Sudah satu minggu Raihan dan keluarganya pergi ke Jakarta untuk menjemput Rico. Dan selama itu pula, Raihan hanya beberapa kali saja menghubunginya.
Naura pun tak berharap banyak. Ia tahu jika mungkin saja, mereka saat ini tengah melepas rindu, setelah lama tak bertemu.
Gadis tersebut semakin gelisah, saat Raihan mengabarinya bahwa dia dan keluarganya akan pulang ke Surabaya besok. Dan memintanya untuk datang ke rumah ke esokkan harinya. Sesuai dengan permintaan Tante Ratna kepadanya.
***
Naura saat ini tengah istirahat, sehabis makan siang. Ia duduk di pagar pembatas rooftop, seorang diri. Gadis tersebut memang telah berhasil meminta ijin setengah hari kepada Kepala Counternya.
"Hhhh, apa aku harus pergi ke sana?" tanyanya entah kepada siapa.
Angin mungkin? Sebab Naura hanya seorang diri di sini.
Tapi ternyata salah, Arga datang mengejutkannya dari belakang. "Dor!" seru laki-laki itu membuat Naura terjungkat kaget.
"Astaga! Kamu ngangetin aja, sih!" geram Naura seraya mengelus dadanya yang berdetak kencang karena terkejut, seraya menatap tajam laki-laki yang saat ini terkekeh tanpa rasa bersalah.
"Kamu ngapain di sini sendiri?" tanya Arga yang ikut berdiri di sisi gadis tersebut.
"Aku lagi mikir, nih," adu Naura sambil menghela napasnya panjang.
"Oh, mikir toh, kirain aku lagi nyuci piring," canda Argayang mendapat cebikan saja dari Naura.
"Apa aku sebaiknya nggak datang saja, yah? Tapi sudah terlanjur janji? Bagaimana menurutmu?" keluhnya seraya menoleh ke arah Arga yang memandang lurus ke depan.
"Memangnya kamu mau ke mana? Sampai ijin segala?" balas laki-laki itu yang ingin tahu apa sebenarnya alasan Naura sampai ijin setengah hari.
"Aku mau ke rumah Ibu yang dulu sempat aku tolong itu. Beliau mengundangku ke rumahnya, karena anak bungsunya baru saja pulang dari luar negeri. Ternyata dia adalah temanku saat SMA, walaupun hanya sebentar sekolah di sekolahku, karena dia pindah sebelum kenaikan kelas." Cerita Naura pada Arga.
"Terus? Apa masalahnya? Bukannya bagus, kamu jadi ketemu sama teman sekolahmu dulu," sahutnya santai.
Naura hanya menghela napasnya saja dan kembali menatap ke depan. Pemandangan jalan raya yang selalu ramai.
"Tapi tunggu, memangnya kamu mau di jodohin sama teman kamu itu atau bagaimana? Kok kamu ke rumahnya?" cecar Arga yang ingin tahu sejauh apa hubungan antara Naura dan Raihan.
Naura tersentak kaget mendengar asumsi Arga. "Kok di jodohin, sih? Ya, nggak lah. Lagian teman aku itu sudah kuliah lama banget di New York. Mana mungkin nggak punya pacar. Ngaco kamu, " sungut gadis tersebut yang menyangkal pikiran temannya ini.
"Ya, aku kira kamu mau di kenalin sama anak bungsunya yang seumuran sama kamu, mau di jodohin. Lantas apa hubungan kamu sama kakaknya? Apa jangan-jangan kamu mau ikut acara keluarga karena kamu pacaran sama kakaknya, yah?" tanya Arga seraya menoleh ke arah gadis yang masih tetap memandang lurus ke depan.
"Aku dan Mas Raihan nggak ada hubungan apa-apa. Lagian mana mungkin orang kaya seperti mereka mau sama aku yang hanya pekerja di Mall, sih? Nggak mungkin lah," sanggah Naura yang tak ingin berharap atas ucapan Arga barusan. Meskipujn kemungkinan itu bisa saja terjadi.
"Baguslah," gumam Arga lirih sembari tersenyum lega.
"Hah, apa? Kamu ngomong apa, sih?" tanya Naura yang tak mendengar jelas gumaman Arga.
Arga menggelengkan kepalanya pelan, "Bukan apa-apa. Ayo, masuk! Jam istirahatnya sudah habis," ajak laki-laki tersebut yang pergi meninggalkan Naura dalam kebingungannya.
Arag memang belum mengungkapkan perasaanya kepada Naura. Ia ingin lebih menyiapkan dirinya dengan kemungkinan terburuk yang akan terjadi pada hubungan pertemananya bersama gadis tersebut.
Naura juga segera masuk ke dalam. Waktunya bekerja hanya sampai pukul lima sore. Setelahnya ia akan bersiap-siap untuk pergi ke rumah Tante Ratna.
***
Seorang gadis telah siap dengan dress sebatas lutut yang berlengan panjang. Rambut yang hanya ia gerai. Semakin membuatnya terlihat anggun dan dewasa.
"Nah, sudah beres. Masa harus di jemput sama Mas Raihan, sih?" lontar Naura yang menilai penampilannya malam ini di depan cermin almari.
Tak lama kemudian, pintu rumahnya, terdengar di ketuk seseorang. Naura yakin jika itu adalah Raihan yang baru saja menghubunginya untuk menjemputnya.
Bukan untuk membantu masak seperti yang Mamanya katakan. Namun, sebagai pasangan Raihan. Karena acaranya di adakan di sebuah restoran terkenal di kota ini. Maka dari itu, Naura mengenakan gaun.
Meski bukan gaun yang mahal, karena ia beli saat ada diskon di Mall waktu itu. Nyatanya mampu menyempurnakan penampilannya malam ini.
"Iya, tunggu sebentar!" teriak Naura dari dalam yang segera mengenakan sepatu heelsnya. Tak lupa tas tangan yang ia bawa pula.
Begitu membuka pintu, Raihan tercengang melihat penampilan Naura malam ini yang sangat berbeda dengan biasanya. Gadis manis itu sedikit memoles wajahnya yang bersih dengan make up tipis.
"Na, kamu?" Raihan tak sanggup meneruskan kata-katanya karena terpesona akan kecantikan natural yang Naura tampilkan.
"Kenapa, Mas? Nggak cocok, yah? Oh, atau ketebalan bedak aku?" tanya Naura yang panik dan takut jika make up yang ia pakai terlalu tebal.
Raihan sontak menggelengkan kepalanya cepat, "Bukan, bukan itu maksud, Mas. Tapi kamu cantik sekali malam ini. Mas sampai pangling lho! Sudah siap,kan. Ayo berangkat!" ajak Raihan yang tersenyum tipis.
Gadis tersebut tersenyum malu-malu di puji seperti itu oleh Raihan. Lantas mengangguk dan berjalan di sebelah pria yang malam ini juga terlihat sangat tampan dengan jas hitamnya. Serasi dengan dress Naura yang berwarna navy.
Sepanjang perjalanan, Raihan tak hentinya menggodanya yang berdandan untuk bertemu dengan adiknya.
"Enggak, Mas. Astaga! Aku, kan nggak mau nanti malu-maluin kalau kayak biasanya yang nggak pakai make up. Ya, sudah aku hapus, aja," sungutnya kesal sambil melipat kedua tangannya di depan.
Raihan terkekeh geli seraya menggelengkan kepalanya. "Mas hanya bercanda kok, kamu memang cantik malam ini, terlihat berbeda. Makanya Mas sampai takjub," jelas pria tersebut sambil mengedipkan sebelah matanya menggoda Naura.
"Ihh, Mas ngeselin," rajuk Naura kesal.
"Oh, iya. Kamu nanti pasti akan terpesona sama adik Mas yang cakep banget kayak Opa-opa Korea kamu itu," celetuknya tiba-tiba.
"Kok Opa, sih? Kakek, dong. Bukan Opa, tapi Oppa, Mas. Artinya kakak. Memangnya Mas merestui kalau misalnya aku pacaran sama adik, Mas?" seloroh Naura yang hanya iseng saja ingin menggoda Raihan.
Pria itu lantas menoleh sekilas dan kembali fokus ke depan. "Ya, nggak apa-apa. Artinya kamu jadi adik ipar, Mas dong kalau begitu," jawab Raihan yang entah mengapa merasa tak rela. Jika seandainya benar terjadi.
Namun, jika itu sungguh-sungguh terjadi. Apakah ia akan rela dan ikhlas adiknya memiliki Naura? Sedang dirinya saat ini mulai jatuh hati pada gadis tersebut.
Entahlah. Raihan tak ingin memikirkannya saat ini. Karena menurutnya itu tak mungkin terjadi. Mengingat Rico tak pernah tertarik pada gadis mana pun dan mengatakan akan mencari cinta pertamanya.
Dan rasanya itu tak terjadi. Raihan tahu sebesar apa rasa cinta Rico kepada gadis masa lalunya itu. Terbukti hingga saat ini, ia belum pernah berpacaran sekali pun dengan gadis mana pun yang mengejarnya.