Aku meraih payung itu dan menatapnya.
"Aku bukan pencuri, nona," jawabku mencoba meyakinkannya.
Gadis itu terdiam lalu melihatku tajam menelitiku penuh dengan selidik.
"Kalau bukan pencuri , siapa kau?" tanyanya judes.
"Aku teman Bianca." Kuharap jawabanku ini bisa meyakinkannya. Namun yang terjadi dengan kuat dia menarik payung yang kutahan dan kembali memukuliku dengan payung itu.
"Yak mengapa kau memukulku kembali. Sudah kukatakan aku adalah teman Bianca."
"Berhenti berbohong. Aku tau pasti Bianca tak memiliki seorang teman lelaki. Terlebih lagi di dalam apartemennya. Dasar pencuri picik. Kau pikir kau bisa membohongiku, hah?" Teriaknya marah. Astaga apa yang harus aku katakan.
"Nona , sungguh aku bukanlah pencuri."
"Kalau bukan pencuri, kau siapa hah?"
"Aku pembantu Bianca."Jawabku lagi.
Aku melihat gadis itu mengerutkan keningnya. Dan tak lama dia tertawa aneh di hadapanku.
"Kau tak pandai berbohong. Bianca , gadis itu bahkan jika di dunia ini tak ada satupun Gadis yang bisa di jadikan pembantu dia tetap tidak akan mempekerjakan seorang pria menjadi pembantu di apartemennya."
"Kau tak bisa mengelak lagi. Ucapkan semua kebohonganmu di kantor polisi." Aku resah dan gelisah melihat gadis itu mulai mengeluarkan hpnya.
Aku harus mencegahnya menghubungi kantor polisi.
"Nona, sungguh aku bukan seorang pencuri. Aku memang bekerja untuk Bianca."
"Aku tak akan percaya," ucap gadis itu meletakkan hp di telinganya sudah menelpon kantor polisi dan tinggal menunggu panggilannya di angkat di seberang sana.
"Aku memang bekerja untuk Bianca. Bekerja untuk menghamilinya," ucapanku keluar begitu saja. Gadis itu terdiam dia seakan terkejut dengan kata kataku.
"Apa kau bilang? Kau bilang Bianca mempekerjakanmu untuk menghamilinya?"
Aku hanya mengangguk pasrah menjawab pertanyaannya. Aku sadar dia shock dengan jawabanku. Dan dia mulai menutup panggilannya. Dan mengutak-atik hpnya. Dan kembali menelpon. Tapi aku merasa kali ini dia tak menelpon kantor polisi.
"Pulang ke apartemenmu sekarang juga. Jika kau masih ingin bersahabat denganku," ucapnya marah dan langsung menutup telpon itu. Kurasa dia baru saja menelpon Bianca. Entah kenapa dia langsung percaya begitu saja ketika aku mengatakan aku bekerja untuk menghamili Bianca dibanding mengatakan jika aku teman Bianca atau pun pembantu Bianca. Entah kenapa ini terasa aneh. Gadis itu menatapku tajam penuh selidik.
Dan kini aku tengah duduk di ruang tengah dengan Gadis aneh itu masih tetap menatapku tajam. Kami menunggu kepulangan Bianca. Akhirnya yang di tunggu pun pulang. Kumelihat Bianca berjalan biasa saja menuju ke arah kami. Sedangkan Gadis aneh itu menatap marah dan menyalang ke arah Bianca.
"Siapa pria ini? Mengapa dia ada di apartemenmu? Apa kau benar benar sudah gila?" Gadis aneh itu langsung memberondong Bianca dengan banyak pertanyaan. Dia seakan siap meledak dengan jawaban yang akan Bianca ucapkan. Bianca berjalan santai dan duduk di sisi kursi yang berada di hadapanku.
"Dia Daniel Kendrick. Dan aku mempekerjakannya."
"Aku masih dalam keadaan waras, Dewi," ucap Bianca dingin seperti biasanya.
"Astaga Bianca, bagaimana bisa kau bilang bahwa kau masih waras jika saat ini kau tengah mempekerjakan seorang pria. Mempekerjakan seorang pria untuk menghamilimu. Kau sudah gila Bianca."
"Ya tuhan!" Teriaknya frustasi dan marah menghadapi Bianca yang terlihat biasa dan tetap datar.
"Kau tau segalanya, Dewi," jawabnya singkat dan dingin menjawab semua pertanyaan gadis aneh yang kurasa bernama Dewi.
"Ya, aku tau. Tapi bukan seperti ini caranya. Astaga, Bianca." Dewi mengerang frustasi kesal dan juga marah.
"Kau seharusnya mencari seorang pria dan menikah dengannya. Memiliki anak darinya. Bukan mempekerjakan seorang pria asing untuk menghamilimu," ucap Dewi penuh emosi.
"Kau tau pasti jika itu hal termustahil yang terjadi di hidupku. Menikah hanya untuk para wanita bodoh yang termakan rayuan palsu semua pria. Aku hanya membutuhkan seorang anak bukan seorang pria atau pun suami."
"Tapi Bianca, ini semua tidak benar. Kau ingin hamil tanpa status pernikahan? Kau ingin semua orang menghina kehamilanmu yang tanpa suami? Dan kau ingin anakmu dianggap sebagai anak haram begitu?" Suara Dewi memelan frustasi mencoba mengingatkan dan menyadarkan Bianca.
"Perduli setan dengan semua pendapat orang tentang kehamilanku." Kurasa Bianca mulai tersulut emosi.
"Dan berhenti merecoki hidupku dengan semua ocehan tak jelasmu." Bianca menatap tajam dan tak suka ke arah gadis aneh itu.
"Ini bukanlah ocehan tak jelas , Bianca. Aku tak ingin kau terpuruk semakin dalam. Kumohon dengarkan aku kali ini saja. Berhenti melakukan hal gila ini, Bianca." Aku melihat Dewi begitu memohon agar Bianca mendengar pendapatnya.
"Tidak, aku sudah membuat perjanjian dengan pria ini. Aku tak akan pernah mau mengikuti kemauan pria brengsek itu. Dan aku tak akan membiarkan ular berbisa itu menang dariku. Tak akan pernah."