"Jessie!" teriak seorang gadis dengan keras.
Tidak lupa lambaian tangan yang tinggi, juga terlihat dilakukan oleh gadis tersebut untuk seseorang yang berada di pinggir jalan. Akan tetapi gadis yang di panggil Jessie itu, tidak merespon sama sekali. Dia hanya melihat sekilas lalu kembali mengedarkan pandangan pada sekelilingnya.
"Memang benar itu Jessie." Menyipitkan matanya kembali pada gadis yang dua panggil barusan. "Tapi ... kenapa dia seolah-olsh tidak mengenalku? Apa dia .... Oh tidak! Apa dia hilang ingatan?" Segera bergegas turun dari mobil yang sedang dia tumpangi.
Gadis itu adalah Celine, salah satu sahabat baik yang Jessie miliki. Dengan hati-hati menyeberangi jalan yang cukup ramai oleh kendaraan yang lewat. Setelah sampai ke hadapan Jessie, dia pun yakin jika itu benar-benar Jessie sahabatnya dan langsung memberikan kepada gadis tersebut.
"Jessie!" seru Celine seraya memeluk dengan penuh keharuan.
"Ada apa ini? Siapa kamu?" tanya Jessie kebingungan karena ada orang yang tidak dia kenal memeluknya dengan tiba-tiba.
"Apa?" Celine mengangkat sebelah alisnya. "Apa kamu benar-benar melupakan aku? Sahabatmu sendiri?" Tanya Celine secara brutal pada Jessie yang sebenarnya adalah seorang Putri yang tersesat.
'Tidak! Dia benar. Saat ini aku adalah Jessie bukan Azaela,' batin Putri Azaela berkata.
Seketika raut wajah bingung yang terpancar dari wajah Jessie menjadi hilang. Berganti dengan sebuah senyuman, meskipun hal tersebut sedikit terlambat untuk di lakukan.
"Owh, ya, ya .... Benar, aku Jessie," lirih Jessie dengan penuh kegugupan yang terasa sangat sulit untuk disembunyikan.
Terlihat Celine memajukan sedikit bibirnya, karena tingkah aneh yang dilakukan oleh Jessie tersebut. Dengan cepat memukul bahu Jessie dengan cukup keras, seraya tersenyum menyeringai.
Sedangkan, Putri Azaela hanya bisa menahan nyeri karena pukulan tersebut seraya mengusap-usap dengan perlahan. Dia menjadi tidak yakin, jika gadis yang sekarang berada di hadapannya ini adalah sahabat dari Jessie.
"Kapan kamu pulang dari rumah sakit? Dan sedang apa kamu di sini?" tanya Celine lagi pada Jessie.
Sebenarnya, saat ini Putri Azaela sedang tersesat di kawasan tersebut. Sejak berlari dari pria yang mengganggunya di taman, dia sudah tidak tahu jalan untuk pulang. Dia sudah berusaha untuk kembali ke taman bunga, tempatnya berpisah dari sang adik. Namun, sudah hampir satu jam berlalu tetap saja Putri Azaela terus berputar-putar pada tempat yang sama.
Dan sekarang kelegaan pun sedikit menghampiri, karena bertemu dengan gadis yang mengenal wajah yang menjadi raganya saat ini. Akan tetapi, keraguan kembali muncul ketika Putri Azaela ingin bertanya jalan pulang pada gadis di hadapannya tersebut. Apa ini tidak menjadi masalah? Bagaimana mungkin dia yang tidak mengalami hilang ingatan bisa lupa untuk mengingat jalan pulang rumah sendiri.
"A-aku ... aku sedang ...." Putri Azaela sangat ragu untuk bertanya.
"Wah! Aku yakin kamu belum sembuh. Karena Jessie yang aku kenal, tidak pernah gugup seperti ini." Celine tertawa lepas. "Ayo, aku antar pulang," lanjutnya lagi sambil meraih tangan Jessie untuk mengikuti langkah yang dia ambil.
'Pulang? Iya kata itu yang aku butuhkan saat ini,' lirih Putri Azaela di dalam hatinya sambil menarik nafas lega.
Walaupun sedikit takut, Putri Azaela mencoba memberanikan diri menaiki benda hitam cukup besar yang tidak lain adalah mobil milik Celine. Dia menganggap mobi itu hanya sebuah kereta yang sering dia gunakan untuk bepergian, saat masih berada di dalam dunianya.
Akan tetapi semakin lama berada di dalam mobil itu, Putri Azaela merasa sangat kesulitan untuk sekedar bernafas. Karena dia tidak melihat sama sekali jendela untuk keluar masuk udara segar. Ditambah lagi, udara yang sangat dingin yang dihasilkan oleh AC mobil, membuat wajahnya sedikit pucat dan menggigil kedinginan.
Celine yang melihat itu, tidak bisa mengedipkan mata sedikitpun.
"Jess! Kamu kenapa? Dingin?" tanya Celine sambil meraih kedua tangan Jessie yang sejak tadi saling berpelukan.
Putri Azaela hanya memberikan sebuah anggukan perlahan, tanda membenarkan pertanyaan yang keluar dari bibir Celine tersebut. Sambil menahan tawa, Celine pun menekan tombol off, untuk mematikan aliran AC di dalam mobil tersebut. Bukan hanya itu, dia juga mengabulkan permintaan Jessie yang ingin menghirup udara bebas, dengan cara membuka lebar jendela pada sisi kanan Jessie.
Seperti orang yang sedang sekarat karena akan kehabisan nafas, dengan cepat Putri Azaela segera menjulurkan kepalanya pada kaca mobil yang terbuka tersebut. Dia merasa sangat lega karena dapat menghirup udara kembali.
"Jessie, aku yakin jika kepalamu terbentur sangat keras," lirih Celine pelan seakan berkata pada dirinya sendiri. Dia hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat tingkah laku Jessie yang benar-benar aneh.
Mobil tersebut pun berhenti karena lampu merah yang sedang menyala memberi waktu para pejalan kaki untuk menyeberang jalan. Entah sebuah kebetulan, atau memang sudah takdir. Tepat bersebelahan mobil Celine, berhenti sebuah mobil sport berwarna hitam. Mobil itu terlihat garang karena stiker kobaran api yang membentuk tengkorak terpampang jelas pada kedua sisinya. Pemilik mobil itu tidak lain adalah Erick, pria yang ditemui oleh Putri Azaela di taman bunga.
Melihat Jessie yang sedang memunculkan kepalanya pad jendela mobil sambil memejamkan mata. Membuat keusilan Erick semakin menjulang tinggi saja. Tanpa rasa bersalah, dia menekan keras tombol klakson miliknya, sehingga menimbulkan suara yang sangat nyaring.
Bisa dibayangkan, bagaimana terkejutnya Putri Azaela saat mendengar suara nyaring dan menyeramkan yang belum pernah dia dengar sama sekali tersebut. Putri Azaela langsung memasukkan kepala kembali, dengan wajah takut dan air mata yang mulai menetes.
Sedangkan, Erick tertawa penuh kemenangan melihat musuh bebuyutan tersebut, terlihat sangat terkejut dan panik, sehingga tidak berani lagi memunculkan wajah di hadapannya sekarang.
"Erick! Dasar pria bodoh! Apa yang kamu lakukan?" tanya Celine dengan suara lantang, karena dia juga terkejut dengan suara dari mobil Erick tersebut.
"Ha ha ha! Hei mana dia? Apa dia pingsan?" tanya Erick pada Celine sambil tertawa tanpa henti.
"Kamu!" Celine mengacungkan jari telunjuknya ke arah Erick. Dia juga bersiap melemparkan sebuah buku tebal yang kini sudah ada di dalam genggamannya.
Akan tetapi, sebelum itu terjadi Putri Azaela telah lebih dahulu mencegah apa yang ingin dilakukan oleh Celine. Putri Azaela tidak ingin memicu keributan di tempat umum.
"Jangan! Sebaiknya kita pergi dari sini. Dia ... dia adalah orang jahat yang menggangguku. Aku tidak ingin dia juga mengganggu kamu. Tidak baik bertengkar dengan pria," lirih Putri Azaela perlahan.
"Apa?" tanya Celine sambil membuka lebar mulutnya sendiri. Dengan pikiran yang masih berkecamuk, akhirnya kembali duduk menuruti perintah Jessie yang hari ini terlihat sangat bijak.
'Bukankah selama ini, kita memang sering bertengkar dengan siapa saja?' lirih Celine di dalam hati.
Bersambung ....