aku sudah sampai dirumahku dengan selamat, aku langsung disambut oleh papaku yang sudah menunggu didepan pintu
"Ada apa pa, apa papa baik-baik saja"
"ya papa baik-baik aja, ayah kamu tuh udah nunggu kamu diruang kerja"
aku sudah ada didepan pintu dan mengetuk pintu itu "tok,tok,tok"
"masuk" suara ayahtiriku terdengar dari dalam aku pun membuka pintu itu dan masuk keruang kerja ayah tiriku
"duduk" perintah Arthur
aku pun duduk
"Aditya kamu tahu salah kamu apa?" tanya ayahtiriku langsung pada tujuannya"
aku tidak tahu, memangnya salah aku apa?" aku balik bertanya
Arthur menatap Adit dengan tajam
"salah kamu, kamu tidak menghargai dan menghormati saya sebagai kepala rumah tangga dan sebagai ayah kamu" tegas ayahtiriku
"tuan Arthur yang terhormat selama ini saya tidak pernah mengganggap tuan sebagai Ayah saya. Ayah saya hanya satu namanya Arlan bukan Arthur" aku marah
"Aditya! jaga bicara kamu! kamu tidak tahu siapa saya, jangan mencoba memancing amarah saya" ayahtiriku murka
"yah memang saya tidak tahu kamu siapa, yang saya tahu kamu sudah merebut papa saya dari ibu saya setelah ibu saya meninggal" aku sarkastik
"Aditya!"
"brak!" ayahtiriku menggebrak meja yang ada didepannya
"kalau tidak ada lagi yang mau tuan bicarakan saya permisi dulu"
aku berdiri dari bangku dan pergi meninggalkan ayahtiriku yang menatapku dengan tatapan ingin membunuh.
aku pun langsung kekamarku dan tiduran diranjang. Tak lama kemudian papaku masuk kekamarku
"Adit ada apa nak, kenapa kamu bertengkar dengan ayahmu seperti" papaku prihatin
"Dia bukan ayahku, ayahku tetap papa Arlan bukan dia" tegas aku
"tapi bagaimana pun juga hormatilah dia sebagai orang yang lebih tua, kalau ibumu masih hidup dan melihat kamu seperti ini, ibumu pasti sangat kecewa padamu" nasihat papaku
"maafkan aku pa, aku tidak tau harus berbuat apalagi, aku rindu sama ibu, aku ingin ibu hidup lagi dan kita bisa berkumpul lagi sebagai keluarga" aku menangis
"papa juga kangen, rindu sama ibu kamu, tapi kita harus hidup realistis, hidup kamu masih panjang, masih banyak yang harus kamu raih jangan sia-siakan hidupmu dengan menghukum dirimu sendiri" papaku menasihatiku dan aku hanya diam tertunduk
"Yah sudah kalau begitu kamu istirahat saja, pikirkan apa yang papa katakan tadi, jangan dimasukkan kedalam hati apa yang ayah (Arthur) kamu katakan"
papaku mengecup dahiku dan keluar dari kamarku
"Selamat tidur" kata papaku
"terimakasih pa" balasku
papaku lalu berjalan menuju keruang kerja suaminya dan melihat suaminya duduk dikursinya sambil memejamkan matanya