka pagi tadi jadi Ryu tidak bisa masuk hari ini."
Bagai mimpi buruk di siang hari. Jantung ku berdegup kencang sesaat setelah mendengar ucapan Bi Minah. Aku dengan panik langsung mematikan handphone ku dan berlari menuju rumah Ryu.
Kenapa ini?. Kenapa kakinya bisa terluka?. Apa yang dilakukannya hingga kakinya bisa terluka?. Apa penyebanya aku?.
Sepanjang jalan aku tidak bisa berpikir jernih. Sekujur tubuh ku terasa dingin. Aku sama sekali tidak bisa menenangkan diri.
Aku terus berlari. Aku bahkan sama sekali tidak peduli apa yang ada didepan ku. Saat ini yang ada didalam pikiran ku hanyalah Ryu. Aku ingin menemuinya sekarang juga. Tapi semuanya tak mungkin berjalan sesuai rencana ku. Di tengah perjalanan aku terjatuh di atas kerikil. Gaun ku koyak, lutut ku berdarah dan telapak tangan ku tergores oleh kerikil yang tajam.
Namun entah mengapa, aku masih sanggup untuk bangkit berdiri. Aku pun tak tahu kekuatan dari mana yang menyusup kedalam tubuh ku, setelah jatuh separah ini aku masih terus berlari hingga sampai kerumah Ryu.
"Bi! …." Panggil ku dengan napas yang masih terengah-engah.
"Bi Minah! …." Aku menerobos masuk menuju dapur.
"Sunny apa yang terjadi pada mu?." Wajah kaget Bi Minah tak bisa lagi di sembunyikan saat melihat kondisi tubuh ku yang sudah tidak karuan.
"Dimana Ryu?." Aku dengan panik bertanya kepada Bi Minah.
"Tenangkan dirimu Sunny. Ryu tidak apa-apa hanya luka kecil saja. Sekarang seharusnya kau memperhatikan keadaan mu."
"Aku baik-baik saja. Aku ingin menemui Ryu. Ku Mohon."
Bi Minah menghela napas karena desakan ku. "Kau naiklah keatas kamarnya ada di sebelah kiri."
Tapi perlu pikir panjang aku langsung naik ke lantai atas.
"Sebelah kiri."
"Sebelah kiri." Aku terus mengulang kalimat itu dengan panik.
Mata ku langsung tertuju pada pintu kayu hitam yang ada di sebelah kiri.
Secepat kilat aku membuka pintu itu. Aku masuk kedalamnya dan mencari keberadaan Ryu.
"Ryu." Panggil ku. Tubuh ku bergetar hebat dan aku sudah tidak bisa memikirkan hal apa pun.
Dan mata ku menangkap sosok Ryu sedang duduk diatas ranjangnya. Betapa leganya saat aku melihat wajahnya. Namun kelegaan itu terasa begitu menyesakkan di dadaku.
Ryu tak duduk sendirian di ranjang itu ada sosok perempuan di sampingnya. Ada Hana di sampingnya. Tak hanya menemaninya duduk mereka bahkan bermesraan diatas ranjang. Terlihat jelas tangan Hana menggenggam manis tangan Ryu.
Betapa bodohnya aku, berlari seperti orang gila hanya untuk menemui laki-laki yang sudah memiliki pasangan disampingnya.
Hati ku bagai terkoyak. Begitu pedih hingga aku tak bisa lagi mengutarakannya dengan kata-kata.
***
Ryu hanya menatap ku kebingungan. Di tambah penampilan ku yang begitu kacau dia pasti sekarang menganggap ku sudah gila.
"Aku rasa kau baik-baik saja. Aku kesini hanya untuk memastikan keadaan mu." Mulut ku bergetar dan setiap kata yang keluar dari mulut ku seperti dipaksaankan untuk keluar.
"Baiklah. Aku pergi." Tingkah ku seperti orang bodoh aku bahkan tidak bisa berbicara dengan baik. Suara ku bergetar dan terbata-bata.
Dan bodohnya bahkan setelah melangkah pergi aku masih menoleh kearah Ryu yang dari awal tidak mengatakan sepatah kata pun kepada ku. Tapi dengan penuh kepercayaan diri aku masih mengharapkan dia menahan ku untuk pergi. Namun kenyataannya tak begitu dia tak mungkin menahan pergian ku saat ada Hana di sampingnya.
Dengan berat aku melangkahkan kaki ku. Entah mengapa kaki ku semakin berat untuk di gerakan dan tubuh ku terasa remuk tak berbentuk. Semakin ku paksakan untuk berjalan semakin sakit pula tubuh ku. Bahkan sekarang tak hanya tubuh ku kepala ku juga mulai terasa sakit, begitu sakit seperti diikat ribuan kain.
Pijakan ku semakin lama semakin goyah. Pandangan ku mulai kabur. Aku merasa sudah tidak mampu menopang tubuh ku.
"Apa aku akan pingsan?." Gumam ku dalam hati.
"Jangan disini. Ku mohon."
Tapi tubuh ku tak berkata demikian. Dalam sekejap pandangan ku menjadi hitam dan akhirnya tubuh ku tumbang tepat didepan pintu kamar Ryu.
Setelah itu aku hanya bisa merasakan hitam disekeliling ku.
"Sunny apakah aku sudah membuat mu sangat menderita, hingga kau harus sampai terluka seperti ini. Maafkan aku. Sekarang kau bangunlah, aku tak sanggup jika harus melihat mu terbaring tak berdaya seperti ini. Dada ku terasa begitu sesak Sunny. Ku mohon bangunlah."
"Ryu"