"Kalau Paman tidak menyukainya, Paman harus memberitahuku... aku akan berhenti." kata Wolfie dengan lembut.
"Hah??" Saat reaksi Rey yang terkejut akhirnya muncul, bibirnya dipenuhi dengan bibir Wolfie. Wolfie menciumnya dengan beringas, tidak memberikan Rey kesempatan sedikit pun untuk menghindar dan melarikan diri.
Tubuh mereka saling bersentuhan saat Wolfie menggunakan lidahnya dengan gesit menjilati setiap titik di mulut Rey. Air liur mengalir di sudut bibir mereka saat lidah mereka saling membelit. Rey merasa seperti kerasukan, dia tidak pernah menduga kalau dia tidak membenci perasaan ini.
Bibir mereka terpisah dan Rey terengah-engah dengan matanya yang setengah terbuka.
Wolfie menelusuri leher Rey dengan bibirnya, menggigit tulang leher Rey, lalu berhenti di dada si pria. Wolfie kemudian menempelkan bibirnya di puting Rey yang mengacung itu, menghisapnya dengan keras dan mencubit puting satunya dengan jari-jarinya.
Rasa sakit karena hisapan Wolfie berubah dengan cepat dengan gelombang rasa kebas memenuhi setiap bagian tubuh Rey.
Ciuman itu sangat mengacaukan pikiran Rey. Dia menunduk dan melihat bibir si pemuda bergetar saat Wolfie melepaskan bibirnya dari dada Rey. Di tempat Rey dicium oleh Wolfie, terdapat bekas dengan tanda gigitan yang dalam.
Rey merasa kekuatan tubuhnya lenyap. Dia berpegangan pada bahu Wolfie, hampir tidak bisa menopang dirinya lagi.
Tanpa disadari Rey, pakaiannya sudah dilepas oleh Wolfie. Rey merasa pikirannya melayang saat Wolfie menjilati tubuhnya dengan lembut.
Si pemuda terus memanjakan tubuh Rey seolah-olah terobsesi pada dirinya.
Kebutuhan se*sualnya semakin tinggi saat Wolfie membentangkan kaki Rey, memperlihatkan pantat bulat miliknya. Wolfie yang melihat itu, menelan ludahnya dengan susah payah.
"Paman... Kamu sungguh indah..." Puji Wolfie.
Wolfie menahan kaki Rey di pundaknya dan menundukkan kepalanya, menyapukan lidahnya pada lubang Rey yang memerah itu.
"Ahh..." Rey melengkungkan lehernya ke belakang, pandangannya mengabur saat menatap ke langit malam.
Rey bingung... Dia tidak bisa menolaknya...
Rey jatuh ke tanah karena kehilangan keseimbangannya. Gelombang kebas yang menggelitik menyebar ke sekitar bagian tubuh bawahnya. Dia bisa merasakan lidah si pemuda masuk ke dalam dirinya, berputar, menghisap, menggigit, menjilat... Napas Rey menjadi cepat dan pandangannya semakin mengabur. Dia tidak ingin Wolfie melihat dirinya yang memalukan ini, jadi dia menutupi matanya dengan lengannya, menggigit bibirnya, berharap suaranya tidak akan keluar.
Wolfie menarik lidahnya, meninggalkan lubang yang tadi dilecehkannya menjadi sedikit menganga. Wolfie menyadari bahwa lubang milik Rey masih bengkak akibat se*s mereka yang tidak terkendali beberapa hari yang lalu. Dia meletakkan jarinya di pintu masuk lubang itu lalu perlahan menekannya hingga masuk ke dalam lubang yang ototnya sangat kencang itu.
Jarinya dihisap kuat oleh otot lubang itu. Wolfie yang merasakan itu, menelan ludah dengan ragu-ragu, "Ughh... Paman... Lubangmu sungguh masih sangat ketat."
"Paman, tubuhmu harus lebih santai atau aku tidak akan bisa memasukkannya..." Kata Wolfie. Meskipun Wolfie mencoba meregangkan lubang itu dengan jarinya, tapi jarinya masih harus terus berjuang untuk masuk lebih dalam lagi.
"Ughh..." Rey merintih karena merasakan sensasi yang berasal dari jari Wolfie yang mencoba untuk memaksa masuk.
"Paman, apa Paman bisa menahannya? Atau ini terlalu berlebihan untukmu?" Wolfie berhenti dan dengan hati-hati mengamati Rey.
Jari Wolfie yang terbenam di antara otot-otot lubang Rey secara terus-menerus merasa terjepit dengan setiap kontraksi otot yang ditimbulkan oleh lubang Rey. Rey yang merasa kesulitan mencoba untuk beradaptasi pada benda asing yang masuk ke lubangnya itu, tapi ketika dia melihat ekspresi menderita Wolfie karena menahan bira*i, Rey tiba-tiba merasa tidak yakin.
"Aku tidak tahu..." Rey berbisik lalu dia menutup matanya karena malu.
Jari-jari itu mulai bergerak lagi di dalam lubang Rey.
Kemudian, jari-jari di dalam lubang itu menyentuh titik yang memunculkan perasaan asing yang berbeda dari sebelumnya, mengirimkan sensasi bergetar pada tubuh Rey.
"Disini... Apa rasanya enak?" Wolfie bertanya saat dia memperhatikan reaksi Rey, mengusapkan ujung jarinya ke titik itu.
"Aahhh..." Rey mengeluarkan desahan yang sangat menggoda hingga dia sendiri tidak tahu kalau dia bisa mengeluarkan seperti itu.
Setelah beberapa kali sodokan jari, Wolfie akhirnya mengeluarkan jari-jarinya dari dalam tubuh Rey lalu memegang batang miliknya sendiri yang sudah tegang sedari tadi dalam genggaman tangannya. Dia membungkuk dan berbisik di telinga Rey, "Paman, aku akan memasukkannya..."
Si pemuda membuka pantat Rey dan secara perlahan-lahan mendorong miliknya yang tegang agar masuk ke dalam lubang itu.
"Ahhh! Sakit!!" Erang Rey kesakitan.
Otot lubang Rey mengencang di sekitar batang milik Wolfie. Sensasi hangat membuat Wolfie merasa kalau dia meleleh ke dalam tubuh Rey yang berada di bawahnya. Wolfie beberapa kali mengambil napas dalam-dalam saat dia menarik batangnya keluar hampir seutuhnya, kemudian mendorongnya lagi menyentuh titik yang terdalam.
"Hhhnnn!!" Rasa tidak nyaman membuat Rey bernapas dengan keras hingga dia menekuk jari-jari kakinya.
Wolfie mulai mengatur kecepatan menyodoknya saat dia melihat miliknya terbenam di dalam tubuh Rey yang hangat itu. Napasnya memburu saat dia mengambil ritme gerakannya.
Rey melebarkan kakinya dengan lemas saat tubuhnya bergoyang bersama dengan gerakan Wolfie. Sekelilingnya mulai terasa kabur saat rasa sakit yang dirasakan berangsur-angsur menghilang, tergantikan dengan sebuah sensasi yang tidak bisa dijelaskan oleh dirinya yang semakin kuat di setiap sodokan yang diberikan oleh Wolfie. Perasaan itu sangat sulit untuk dikendalikan oleh Rey.
Wolfie merasa perhatiannya semakin terfokus pada Rey.
"Ahhnn... Hhnnn..." Rey mendesah saat rasa sakit dan nikmat yang bercampur mulai menguasai tubuhnya.
'Sial, aku tidak bisa berhenti!' Ucap Rey dalam hati. Dia tidak bisa menahan desahannya lagi agar tidak keluar dari mulutnya.
Terpesona dengan reaksi Rey, Wolfie menjilat telinga si pria dan dengan serak berkata, "Mencintaimu... Paman, aku mencintaimu..."
"AAahhhhh!!" Rey mengencangkan kedua kakinya yang membelit di pinggang Wolfie. Di tengah-tengah sodokan Wolfie yang terus-menerus tanpa henti, dia hanya bisa berpegangan pada lengan si pemuda, mempercayakan dirinya kepada si pemuda.
'Aku sudah gila... Hingga berpikir kalau akan ada hari di mana aku dengan rela membiarkan seorang pria melakukan hal ini padaku... ' Kata Rey dengan pasrah.
~~~~
Pagi hari telah tiba, Wolfie bangun dengan rasa puas dan perasaan bahagia. Matanya masih terpejam ketika dia membentangkan tangannya untuk memeluk Rey. Tapi—
Tidak ada. Orang yang seharusnya terbaring di sebelahnya menghilang.
"Hey Paman?!" Teriak Wolfie. Wolfie segera duduk, merasa panik.
'Apa dia... Apa dia menyesalinya? Dia masih tidak bisa menerimaku?' Kata Wolfie dalam hati. 'Pada akhirnya... Aku masih ditinggalkan...' Pikiran Wolfie semakin berputar-putar. Kini aura sekitarnya menjadi suram karena dirinya yang merasa sedih karena ditinggalkan oleh Rey.