"Haa!!." Aku membanting keras pintu kamar.
"Apa laki-laki itu sudah gila?. Suka?!. Apa maksudnya dengan suka?!. Padahal kami selama ini selalu bertengkar dan dia tiba-tiba bilang suka?!."
"Arrggghhh!!!!."
Semuanya berakhir kacau. Aku tak menyangka bahwa Ryu akan bertanya seperti itu. Padahal aku sudah berusaha untuk merubah keadaan ini, walau aku juga tidak tahu bagaimana hasilnya.
Aku sadar sekali bahwa selama ini aku selalu mengabaikannya, tapi semua itu ku lakukan bukan karena aku tidak menyukainya, hanya saja aku punya alasan sendiri untuk hal itu. Dia bahkan tidak menanyakan alasan mengapa aku selalu mengabaikannya. Dia bahkan tidak mencoba untuk mengerti keadaan ku. Tapi dengan mudah dia langsung tersulut api.
Lalu apa maksud perkataannya barusan.
"AKU MENYUKAIMU SUNNY."
"Bukankah dia sudah memiliki Hana. Lalu kenapa dia menyatakan perasaannya dengan ku. Apa dia ingin menjadikan ku selingkuhannya."
"Dasar dosen gila!." Ungkap ku kesal.
Setelah kejadian kemarin, aku menjadi semakin bingung bagaimana cara menghadapinya.
Tapi setidaknya aku harus meminta maaf kepada Ryu, karena sudah mengusirnya dengan paksa kemarin.
***
"Apa-apaan ini kenapa aku tidak melihat dosen itu, seharian ini?." Gerutu ku dalam hati.
Karena memang seharian ini aku tidak melihat dosen itu.
"Apa sesuatu terjadi pada dosen itu?." Entah mengapa pikiran ku menjadi tidak tenang.
Bahkan sempat terlintas didalam pikiran ku bahwa Ryu tidak masuk karena terlalu galau, perihal kejadian semalam. Namun aku menepis jauh-jauh pikiran itu, karena tidak mungkin pria bersumbu pendek itu akan menggalau hanya karena hal seperti itu.
Tapi kenapa pikiran-pikiran aneh ini selalu saja muncul didalam kepala ku. Bukannya aku khawatir hanya saja, aku merasa sedikit tidak tenang. Bagaimana kalo sesuatu benar-benar terjadi padanya?.
"Ahh … sungguh merepotkan." Aku kembali menggerutu kesal.
Aku juga tidak mungkin langsung menelpon Bi Minah, pasti akan langsung ketahuan jika aku mencarinya seharian ini.
Aku terus memutar otak memikirkan cara untuk mengetahui keberadaan dosen itu.
Lalu sorot mata ku menangkap keberadaan Cecil.
Cecil seperti infotainment berjalan hampir semua kabar terkini di kampus ini tak luput dari jangkaun Cecil. Dan aku yakin seratus persen Cecil pasti tahu keberadaan Ryu.
Tapi bukankah akan mencurigakan jika aku bertanya kepada Cecil. Anak itu pasti akan terheran-heran dan segera mengintogerasi ku dengan segudang pertanyaan. Membayangkannya saja aku tak berani. Tapi dilain sisi jika aku tidak bertanya maka aku akan mati penasaran.
"Cecil?." Panggil ku dengan lembut.
"Ya … ada apa Sunny?." Tergambar jelas dimuka Cecil tanda tanya besar mengapa aku tiba-tiba memanggilnya walau dia sudah berusaha menutupinya dengan suara yang begitu tenang.
"Boleh aku bertanya sesuatu." Ungkap ku ragu.
Dengan secepat kilat dia langsung berpindah duduk kehadapan ku.
"Tentu saja." Cecil sambil tersenyum.
Entah apa maksud dari senyum itu. Tapi yang jelas itu bukan pertanda baik.
"Mmm … seharian ini apa kau melihat Pak Ryu?." Aku tak tahu ekspresi apa yang sedang ku pasang di wajah ini, tapi saat ini aku sangat tegang.
"Tidak. Aku tidak melihat Pak Ryu." Cecil menjawab santai, namun sedikit pun matanya tak beralih dan terus memandangi ku.
Membuat ku semakin tegang.
"Apa kau tahu keberadaannya?." Aku kembali bertanya, kali ini aku berusaha agar suara ku terdengar normal.
"Ya …." Suara Cecil terdengar semakin mencurigakan.
"Bisa kau beritahu aku."
"Pak Ryu hari ini ada kegiatan seminar di luar. Aku rasa dia di bebas tugaskan hari ini. Mungkin juga dia tidak akan kembali lagi ke kampus."
"Apakah kau tahu dimana tempat seminarnya?."
"Mmm … kalo tidak salah tempatnya di Hotel Park 5."
Hotel Park 5?, aku baru pertama kali mendengar nama hotel itu. Apakah jauh dari sini?. Apakah aku harus benar-benar kesana demi dia?.
"Apa kau akan kesana Sunny?." Cecil memincingkan matanya dan menarik senyum di sudut bibirnya terlihat dia sangat curiga kepada ku.
"Apa maksud mu?. Aku hanya bertanya saja, tidak ada untungnya jika aku kesana." Tenggorokan ku bergetar hebat, Cecil pasti menyadarinya.
"Baiklah ... tapi lain kali kau harus janji kau akan cerita kepada ku. Kau tahu aku sudah tidak tahan untuk mengetahuinya."
"Baiklah aku harus masuk kelas Sunny. Sampai jumpa." Lalu Cecil beranjak pergi menuju kelas.
"Cerita?."
"Hey! Apa maksud mu Cecil." Aku berteriak untuk meminta penjelasannya, namun anak itu memang menyebalkan dia hanya melambaikan tangannya lalu tersenyum girang.
Aku menghela napas panjang. Apakah itu berarti Cecil tahu sesuatu antara aku dan Ryu. Jika Cecil tahu apakah itu berarti seluruh kampus juga tahu.
Dengan reflek tangan ku memukul meja. Bukan karena aku kesal hanya saja jika seluruh kampus tahu aku harus bagaimana. Nama ku pasti akan jadi bahan perbincangan hangat. Padahal selama ini ku pikir tidak akan ada yang menyadarinya walaupun memang tidak ada hubungan antara aku dan Ryu, tapi mulut-mulut itu pasti akan menambahkan bumbu-bumbu untuk menghangatkan cerita.
Sungguh menyebalkan. Sejak awal tidak ada yang berjalan lancar antara aku dan Ryu. Apa aku sudahi saja semuanya?. Jujur saja hati ku sudah sangat lelah, walaupun aku sudah berjanji dengan Bi Minah untuk mencoba tapi semuanya terasa begitu berat. Dan yang lebih mengesalkannya adalah walaupun aku sangat ini menyudahi ini semua, tapi didalam lubuk hati ku seperti ada setitik cahaya yang terus mendorong ku untuk maju. Berkali-kali aku mencoba untuk memadamkan cahaya itu, tetapi tidak berhasil yang terjadi malah sebaliknya cahaya itu semakin hari semakin membesar.
Tidak Sunny. Kau tidak boleh terus kebingungan seperti ini. Kau bahkan belum memulai apapun dan kini kau akan menyerah lagi. Tidak Sunny kau tidak boleh terus bimbang seperti ini. Lakukanlah demi diri mu dan dia. Dia yang selama ini tak pernah bisa kau lepaskan.
***
Sudah hampir sejam aku menunggu didalam lobby hotel dan Ryu masih belum keluar. Padahal acara seminar itu sudah selesai 15 menit yang lalu. Apa dia sudah pulang lebih dahulu?. Tidak mungkin, jika memang dia sudah pulang aku pasti sudah melihatnya. Apa jangan-jangan dia sudah melihat ku dan sengaja menghindari ku?.
Aku menggeleng-gelengkan kepala ku untuk menepis pikiran negatif yang entah datang dari mana. Ryu tak mungkin menghindari ku, karena dia yang memulai semua ini jadi tidak mungkin dia menghindari ku.
Aku mencoba menunggu 15 menit lagi. Tepat seperti dugaan ku setelah 15 menit Ryu akhirnya keluar. Aku beranjak berdiri dan perlahan menuju kearahnya. Namun sepertinya dia terlalu fokus berjalan, bahkan sesekali dia diajak bicara dengan rekan kerjanya. Tidak mungkin dia akan langsung sadar akan keberadaan ku.
Aku memberanikan diri untuk melambaikan tangan ku, sambil tersenyum kecil. Berharap Ryu menoleh kearah ku. Tapi Ryu sama sekali tidak menoleh kearah ku.
"Apa Ryu sengaja tidak menoleh kearah ku?." Gumam ku dalam hati.
Tidak mungkin Ryu pasti terlalu fokus, jadi dia tidak melihat saat aku melambaikan tangan kearahnya.
Aku mencoba sekali lagi melambai kearahnya, kali ini tak hanya melambaikan tangan, aku juga beberapa kali memanggil namanya. Bahkan aku sampai harus meninggikan suara ku, namun Ryu masih saja tidak menoleh.
"Apa dia sengaja?." Aku kembali bergumam didalam hati, namun kali ini aku sudah tidak bisa berpikir positif lagi, karena sudah sangat jelas bahwa Ryu memang sengaja mengabaikan ku.
Aku hanya bisa terdiam mematung melihat Ryu yang sudah semakin jauh berjalan kedepan, bahkan sudah melewati pintu masuk.
Saat ini aku memang sangat kesal. Tapi entah mengapa rasa kesal ku kali ini sedikit berbeda dari biasanya, terselip rasa kecewa didalamnya.
Aku tak tahu apakah aku boleh merasakan hal ini atau tidak, karena selama ini yang ku lakukan terhadap Ryu tak jauh berbeda dengan yang di lakukannya sekarang ini. Betapa menyakitkannya jika ini yang harus di rasakan Ryu setiap kali berusaha untuk lebih dekat dengan ku. Dan dengan sabar dia menerima semuanya, dan tetap masih berusaha untuk dekat dengan ku.
Betapa egois dan bodohnya aku jika berpikir bahwa Ryu tak akan berubah, bahwa Ryu tak mungkin menghindari ku. Aku terlalu percaya diri, aku terlalu terbuai dengan segala kebaikannya sehingga dengan percaya diri aku mengharapkan Ryu untuk memperlakukan ku sama seperti biasanya, di saat aku bahkan tak pernah menoleh kearahnya.
Sunny kau memang egois.
***
Aku kembali ke apartemen dengan menelan rasa kecewa. Dan yang lebih menyakitkannya adalah aku tahu bahwa rasa kecewa yang Ryu rasakan jauh lebih besar daripada ini.
Aku bahkan tidak bisa berbuat apa-apa untuk memperbaikinya.
"Mbak Sunny?." Petugas resepsionis memanggil nama ku.
"Iya." Aku menghentikan langkah ku dan berjalan menuju meja resepsionis.
Lalu petugas wanita itu mengeluarkan sebuah buket bunga besar, yang hampir semua bunganya adalah bunga matahari. Mata ku membelalak kaget. Sudah sangat jelas bahwa pengirimnya adalah Ryu.
"Seorang pria menitipkan buket ini untuk mbak. Dia menitip pesan untuk mbak. Dia mengatakan semoga mbak suka dengan bunganya." Petugas wanita itu dengan lembut meletakan buket itu tepat di atas tangan ku.
"Kapan dia mengirimkan buket ini?." Aku tidak bisa berbohong bahwa aku masih sangat ingin bertemu dengan Ryu.
"Baru saja." Jawab petugas itu dengan singkat.
Setelah mendengar jawaban petugas wanita itu aku langsung berlari menuju pintu keluar. Berharap bahwa Ryu masih ada di sekitar situ. Aku bahkan tidak peduli dengan hujan yang menghantam seluruh tubuh ku. Sekarang tak hanya bunga ini yang basah, tapi sekujur tubuh ku juga basah.
Aku terus berlari kesana kemari, melangkah tak tentu arah di tengah hujan yang terus mengantam tubuh ku dengan keras. Berharap Ryu akan datang saat melihat tubuh ku yang basah kuyup. Aku tahu dia pasti saat ini sedang melihat ku. Dia pasti bersembunyi di suatu tempat.
Namun sayangnya semua itu hanya angan-angan bodoh yang ku ciptakan di otak ku. Ryu sudah pergi. Dia tak mungkin berada di luar, terlebih saat sedang hujan. Tidak mungkin dia mencemaskan diri ku.
"Lalu bunga ini. Kenapa dia memberikan bunga ini kepada ku?."
"Apa dia hanya sekedar menepati janjinya?."
Benar. Bunga ini tak lebih dari sekedar buket yang di janjikannya pada ku minggu lalu. Tak ada arti apa-apa dibaliknya. Kau sudah berharap terlalu banyak Sunny. Apalagi yang kau harapkan saat sudah mengecewakan perasaannya?.
Bahkan langit menertawakan kebodohan mu Sunny.
Apakah semua ini berarti dia sudah menyerah kepada ku?. Apa Ryu benar-benar sudah menyerah?. Bahkan saat aku belum memulai apa pun. Ku mohon beri aku kesempatan untuk memulai semuanya.
Jika aku memohon pada mu apa kau akan mengabulkannya Ryu?.
"Sunny kenapa kau muncul lagi di hadapan ku saat aku sudah memutuskan untuk menyerah pada mu. Kenapa kau muncul Sunny?. Apa kau tau betapa sakitnya hati ku ketika harus mengabaikan mu?. Apa kau tahu seberapa besar usaha ku menahan diri untuk tidak menoleh kearah mu?. Dan sekarang di tengah hujan kau berlari tak tentu arah dengan memegang buket yang ku berikan. Kenapa kau melakukan semua ini Sunny?. Apakah semua ini termasuk di dalam permainan mu?. Ku mohon Sunny hentikan. Aku tak sanggup melihat mu seperti itu. Ku mohon."
"Ryu"