"Raf, Bisakah kamu pergi dulu?" Neira bertanya pada laki-laki yang saat ini berdiri disampingnya. Rafa menggeleng keras kepala. Laki-laki satu benar-benar. Neira tidak tahu hal apa yang akan membuatnya bisa seperti itu.
"Katakan dulu!" Rafa mengerucutkan bibirnya. Laki-laki itu bersikap seperti anak kecil. Tumben-tumben sekali membuat Neira membolakan mata padanya . Gadis yang tengah memegang jarum suntik ditangannya tersebut benar-benar tidak mengerti dengan putera tunggal Zea tersebut.
"Katakan apa?" desahnya dengan gemas.
"Katakan bahwa kamu mencintai Dzaka?"
Neira berdecak. Laki-laki itu menusuk perlahan jarum ke dalam saluran infus. Penuh konsentrasi. Setelahnya melakukan diagnosis pada dosennya. Neira terhenti menatap Rafa ketika laki-laki itu menarik jubah dokternya meminta jawaban. "Aku tidak melayani masalah pribadi, Raf."
"Tapi ini pentingl bagiku!" laki-laki itu bersikeras.