Jantung Sea berdetak dengan kencangnya menyadari Banin sudah ada di belakang dia berdiri. Sedang dres yang ia pakai masih terbuka di bekang.
"Katakan padaku, apa ini tanda lahir?" tanya Banin sambil menaikkan resliting dres yang Sea pakai. Menekan di tempat kulitnya yang tercetak jelas seperti tanpa lahir.
"Saya kurang tahu, Pak. Kata ibu saya, waktu kecil sata jatuh telentang dan terkena batu kerikil makanya berbekas," jawabnya tersengal mana kala Banin menaikkan reslitingnya dengan agak keras dan memutar badannya menghadap ke arah laki-laki itu dengan tiba-tiba.
"Apa kamu ingat waktu kecil kamu punya teman pria atau kenangan bersama teman kecilmu?" Banin semakin antusias. Namun gelengan di kepala Sea membuat pria itu luruh.
"Kata orang-orang saya mengakami trauna dan hilang ingatan karena kecelkaan maut yang membuat kedua orang tua saya meninggal."
Oh! Banin semakin yakin kalau gadis yang ada di hadapannya itu adalah gadis yang benar-benar ia cari selama ini. Dia tidak busa mengatakan apa-apa dulu sebelum jelas buktinya.
Senyum Banin terbit lalu mengusap wajah polos Sea. Kebahagiaan itu mengalir begitu saja saat matanya bertemu dengan mata bening gadis polos di depannya. Seokah-olah beban dia selama ini sedikit berkurang sudah menemukan pasangan jiwanya yang berpuluh tahun lamanya terpisah.
Diperlakukan seperti itu Sea terpana, tubuhnya membeku seketika. Ada perasaan senang dan debar jantung yang tak dia mengerti. Ada semacam chamestry antara hati dan dan tubuhnya.
Hatinya bertolak belakang ketika tangan besar Banin menyentuhnya tapi tubuhnya bereaksi lain. Dia seolah menginginkan pria itu untuk lebih memperlakukannya.
Saat mereka berdua sedang menikmati perasaan dan getar di dalam hati mereka mereka tiba-tiba pintu kamar VVIP itu terbuka. Spontan pelukan dan ciuman bibir itu terlepas begitu saja.
Sea agak menyingkir jauh dari tempat Banin berdiri. Napasnya masih turun naik karena perlakuan pria itu yang selalu memperlakukan dirinya seenaknya saja. Rasanya ingin memberontak tapi tubuhnya merespon lain.
Sedang di depan pintu sudah berdiri seorang gadis cantik dengan tubuh langsing mendekatinya.
"Sayang, kamu pingsan lagi? Asisten pribadi kamu nggak cukup cekatan menangani kamu di depan orang banyak!" tukasnya sambil menatap Sea.
Sea hanya bisa menunduk karena kesalahannya. Ada perasaan bersalah sekaligus menyesal kenapa dia nggak cepat tanggap kalau bosnya nggak bisa berada di tengah-tengah kerumunan orang banyak.
Gangguan kecemasan yang Banin derita sepertinya semakin ke sini semakin parah meskipun dia sudah mengikuti terapi juga. Sepertinya nggak ada gunanya.
"Itu bukan kesalahan dia. Aku yang tak bisa mengendalikan diri," ucap Banin sambil melangkah ke tempat tidur meninggalkan Eudrie gadis yang baru datang itu.
"Maafkan, saya, Pak." Sea mengucapkan kata-kata itu dengan semakin menunduk.
"Lain kali, jangan sampai terjadi lagi seperti ini!" Peringatan berupa ultimatum itu membuat Sea berdiri tegak lantas mengangguk tegas di hadapan Eudrie.
"Baik, Mbak," ucapnya pelan meskipun ada yang menusuk di dadanya mengetahui Banin sudah mempunyai kekasih.
"Oh ya. Kamu belum kenal aku ya? Aku Eudrie Lethan, calon tunangan Banin bis kamu." Seketika Sea tertunduk salam mendengar kata-kata Eudrie. Perasaannya tiba-tiba sakit.
Lantas apa yang dilakukan Banin tadi. Sebuah pelecehankah? Ternyata dia sudah punya calon tunangan. Tapi masih bisa berbuat tidak sopan terhadap dirinya.
Sea merasa tak ada gunanya di ruangan itu. Dengan segera meminta izin untuk keluar dari ruangan itu. Dengan gesture tangannya Eudrue mengisyaratkan agar Sea menutup pintu kamar tersebut.
"Kamu bersikap keterlaluan Eudrie terhadap Sea." Ucapan Banin yang terkesan menyalahkan dirinya itu membuat Eudrie kesal.
"Jadi namanya Sea. Kenapa kamu begitu membelanya Banin?"
"Ya jelas aku membelanya dua asisten pribadi aku. Sudah nggak memiliki keluarga di sini. Wajarkan aku melindunginta sebagai bos di sini! Eudrie tak menyangka akan mendapat bantahan dari laki-laki itu. Biasanya pria itu akan lebih menurut dengannya.
"Dan satu lagi. Kulitku bereaksi lain dengannya, Eudrie. Aku sama sekali tidak merasakan apa-apa ketika bersentuhan dengannya. Alergi itu menghilang seketika dan kamu tahu itu artinya apa?"
Audrue sangat terkejut mendengar itu tapi dengan cepat dia bisa menguasai hatinya Dahulu kala beberapa tahun silam dia dan Banin membuat perjanjian. Perjanjian itu dia sendiri yang membuat ide bahwasanya sampai Banin menemukan gadis masa kecilnya dia rela menjadi pacar bohongan Banin. Namun saat Banin bertemu dengan gadis kecil di masa lalunya, saat itu juga hubungan mereka harus selesai.
****
Di luar kamar VVIP itu Sea dengan gelisah mondar-mandir. Sesekali dia menoleh ke arah pintu itu. Sudah hampir 30 menit mereka menutup pintu kamar dan dikunci dari dalam.
"Apa sebenarnya mereka lakukan di dalam? Kenapa pake kunci pintu segala?" gerutunya tak jelas tapi mata san wajah ya sungguh tidak enak dinikmati.
Sea mendengus kesal. Ada apa sebenarnya dengan dirinya ini? Kenapa dia hadi uring-uringan begini? Cemburukah dia? Oh tidak! Ini tidak boleh terjadi Selama ini dirinyalah yang bodoh terlalu gampang mengartikan setiap sikap dan tingkah Banin sebagai yang istimewa.
Hal yang tidak mungkin laki-laki seperti Banin tidak memiliki pasangan. Bodoh sekali dirinya. Dengan mudahnya percaya begitu saja apa yang dilakukan Banin.
Sea berpikir, mungkin setelah ini dia harus mempertimbangkan untuk masih bekerja sebagai asisten pribadi Banin. Dia tidak busa menerima Banin sudah mempunyai kekasih. Ternyata diam-diam Sea sudah jatuh cinta pada Banin.
Saat dia dengan gusarnya memikirkan hatinya yang kalang kabut dan berantakan itu dari arah pintu kamar ada panggilan untuknya.
"Sea! Pak Banin sudah mau pulang. Bereskan semua pelengkapannya!" perintahnya agak terdengar sedikit sarkas.
Sea hanya mengangguk dan segera masuk ke ruangan Banin.
Dia melihat pria itu sedang memakai kemejanya.
"Sea, bisa bantu saya mengancingkan bajunya?"
"Biar aku saja, Sayang!" sambar Eudrie dengan cepat. Lalu dia mendekati Banin dan berdiri sejajar berhadap-hadapan. Dengan senyum simpul gadis itu mulai mengancingkan kemeja Banin.
Sea yang melihat itu hanya menarik napas sesak. Wajahnya murung seketika. Dan itu tidak luput dari perhatian Banin. Dalam hati Banin berkata. Mungkin gadis kecil itu sekarang sangat membencinya setelah mengetahui keberadaan dan posisi Eudrie.
"Sea, kamu bisa nyetirkan? Bawa mobil Pak Banin langsung ke rumah. Biar Pak Banin sana aku." Kepala Sea mengangguk pelan. Entah kenapa hatinya tiba-tiba menjadi sangat sedih sekali.
Sepanjang perjalanan Sea hanya terdiam mengemudikan mobil bosnya. Berkali-kali ditengoknya kaca spion barang kali mobil Eudrie ada di belakang nengikutinya. Namun ternyata mereka tidak muncul. Mungkinkah benar yang dikatakan Eudrie bahwa mereka akan pergi ke hotel.
Hatinya makin teriris. Dia sudah pasti tahu untuk apa dua orang dewasa berlainan jenis pergi ke hotel. Dadanya seakan sudah tak sanggup menahan rasa yang ingin meledak itu. Air matanya bergulir tanpa ia sadari.
Namun di tol kilometer 15, Sea hilang kendali dan____
Brakkkk duerrrr ...
Mobil sport hitam yang ia kemudikan menghantam pembatas jalan dan berguling-guling beberapa saat.
****
BERSAMBUNG