"Pak Alvin? Lepasin tangan saya Pak."
"Biar saya antar ke rumah sakit. Emangnya kamu mau jalan kaki ke rumah sakit? Jauh kan."
"Ga apa-apa. Saya masih kuat untuk jalan."
"Saya juga mau antar kamu karena ada pekerjaan yang harus saya bicarakan sama kamu. Kalo engga, saya juga ga akan mau antar kamu ke sana. Ayo ikut saya sekarang."
Sabrina hanya terdiam. Dia tidak bisa menolak ajakan Alvin ketika Alvin sudah membicarakan tentang pekerjaan. Karena Sabrina takut jika dia menentang tentang pekerjaan, dia akan dipecat oleh Alvin. Sabrina dan Alvin pun pergi ke mobil yang jaraknya tidak jauh dari bengkel. Sekarang mereka berdua sudah berada di dalam mobil untuk kembali ke rumah sakit.
"Jadi Bapak mau bicarain apa tentang kerjaan? Ini sebentar lagi juga sampai rumah sakit kan kalo naik mobil," tanya Sabrina dengan juteknya.
"Iya sabar. Tadi kamu itu ternyata udah buat kue ya? Kenapa ga langsung di kasih ke saya? Kenapa kamu malah simpan di kulkas? Kalo sampai besok pagi ga enak gimana? Kamu baru kasih kue itu ke saya gitu? Sengaja? Supaya saya sakit?"
"Ih nih orang ngeselin banget sih. Kalo udah ngomong panjang banget ga mau berhenti. Emangnya mulut punya dia doang apa," ucap Sarbina di dalam hatinya.
Alvin melirik ke arah Sabrina yang sedang melamun kali ini. Dia tidak menjawab pertanyaan darinya tetapi justru melamunkan sesuatu.
"Kenapa kamu diam? Kamu ga dengar saya?" tanya Alvin kembali.
"Iya, iya saya dengar. Iya saya emang ga langsung kasih ke Bapak karena saya lihat kalo Bapak lagi sibuk. Makanya saya taruh di dalam kulkas. Tapi itu kuenya akan tetap enak kok kalo di taruh di lemari sampai tiga hari kedepan."
"Saya sibuk? Emangnya kamu tahu dari mana kalo saya sibuk?"
"Iyaa kan Bapak lagi ada tamu. Saya ga mau ganggu aja."
"Kenapa? Kamu cemburu lihat saya sama dia makanya kamu ga berani samperin saya?"
Pertanyaan Alvin membuat Sabrina gugup. Dia sangat terkejut mendengar pernyataan seperti itu. Bahkan sampai-sampai Sabrina salah tingkah dan tidak bisa menjawab pertanyaan dari Alvin.
"Kenapa Pak Alvin bisa tanya kaya gitu ya? Atau sikap aku ke dia itu kelihatan banget kalo aku cemburu? Tapi emang iya aku itu cemburu sama Pak Alvin?" pikir Sabrina yang sebenarnya dia juga masih bingung apakah dirinya sedang cemburu dengan Alvin atau tidak.
Sedangkan Alvin tersenyum melihat tingkah Sabrina yang seperti ini. Apalagi kedua pipinya memerah karena malu. Membuat Alvin gemas dengannya. Tetapi Alvin tidak menunjukkan hal itu. Dia berpura-pura marah kepada Sarbina untuk menutupi perasaan yang sebenarnya saat ini.
"Kenapa kamu diam aja? Ngaku aja deh kalo kamu emang cemburu sama saya."
"Engga. Ngapain juga saya cemburu. Saya itu kan bukan siapa-siapa Bapak. Lagian amit-amit deh saya bisa jadian sama Bapak. Bapak itu kan orangnya galak, dingin, sombong. Jangan sampai deh saya punya pasangan seperti Bapak."
"Oh yaudah bagus kalo gitu. Saya juga ga mau punya pasangan seperti kamu. Cewek aneh, kerja ga pernah benar."
"Yaudah. Bagus lah kalo gitu."
"Yaudah."
Mereka berdua justru berakhir dengan perdebatan. Mereka berdua sama-sama tidak mau mengakui perasaan satu sama lain. Hingga akhirnya mereka berdua sudah tiba di rumah sakit. Sabrina langsung turun dari dalam mobilnya. Begitu juga dengan Alvin yang langsung pergi dari rumah sakit dengan mobilnya.
"Makasih."
"Sama-sama."
Alvin langsung pergi meninggalkannya. Begitu juga Sabrina yang langsung masuk ke dalam rumah sakit menuju ke ruang rawat Ibunya.
Di dam ruang rawat.
"Sabrina. Kamu kemana aja sayang? Tadi Pak Alvin katanya mau kerjar kamu. Kamu ketemu sama dia?" tanya Ibunya.
"Bukan cuma ketemu Bu. Tapi dia juga udah rusakin sepeda Sabrina. Dia udah nabrak sepeda Sabrina sampai rusak."
"Kok bisa?"
"Ga tahu tuh. Dia nyetir ga pakai mata kali," jawab Sarbina dengan kesal.
"Hush sayang, kamu ga boleh ah bicara seperti itu. Sepedanya masih bisa diperbaiki lagi kan?"
"Ga tahu bisa atau engga. Tapi udah aku bawa ke bengkel. Katanya dia sampai tiga hari baru selesai diperbiki. Itu juga kalau bisa di perbaiki."
"Yaudah semoga aja masih bisa diperbaiki."
"Kalo ga bisa gimana Bu? Itu kan hadiah yang paling berharga dari Ibu. Sekarang aku juga udah ga punya kendaraan untuk pergi kerja, atau ke tempat yang lainnnya."
"Udah sayang, jangan marah-marah kaya gitu dong. Sini, sini Ibu peluk."
Ibu angkatnya itu memeluk Sarbina dengan sangat hangat. Pelukan Ibunya selama ini memang berhasil membuat Sabrina merasa lebih tenang. Dan itu semua masih berlaku sampai saat ini.
"Sebenarnya aku kesal bukan karena Pak Alvin yang udah rusakin sepeda aku. Tapi aku kesal sama diri aku sendiri. Kenapa sikap aku di restaurant tadi seperti itu. Jadinya Pak Alvin mikir kalo aku cemburu kan sama dia. Aku kan jadi malu sekarang kak ketemu sama Pak Alvin," ucap Sabrina di dalam hatinya.
Tidak lama kemudian datang Dokter ke ruang rawat yang biasa menangani Ibunya Sabrina.
"Selamat siang. Maaf menganggu."
"Siang. Iya silahkan Dok," jawab Sabrina.
"Sebentar ya saya cek dulu keadaan Ibunya."
"Iya Dok."
Dokter itu memeriksa keadaan terkini Ibunya Sabrina. Setelah diperiksa, Dokter langsung menjelaskan kondisi Ibunya Sabrina kepada Sabrina dan Ibunya langsung. Bahkan sebelum dijelaskan, Sabrina sudah bertanya kepadanya.
"Gimana Dok keadaan Ibu saya?"
"Ibu kamu kondisinya sudah membaik. Semuanya sudah kembali normal. Berarti Ibu kamu besok sudah bisa pulang ke rumah."
"Syukurlah. Besok Ibu udah bisa pulang ke rumah Bu."
"Iya nak."
"Tapi Ibu tetap harus cuci darah ya. Sekarang ini cuci darahnya tiga bulan sekali aja. Karena setelah operasi kemarin, ginjal Ibu sudah membaik."
"Iya Dok. Pasti saya ga akan lupa untuk jadwalkan cuci darah untuk Ibu saya."
"Baik kalo gitu saya permisi dulu ya."
"Iya Dok. Silahkan."
Dokter itu pergi meninggalkan ruang rawat Ibunya Sabrina. Karena masih banyak pasien ya g harus dia periksa juga. Sedangkan Sabrina dan Ibunya sekarang ini sedang berpelukan kembali. Karena mereka berdua merasa sangat bahagia besok Ibunya sudah boleh pulang ke rumah.
"Ibu besok udah bisa pulang ke rumah, Bu. Sabrina senang banget."
"Iya. Ibu juga senang. Ibu udah bosan di rumah sakit. Ibu pingin pulang ke rumah."
"Tapi Ibu tetap ga boleh capek-capek di rumah."
"Siap Boss. Hehe."
"Hehe."
Seketika rasa kesal Sabrina hilang begitu saja setelah mendengar jika kondisi Ibunya sudah semakin membaik. Dan besok sudah boleh pulang ke rumah. Jika Sabrina tahu kalau yang membiayai semuanya selama Ibunya di rumah sakit adalah Alvin, pasti Sabrina juga tidak akan marah-marah kepada Alvin seperti tadi.
-TBC-