Dibalik seorang Tumari yang nakal, banyak tersimpan kisah sedih hidupnya yang tak pernah dia ungkapkan.
Teng... teng... teng... suara lonceng tanda masuk kelas pun berbunyi.
Kami segera berlari masuk ke dalam kelas. Saat hendak melewati pintu, aku nyaris bertabrakan dengan Nawang. Entah apa yang dia lakukan di dalam kelasku, dia keluar sembari melirik tajam penuh kebencian padaku. Tapi sayangnya aku tidak begitu perduli, aku hanya menganggap mereka badut-badut penghibur di dalam kehidupanku ini.
Sampai di dalam kelas, aku melihat buku-buku yang berhamburan di lantai dan juga tas. Tapi tunggu dulu, aku berjalan lebih dekat ke arah buku yang berserakan. Nampaknya aku sangat mengenalinya, lalu aku melihat ke arah mejaku. Yati sudah duduk di bangku yang ku pilih sembari menjulurkan lidahnya ke arahku, seperti kebiasaannya.
Sekarang pandangku, kuedarkan ke seluruh ruang kelas. Semua temanku hanya diam seraya menatapku dengan tatapan tegang.