Perempuan itu menganggukkan kepalanya. "Permisi, Om, tante…"
Arman mengusap wajahnya. Dia bahkan tidak menyadari ada orang lain dalam ruangan tersebut selain anaknya. Permasalahan Bian dan isterinya terlalu membawa fokusnya. Seandainya dia tahu, mungkin dia lebih mengontrol emosinya. Bagaimanapun dia juga masih memiliki perasaan malu memperlihatkan keluarganya yang tidak sempurna dihadapan orang asing.
"Pacar kamu?" Arman bertanya pada anaknya setelah Mitha menghilang.
"Bukan urusan papa. Dan keluar dari kamarku!" Bian masih keras pada ayahnya tersebut.
Arman menatap puteranya tersebut. "Papa hanya ingin kau membuat keputusan yang terbaik dalam memilih perempuan."
Bian mendengus mendengar perkataan ayahnya tersebut. "Lihatlah siapa yang bicara!" Ia mencemooh ayahnya secara terang-terangan. Arman memejamkan matanya kehilangan kesabaran. "Jika kau ingin kami keluar, baiklah! Papa tidak mengerti ketika kau tidak pernah menjadi dewasa."