Chereads / TERJERAT OLEH BOS TAMPAN / Chapter 12 - Chapterc 12. KONSPIRASI

Chapter 12 - Chapterc 12. KONSPIRASI

Baru saja Banin dan teman-temannya selesai mengurus harga indeks sahamnya yang turun drastis. Kini dia sudah mendapat telpon dari rumah sakit kalau Sea dalam keadaan kritis.

Tiga sekawan itu langsung meluncur ke arah rumah sakit Pemata Hati untuk melihat keadaan Sea yang masih di ruang Unit Gawat Darurat.

Cori berdiri mondar-mandir di depan pintu UGD. Perasaannya campur aduk saat ini. Sempat melihat kondisi tubuh Sea yang berlumuran darah, sudah dapat dipastikan bahwa seseorang ini berusaha membunuh Sea dengan cara keji.

Cori dan petugas polisi yang masih bertugas di sini sudah dapat memastikan bahwa seseorang yang nenginginkan kematian Sea adalah orang yang sangat membenci dan mempunyai dendam pribadi pada gadis polis itu.

Saat Cori sedang gelisah seperti itu dari arah lorong rumah sakit muncul Banin dan teman-temannya yang membuat perasaannya sedikit agak lega.

"Bapak sudah datang?" tanyanya dengan wajah serius. Sudah tampak jelas kekhawatiran ada di raut mukanya yang cantik.

"Iya, Cori. Bagaimana dengan kondisi Sea?" Banin balik bertanya. Cori hanya menggelengkan kepala dengan lemah seolah putus asa.

"Belum ada, Pak. Dokter satu pun belum ada yang keluar dari ruang Unit Gawat Darurat." Mendengar itu Banin meraup wajah tampannya yang tiba-tiba keruh.

Ada kekhawatiran dan ketakutan yang begitu memenuhi dadanya. Ini kedua kali Sea mengalami kritis seperti ini dan semoga dia tidak kekurangan darah.

Banin mendengarkan kronologi yang diceritakan oleh Co⁸88⁸ri dengan seksama. Tak lama kemudian dia mendekati petugas dari kepolisian untuk menanyakan sejauh maba penyelidikan kasus pembunuhan Sea di rumah sakit.

Beberapa petugas polisi yang masih menunggu di ruang Unit Gawat Darurat itu juga meminta keterangan pada Banin orang-orang fi sekeliling Sea yang sekiranya pantas dicurigai.

Pikiran Banin sedari tadi melayang pada Eudrie. Mungkinkah Eudrie sejauh ini melakukannya? Kalau memang benar alangkah jahatnya gadis itu?

Bertepatan Banin selesai memberikan informasi pada petugas kepolisian tepat itu pula pintu ruang Unit Gawat Darurat terbuka. Dengan cepat Banin memburu dokter yang keluar dari ruangan itu.

"Dok! Bagaimana keadaannya?" tanyanya dengan antusias membuat dokter itu berhenti sejenak.

"Apa Anda keluarganya?" Dokter itu balik bertanya.

"Saya walinya, Dok," jawab Banin terlihat cemas karena dokter itu tidak segera menjawab pertanyaannya.

"Ikut ke ruangan saya." Banin semakin merasakan kecemasan yang luar biasa ketika dokter itu malah menyuruhnya untuk ikut ke ruangannya. Seperti ada hal yang sangat serius.

Dia meninggalkan Arlan dan Anselly dan juga Cori di ruang tunggu. Sesampainya mereka di ruang dokter itu, Banin di persilakan duduk menghadap dokter tersebut.

"Sebelumnya perkenalkan, saya Dokter Prasetyo. Kebetulan Dokter Kepala di sini. Kasus yang dialami oleh Sea adalah kasus langka di sini. Seseorang yang sekiranya akan dibunuh dengan cara keji tidak pernah terjadi sebelumnya di rumah sakit ini. Apakah pasien sebenarnya punya musuh?"

Banin menghela napas panjang mendengar pertanyaan Dokter Prasetyo. Dia sendiri juga prihatin melihat kondisi Sea. Gadis polos yang sudah tidak punya siapa-siapa tapi sekarang malah disakiti oleh orang tang tidak pernah dia kenal.

"Saya rasa Sea tidak pernah mempunyai musuh, Dok. Dia baru beberapa hari menjadi asisten pribadi saya. Sekiranya ada yang beniat mencelakakannya kemungkinan besar berhubungan dengan saya."

Hembusan napas dari Dokter Pras menunjukkan bahwa Dokter Kepala itu sangat menyayangkan dengan kasus yang menimpa Sea. Gadis yang kelihatannya sangat polos itu harus menerima akibat dari orang-orang sekelilingnya.

"Tolong, Pak Banin selesaikan urusan ini apa lagi kalau ini menyangkut urusan pribadi. Kasihan orang-orang yang tak seharusnya terlibat akan menjadi korban. Beruntung nyawanya masih di selamatkan oleh Tuhan. Saat ini keadaan Sea sudah stabil. Denyut nadinya sudah normal. Orang ini sangat sadis cara kerjanya. Dia memutus aliran denyut nadi Sea. Seandainya pertolongan pertama itu terlambat. Kemungkinan nyawa Sea tidak tertolong."88

Banin menahan napas mendengar penjelasan Dokter Prasetyo. Ada kemarahan yang bergemuruh di dadanya saat ini. Wajah Eudrie kembali membayang di benaknya.

****

Satu jam yang lalu Banin meninggalkan rumah sakit tanpa sepengetahuan kedua sahabatnya dan sekertarisnya. Terakhir dia pergi dari tempat itu juga Sea sudah dipindahkan ke ruang intensif.

Saat ini dua sudah menjejakkan kakinya di sebuah apartemen mewah di kawasan Menteng pusat. Dengan tergesa dan raut wajah yang tegang dia segera menaiki lift menuju lantai 10 .

Alangkah terkejutnya Eudrie ketika Banin sudah di depan pintu apartemennya tanpa berniat untuk masuk ke dalam.

"Eh, Sayang. Kok nggak ngomong kalau mau datang? Kamu mau bikin kejutan, ya?" tanya Eudrie gugup dan terdengar sangat garing. Sesekali ekor matanya melirik ke dalam kamarnya seolah di sana ada seseorang yang disembunyikannya.

Banin melihat gelagat itu tapi dia tak peduli. Saat ini yang dia pedulikan adalah pengakuan Eudrie tentang perbuatannya sudah hampir melenyapkan nyawa Sea.

"Kenapa kamu melakukan perbuatan sekeji itu, Eudrie?" tanya Banin dengan tiba-tiba. Bahkanntabgannya sedikit mencengkram kerah baju yang dipakai gadis itu hingga terlihat Eudrie tercekik.

"A-apa maksud kamu, Banin? Aku tidak mengerti. Tolong lepaskan cengkraman kamu ini. Sakit!" suara Eudrie semakin tercekik. Matanya mendelik ke atas. Tangannya berusaha menahan tangan Banin yang semakin kuat mencengkemram lehernya.

"Apa untungnya kamu mau membunuh Sea? Bukannya aku sudah berjanji padamu untuk menikahimu. Jadi aku minta jangan sekali-kali kamu berani mendekatinya lagi. Apalagi sampai berniat membunuhnya seperti ini!"

Eudrie menghirup udara sebanyak-banyaknya ketika Banin sudah melepaskan cengkramannta. Tapi sungguh dia tidak paham dengan apa yang dikatakan oleh pria tampanbyang berhati dingin itu.

Membunuh Sea? Bahkan sampai saat ini rencana itu pun belum Eudrie pikirkan. Bagaimana mungkin Banin bisa menuduhnya bahwa dia akan membunuh Sea?

Baru saja dia akan mengajukan protes tapi sosok pria tampan itu sudah menghilang dari depan matanya. Eudrie menghentakkan kakinya dan kembali masuk ke dalam apartemennya.

"Siapa yang datang, Sayang?" tanya seseorang sambil memeluk pinggang ramping Eudrie dan perlahan melepaskan piyama itu hingga tubuh gadis cantik itu terlihat memukau di depan sosok pria muda seumuran dengannya.

"Akh! Dia datang hanya membuat moodku hancur dan berantakan," ucap Eudrie sambil berjalan ke sisi pembaringan dengan tubuh telanjangnya dan diikuti oleh pria tampan di belakangnya.

"Jangan terlalu dipikirkan, Sayang. Sebenarnya aku tidak pernah setuju dengan rencana kamu mau menikah dengannya. Aku sangat mencintaimu, Eudrie. Menikahlah denganku."

Eudrie hanya melirik sekilas ke arah pria itu lalu mendengus kasar. Bagaimana dia bisa menikah dengan pria ini kalau dia saja pengangguran dan tak mempunyai penghasilan. Kerjaannya hanya jadi budak sex tante-tante.

"Banin bilang hari ini ada yang berusaha membunuh perempuan yang dia cintai. Dan pria brengsek itu menuduhku bahwa akulah yang melakukannya."

Lagi-lagi pria itu memeluk tubuh telanjang Eudrie dari belakang. Menghidu aroma leher jenjang gadis cantik itu.

"Kamu tenang saja, Sayang. Pasti dia yang melakukannya. Karena tadi aku dengar dia menyuruh anak buahnya untuk menghabisi seseorang. Dan kamu jangan khawatir, hari ini aku sudah mendapatkan uang itu. Kamu bisa mengambilnya di rekeningku nanti."

Eudrie tersenyum devil mendengar ucapan pria itu lalu dia berbalik menghadap ke arah pria itu dan tak lama kemudian tubuh kedua makhluk berbeda jenis itu sudah melakukan penyatuan.

****

BERSAMBUNG