Justin masih setia menemani atasan sekaligus sahabat kecilnya ini. Justin dan Richard sedang berada di ruangan serba putih serta bau obat yang menyeruak ke seluruh ruangan itu,terdengar suara detektor pendeteksi jantung dan suara tabung oksigen pernapasan sebagai alat bantu seseorang yang sedang berbaring di ranjang kesakitannya. Seorang pria paruh baya tergeletak di atas sebuah ranjang di rumah sakit di negara S dengan berbagai alat yang menempel di tubuh rentan orang itu. Setelah Richard dan Justin mengantarkan Kendra kembali ke rumah sakit,Richard meminta Justin untuk menyiapkan jet pribadinya untuk segera ke negara S dan disinilah mereka berdua berada, di ruang VVIP dengan fasilitas memadai untuk orang yang sangat Richard sayangi dan selalu ada ketika dirinya membutuhkan perhatian dari sosok mommy.
"Daddy" ucap lirih Richard sambil memegang tangan daddy nya
Orang yang sedang berbaring itu adalah Ramon Alvaro. Dokter menyatakan bahwa dirinya mengalami koma jangka panjang pasca kecelakaan yang dialaminya beberapa tahun yang lalu,sebenarnya dokter menyarankan agar Richard mengikhlaskan Ramon dan melepas semua alat bantu yang menempel pada tubuh pria paruh baya tersebut. Tapi,Richard tidak mengizinkannya,pria itu yakin kalau suatu saat Ramon akan sadar dari komanya. Apalagi dirinya belum mempertemukan daddy nya ini dengan Amira dan Sandra. Suara isak tangis yang keluar dari bibir Richard kembali didengar oleh Justin. Pria yang terkenal kejam dalam dunia bisnis saat ini benar-benar sedang sangat terpuruk dengan keadaan yang dialaminya selama ini. Tanpa disadari oleh Justin bahwa dirinya pun ikut terhanyut dalam kesedihan sahabatnya itu. Justin segera menghapus air mata yang keluar begitu saja tanpa permisi. Pria itu menengadahkan kepalanya agar air matanya tidak turun lagi. Justin masih menatap Richard yang terus terisak sambil memegang tangan daddy nya. Seseorang yang terlihat begitu tegar dan kuat, mungkin saja hatinya sedang rapuh, karena apa yang terlihat belum tentu sama dengan yang sebenarnya terjadi. Hati mungkin mudah rapuh, tapi tidak dengan ketangguhannya yang masih tersembunyi. Hanya sebuah rapuh yang bersungguh-sungguh belajar dari jatuh untuk menjadi tangguh. Justin begitu salut dengan ketegaran Richard selama beberapa tahun ini,bahkan dirinya tidak pernah mengeluh dan mengatakan menyerah demi mewujudkan impian daddy nya.
****
Di ruangan rawat Aaram terlihat Amira sedang sibuk menghubungi seseorang. Entah siapa yang sedang dirinya hubungi,tapi dari raut wajah Amira tergambar jelas rasa khawatir dan rasa takut terjadi sesuatu pada putranya itu. Sejak Kendra kembali dari kantor polisi,dirinya tidak dapat menghubungi Richard atau Justin. Akhirnya Amura menyerah,wanita paruh baya itu memilih kembali ke ruang rawat menantunya itu.
Ceklek
Pintu dibuka oleh Amira dari luar,Sandra yang sedang membantu suster mengganti perban pun menoleh ke arah sang ibu,Sandra mengernyitkan kedua alisnya karena ibunya terlihat sedang murung. Pemasangan perban baru untuk Aaram pun selesai dan suster pamit undur diri. Sandra menghampiri ibunya yang sedang duduk di sofa sambil menatap ke arah ponselnya,seperti sedang menunggu sebuah balasan panggilan atau pesan dari seseorang. Aaram pun yang merasa ibu mertuanya saat ini sedang dalam keadaan tidak baik pun,berusaha untuk duduk dengan benar. Sandra yang melihat Aaram sedang berusaha untuk duduk pun segera menghampiri ranjang untuk membantu Aaram.
"Hati-hati,Ar." Ucap Sandra
Aaram tersenyum pada Sandra "tenang saja aku bisa sendiri" jawab Aaram dengan suara yang sedikit menahan rasa nyeri pada lukanya.
"Ayo,aku bantu" Sandra sedikit memeluk tubuh Aaram untuk memudahkannya membantu Aaram duduk di atas kasur.
Deg
Detak jantung Aaram kembali berdetak kencang karena posisi mereka saat ini terlalu dekat,apalagi aroma tubuh Sandra menyeruak ke indra penciumannya saat ini. Begitupun dengan Sandra jantungnya pun berdetak dengan cepatnya saat tatapan mereka saling terkunci dengan jarak wajah mereka yang sangat dekat. Sandra dengan cepat mengalihkan pandangannya dan membenarkan posisi Aaram,dan Sandra juga mengatur posisi kepala ranjang agar lebih tinggi,jadi Aaram bisa bersandar di kepala ranjang.
Sambil mengatur ketinggian sandaran kepala ranjang sesekali Sandra melirik ke arah ibunya yang masih saja memandangi ponselnya dengan wajah murungnya. Aaram pun melihat ke arah ibu mertuanya itu.
"Sandra" suara Aaram yang begitu pelan,tapi masih dapat didengar oleh Sandra mampu mengalihkan pandangannya dari Amira.
"Ibu kenapa" dengan mulut yang bergerak tanpa suara,tapi dapat dipahami oleh Sandra.
Sandra menggelengkan kepalanya dan mengangkat kedua bahunya, kemudian Sandra menghampiri ibunya dan duduk disebelahnya. Lamunan Amira tersadar karena merasa ada seseorang yang duduk di sebelahnya dan dirinya mendapatkan Sandra yang sedang menatapnya dengan sangat intens.
Tangan Sandra menyentuh tangan Amira dan mengaitkan tangannya di tangan ibunya itu. "Ibu kenapa? Apa ada yang sedang ibu pikirkan?" Tanya Sandra yang masih menatap Amira
Amira menatap tangan putrinya,lalu menatap ke wajah Sandra dan tersenyum "ibu hanya sedang memikirkan Richard,sejak dari kantor polisi ponselnya tidak dapat ibu hubungi. Firasat ibu juga gak enak banget,San. Sebenarnya ibu hanya ingin menanyakan bagaimana kelanjutan hukuman untuk orang yang sudah menabrak Aaram pada Richard. Tapi,panggilan dan pesan dari ibu tidak satupun di balas sama Richard." Amira berucap sambil melirik ke arah Aaram agar menantunya juga tidak ikut gelisah mengkhawatirkan dirinya.
"Ibu,tadi kan' Kendra juga sudah mengatakannya kalau semuanya sudah diselesaikan oleh Richard dan Justin. Jadi,ibu tidak perlu mengkhawatirkan semuanya,mungkin juga saat ini Richard sedang sibuk atau sedang mengadakan pertemuan penting bersama kliennya. Jadi,untuk sementara ponselnya dimatikan terlebih dahulu. Ibu kan' tahu bagaimana Richard,dia adalah orang yang sangat berpengaruh di kota ini sama seperti hal nya keluarga Alfarez,bu." Sandra memberi penjelasan pada ibunya agar ibunya mengerti.
"Yang dikatakan Sandra itu benar,bu. Mungkin saat ini Richard sedang sangat sibuk,nanti dia juga akan menemui ibu jika semuanya sudah selesai." Ujar Aaram yang membenarkan semua ucapan istrinya
Amira pun tersenyum "maafkan ibu ya membuat kalian khawatir,mungkin karena ibu terlalu mengkhawatirkan Richard kali ya,jadi perasaan ibu ikut tidak tenang seperti saat ini."
"Sudahlah bu,semuanya pasti akan baik-baik saja." Ucap Sandra sambil memeluk dan mengusap punggung ibunya pelan.
"Ibu sudah makan?" Tanya Aaram
Amira menatap Aaram dan mengangguk "sudah,tadi ibu sudah makan di kantin" jawab Amira sambil menampilkan senyumnya.
"Ini sudah mau magrib,sebaiknya ibu pulang dulu ya. Besok setelah dari tempat catering ibu akan kesini lagi membawakan makan siang untuk kalian."
"Tidak usah bu,kalau ibu merasa sangat lelah jangan memaksakan diri untuk kesini. Masalah makan Sandra bisa memesannya lewat G*food."
"Ya sudah lihat besok saja,kalau ibu sempat ya kesini. Tapi,kalau tidak bisa ibu akan menyuruh seseorang untuk membawakan makan buat kamu dan Aaram."
"Terserah ibu saja" jawab Sandra disertakan senyum manis di wajahnya. Aaram yang melihat senyum Sandra itu pun merasa terpesona. Senyum manis yang begitu lepas dan baru pertama kali ini Aaram melihatnya. Memang selama Sandra merawat Aaram,dirinya sering melihat senyum Sandra. Tapi tidak seperti saat ini.