Chereads / Ingin Kukatakan Sesuatu / Chapter 5 - Memukul Seseorang dari Keluarga Wangsa dengan Penuh Amarah!

Chapter 5 - Memukul Seseorang dari Keluarga Wangsa dengan Penuh Amarah!

Sandi yang sudah kehilangan kesabarannya berkata, "Sudah. Hentikan omong kosong ini dan cepat naik ke mobil! Kita pergi ke hotel untuk menjamu tamu terlebih dulu. Setelah pesta ulang tahun Nenek selesai, terima hukumanmu dengan lapang dada, kemudian dengarkan tanggapan Nenek mengenai perceraianmu dengan Giana."

Sean menatap Sandi dengan tatapan membunuh dan berkata dengan tegas, "Aku bilang, aku tidak akan pergi!"

Emosi Sandi sudah memuncak karena merasa ditantang. Dia langsung memaki, "Dasar tidak berguna! Minta dipukul rupanya? Iya?!"

Sesudah mengatakan itu, Sandi membuka pintu, lalu keluar dari mobilnya dan menendang sepeda motor Sean. Tanpa diduga, Sean memundurkan motornya secepat kilat dan berhasil menghindari tendangan Sandi. Setelah itu, Sean turun dari motor dan menendang perut Sandi.

Buk!

Sejak awal, Sandi adalah seorang buaya darat yang sehari-hari hanya menghabiskan waktu bersama dengan teman-teman wanitanya. Tubuhnya benar-benar lemah. Sekali tendangan dari Sean sudah cukup untuk membuatnya tergeletak begitu saja.

"Kamu…! Dasar tidak berguna! Berani-beraninya kamu melawan!" rutuk Sandi.

Sandi jelas terkejut. Selama tiga tahun terakhir, dia sering menindas Sean. Bahkan, meskipun ditindas di depan keluarga Giana, Sean juga tidak berani melawan. Akan tetapi, Sean, suami yang tinggal di rumah istrinya ini, ternyata hari ini berani memukul pewaris masa depan keluarga Wangsa.

Sandi bangkit dan mengeluarkan pisau buah dari bagasi mobil Maserati-nya, kemudian berkata dengan penuh amarah, "Aku akan mewakilkan Nenek untuk menghukummu dengan adat keluarga. Aku akan memotong-motong tubuhmu sampai mati!"

Wus! Wus! Wus!

Sandi menebas Sean tiga kali, tetapi Sean menghindari semua serangannya dengan santai.

Sean adalah seseorang yang mempelajari seni bela diri sejak berusia lima tahun dan tidak pernah berhenti berlatih selama sepuluh tahun. Selain itu, para guru yang melatihnya adalah orang-orang yang ahli, baik dari dalam maupun luar negeri.

Hanya seorang Sandi dan sebuah pisau buah belaka tidak akan bisa melukai Sean sama sekali.

Dalam sekejap, Sean menggerakkan tangannya secepat kilat dan menepis pergelangan tangan Sandi yang memegang pisau. Dengan begitu, pisau buah itu langsung terjatuh ke tanah. Di saat yang sama, tanpa menunggu Sandi memungut pisaunya, Sean meninju wajah Sandi dengan tinju taekwondo-nya.

Bak! Buk! Bak! Buk!

Sandi jatuh ke tanah dan tidak berani menyerang Sean lagi.

Sean memandang rendah Sandi dan berkata dengan tegas, "Pulang dan beritahu orang-orang di keluarga Wangsa kalian bahwa aku bukan lagi anjing keluarga Wangsa yang akan patuh terhadap apapun yang kalian katakan. Tidak ada yang bisa memerintahku, kecuali aku sendiri yang ingin pergi!"

Setelah selesai mengatakannya, Sean kembali mengendarai sepeda motornya untuk lanjut mengantarkan pesanan makanan berikutnya.

Sandi sudah dipukuli hingga hidungnya memar dan wajahnya bengkak. Tetapi, bukannya pergi ke rumah sakit, dia berniat memanfaatkan kejadian ini sebagai suatu kesempatan yang baik untuk memenangkan simpati neneknya.

Aku tidak akan membiarkan Sean begitu saja! pikir Sandi.

———

Sandi mengendarai mobilnya kembali ke perumahan Kelapa Gading dengan wajahnya yang terluka. Pada saat ini, Nenek Wangsa dan yang lainnya baru saja keluar dari rumah dan bersiap pergi ke hotel untuk menyambut para tamu.

Ibu Sandi, Sinfiani Cokro, melihat Maserati kuning yang dikenalnya bergerak mendekat. Dia menunjuk-nunjuk pada Nenek Wangsa sambil berkata, "Sandi kembali."

Nenek Wangsa tersenyum dan mengangguk sambil memuji, "Memang Sandi benar-benar efisien."

Semua orang mengira bahwa Sandi membawa Sean kembali bersamanya. Tetapi, tiba-tiba Sandi keluar dari mobil sendirian dengan wajah penuh luka.

Nenek Wangsa merasa sangat tertekan. Sandi adalah satu-satunya cucu laki-laki, penerus generasi keluarga Wangsa. Jika sesuatu terjadi padanya, garis keturunan keluarga Wangsa akan terputus.

"Cucuku sayang, kenapa kamu bisa sampai dipukuli seperti ini? Siapa yang memukulmu?" Nenek Wang bertanya dengan cemas.

Sandi menjawab dengan sesenggukan, "Nenek, suami tidak berguna Giana yang memukulku!"

"Apa?!" Jayanata yang naik pitam memekik dan menunjuk keluarga Jayadi, "Menantu tidak bergunamu itu ternyata berani untuk memukul Sandi! Aku ingin kalian mempertanggungjawabkan hal ini!"

Tak ayal, Jayadi dan Lana panik bukan main. Sean adalah menantu mereka, jadi hutang ini pasti harus mereka tanggung.

"Menantu tidak berguna ini akan menimbulkan masalah bagi kita. Ketika aku melihatnya, aku harus merobek mulutnya!" kata Lana dengan kejam.

"Lapor polisi saja? Nenek?" Sandi bertanya pada Nenek Wangsa.

Nenek Wangsa bukanlah orang yang suka berurusan dengan polisi. Dia menolak, "Ini urusan keluarga. Tenang saja. Nenek pasti akan membuat dia mendapatkan ganjaran yang pantas untuk dirinya!"

Sesudah itu, Nenek Wangsa memandang Jayanata dan berkata, "Jayanata, Ibu tahu bahwa kamu mengenal beberapa teman di Tanah Abang. Suruh mereka untuk memberi pelajaran pada bajingan itu dan bawa dia kembali padaku!"

"Baik!"

Melihat luka di wajah putranya membuat Jayanata tidak sabar untuk segera menguliti Sean. Dia bergegas menghubungi salah satu temannya di Tanah Abang.

———

Setengah jam kemudian, Sean baru saja selesai mengantarkan pesanan makanan ke sebuah komplek perumahan. Dia hendak turun dari tangga sebuah gedung bertingkat tanpa lift.

Tiba-tiba, dua pria kekar dengan tinggi di atas seratus delapan puluh lima sentimeter dan berat sekitar dua ratus kilogram muncul di depan Sean. Keduanya terlihat memiliki tubuh yang penuh dengan tato.

Salah satu pria bertato itu bertanya, "Kamu Sean, kan? Ikut dengan kami."

Sean melirik mereka berdua dan mengetahui bahwa mereka pasti merupakan orang-orang yang dikirim oleh keluarga Wangsa. Dia menjawab, "Hari ini adalah hari terakhirku mengantarkan makanan. Aku tidak akan pergi ke manapun."

Sean adalah orang yang akan menyelesaikan apa yang sudah dimulainya. Dia sudah terpilih menjadi presiden direktur Grup Citra Abadi, sementara hari ini benar-benar merupakan hari terakhirnya untuk mengantarkan makanan. Terlepas dari apapun pekerjaannya, Sean ingin menyelesaikan karier pengiriman makanannya sampai akhir.

"Sudah! Tidak perlu basa-basi lagi! Paksa saja!"

Dua pria kekar itu tidak lagi berbicara omong kosong dan langsung memukul Sean.