Arlo, lelaki itu diam membisu. Matanya menatap malas ke arah adiknya yang tengah tersenyum memandangi sebuah Foto.
"Gimana, Kak?"
"Gimana, apanya?" tanya balik Arlo yang menyenderkan kepalanya pada sofa.
"Kalo gue terima perjodohan ini, gimana?" tanya sang adik, dengan wajah berbinar.
"Terserah lo," jawab Arlo cuek, membahas soal perjodohan membuat moodnya buruk, apalagi ketika mengingat seseorang, membuat dirinya membenci mahluk yang bernama wanita.
Sang adik tak menjawab, mata sipitnya fokus pada foto yang menampilkan seorang wanita yang tengah tersenyum.
"Cantik, banget," pujinya.
***
"Athena, nggak mau nikah!"
Teriakan nyaring itu membuat telinga siapapun berdenyut kesakitan. Tetapi sepertinya wanita berambut panjang itu tidak peduli, dia terus menangis dalam kamarnya berteriak keras.
"Athena! Kamu jangan keras kepala!" tegur Violet, dia terus membujuk Athena untuk tidak lagi menangis di dalam kamarnya.
"Nggak, mau!"
"Athena Bunda mohon, kamu keluar, dulu ya? Apa kamu mau, penyakit bunda kambuh lagi? Kamu mau, liat bunda dirawat di Rumah sakit?"
Wanita dua puluh tiga tahun itu diam membisu, dia sungguh tidak mau hal itu tidak terjadi, anak mana yang mau orangtuanya sakit?
Perlahan, Athena membuka pintu dengan pelan, dia bingung, jika tidak membuka pintu pasti ibunya akan berbuat nekat.
Pintu terbuka sedikit, Violet tersenyum cerah melihat sosok Athena yang terlihat pasrah.
Violet mendekati putri tunggalnya itu, ia merangkul dengan sayang seraya memberi ketenangan.
"Gitu dong, akhirnya putri bunda yang paling cantik ini keluar."
Athena mendelik tajam, seolah-olah ingin melahap ibunya hidup-hidup.
"Ada maunya aja dibilang cantik, coba kalau hari biasa pasti disebut anak lemes." Violet terkekeh pelan mendengar Athena menggrutu.
"Jadi kamu mau 'kan Bunda jodohin sama anaknya musuh Bunda?" tanya Violet, dia tidak sabar mendengar jawaban Athena.
Athena diam, mungkin otaknya masih berputar berusaha mencerna apa yang ibunya katakan.
"A-apa, Bun? Musuh?" Athena ingin memastikan bahwa pendengarannya tidak salah. Tidak lucu bukan, kalau dirinya dijodohkan dengan musuh ibunya sendiri.
"Nggak sayang, kamu nggak salah denger kok," jawab Violet terkekeh kecil, dari dulu dia sangat ingin melihat Athena menikah, Violet juga ingin segera menggendong bayi.
Mata Athena masih membulat, dia benar-benar tidak mengerti.
"Bunda nggak bercanda kan? Masa iya Athena dijodohin sama anak musuh bunda sendiri? Mau gimana nanti masa depan Athena? Bunda mau membalas dendam, lewat Athena? Bunda mau liat Athena saling bacok sama mertua? Bunda ini aneh ya."
Violet memukul lengan Athena. "Kamu ini ada-ada aja! Mana mungkin bunda mau liat kamu jadi pembunuh, yang ada nanti Butik bunda sepi gara-gara anaknya masuk penjara! Hell please ya jangan ngadi-ngadi!"
Athena memutar matanya malas mendengar ocehan Violet yang seperti anak gaul. "Terus apa brother?"
Violet mendelik tajam ia memukul pantat Athena dengan keras. "Yang sopan!"
Athena mengerucutkan bibirnya kesal ibunya ini memang legend soal memukul. "Ya terus apa?"
"Maksud musuh itu bukan musuh beneran, kayak sahabat dekat, kalau lebih jelasnya lengket, atau temenan dan kalau bahasa sundanya itu babaturan," jelas Violet dengan seksama.
Atehna, menghela nafas panjang, ia tak mau topik ini semakin jauh. "Yaudah aku terima perjodohan ini."
Violet teriak sampai menari-nari saking senangnya.
Athena diam mencoba memaklumi.
Violet berhenti menari-nari ia berjalan mendekati Athena dengan wajah serius. "Tapi kitera idaman kamu kayak gimana?"
Athena tersenyum lebar matanya meledek pertanyaan ibunya. "Athena nggak cari yang sempurna kok, cukup tampan, dermawan dan mapan."
Setelah mengucapkan itu Athena pergi masuk ke kamarnya meninggalkan Violet yang diam mematung.
"Dasar anak Pak Wiro," lirih Violet ia mengelus dadanya sabar.
Lain tempat, Athena diam di kamarnya, dia mencoba menerima semuanya dengan lapang dada. Ini tertalu cepat baginya, terlebih ia belum siap membuka hati untuk siapapun.
Mata Athena terhenti pada sebuah benda yang tak jauh. Benda itu mengingatkannya pada seseorang yang beberapa hari yang lalu sempat bertemu dengannya.
Athena tak tahu dengan dirinya, dia tidak boleh jatuh dalam lubang yang sama, Athena juga harus melupakan dan memaafkan masa lalu yang selalu membuatnya merasa bersalah. Tetapi bagaimana ia berdamai dengan masa lalu jika seseorang yang ada di dalamnya saja masih menyimpan dendam terhadapnya?
Athena bisa melihat kebencian itu di dalam matanya yang hitam pekat, Athena masih ingat dengan tangan yang mengepal kuat saat ia bertemu dengannya. Apa itu masih kurang membuktikan jika dia benar-benar masih membenci Athena?
Athena tahu bahwa sifatnya dimasa lalu memang tidak bisa ditoleransi, tetapi apakah ia salah meminta maaf dan mencoba berbaikan?
Athena menghela nafas panjang, dia tidak boleh berlarut-larut memikirkan sang mantan, jika memang dia tidak mau memaafkannya ya sudah, Athena tak peduli karena dirinya juga sudah meminta maaf, memaafkan atau tidak itu memang haknya dan Athena mencoba untuk tidak pusing memikirkan hal itu.
Suasana restaurant mewah yang terletak di pertengahan Jakarta tampak ramai siang ini. Terlihat banyak pengunjung yang sedang menikmati santapannya. Beberapa pelayan dengan seragam putih dipadu celemek hitam saling berlalu lalang mengantarkan makanan.
Di meja bar, tampak seorang wanita yang sedang asyik memainkan ponsel.
Ia tampak tidak terganggu pada suasana restaurant sepupunya itu. Di samping ada seorang perempuan berseragam resmi yang sesekali menatapnya dengan dengusan.
Perempuan berseragam resmi itu keluar sebentar setelah beberapa pelayan memanggilnya kedepan.
"Gawat Then!" ucap perempuan berseragam resmi itu yang baru saja kembali sebut saja namanya Dian.
Alis wanita itu berkerut. Athena, wanita itu menaruh ponselnya kembali dia bersedekap menatap Dian.
"Kenapa?" tanya Athena.
"Di luar, salah satu karyawan buat kekacauan. Dan pelanggan minta ganti rugi," jawab Dian.
Athena memutar mata malas. "Yang jadi manager di resto ini lo, kenapa harus lapor ke gue?"
Dian semakin kalang kabut mendengar jawaban Athena. "Kan lo disuruh sama bos buat mantau ini resto jadi lo juga penting lah!"
Athena menghela nafas panjang. Memang benar ia disini karena Rian sepupunya pergi keluar negeri untuk menemani pacarnya berobat.
Athena pun mengalah ia dan Dian berjalan ke ruang depan dimana semua pelanggan ada di sana.
"Saya nggak mau tahu! Atasan kamu harus ganti rugi!"
"Permisi," ujar Athena ia dan Dian berdiri di belakang pria yang tengah memarahi salah satu karyawan.
Dahi Athena berkerut saat orang itu tidak menyahut dan tidak lagi mengomel. Tatapan Athena jatuh pada meja. Sebuah laptop dan ponsel terlihat basah di sana, mungkin terkena air. Athena menghela nafas kenapa karyawan Rian bisa secoroboh ini?
Athena memberikan kode kepada Dian untuk membawa karyawan ke dalam.
Mengangguk, Dian menarik tangan karyawannya ke dalam.
"Permisi, Mas?"
Setelah beberapa detik, mata Athena membulat tak percaya saat lelaki itu berbalik badan. Alis tebal, mata hitam yang memikat. "A-Arlo?"