"Sedang apa dengan cewek gue?" tanya Marsell dengan nada yang begitu serius. Langkah kaki Marsell begitu tegak dan terus berjalan menyusuri koridor menuju ke tempat di mana Prisya berada.
Sekarang Prisya memang sedang bersama dengan seorang cowok. Prisya menatap Marsell dengan tatapan yang tanda tanya dan juga bingung. Alasannya sebab ekspresi Marsell begitu serius dan terlihat semburat kegelisahan di dalamnya.
"Ada urusan apa dengan cewek gue?!" tanya ulang Marsell sambil menatap mata cowok itu dengan penuh keseriusan.
"Bukan urusan lo," jawab orang itu dengan nada bicara yang begitu datar.
Betapa terkejutnya Prisya saat memperhatikan kedua tatapan mereka. Prisya merasa ada sesuatu hal yang mereka rasakan dan sedang mereka pendam sekarang, tapi Prisya masih tanda tanya kenapa hal ini bisa terjadi.
Jauh lebih mengejutkan saat Prisya mendengar kalau cowok itu menjawab dengan nada yang cukup serius serta tatapan Marsell semakin lama semakin bersahabat. Prisya tidak ikut berbicara, Prisya lebih memilih untuk mendengarkan pembahasan mereka terlebih dahulu.
"Jangan terlalu merasa lo lebih baik dari pada gue, karena dia cewek gue! Lo harus tahu diri!" tekan Marsell dengan tatapan yang begitu serius.
Dengan begitu santai cowok itu mengukirkan senyumannya dengan begitu miring. "Diri gue, gue yang ngatur. Lo gak berhak untuk memerintahkan gue," ujar cowok itu dengan begitu santai.
Ekspresi Marsell semakin lama semakin berubah menjadi penuh dengan emosi. "Jadi, lo mau apa sekarang?!" tanya Marsell dengan nada yang seolah menantang mereka.
"Apa pun yang lo mau bakalan gue terima," ujar cowok itu.
Tatapan cowok itu semakin lama semakin berubah dan membuat Prisya semakin tanda tanya dengan semua ini, sebab Prisya merasa heran cowok yang dia anggap kalem ternyata mempunyai sisi yang jauh dari itu.
Bukh
"Kak Zidan!" teriak Prisya dengan penuh rasa kaget.
Sebuah pukulan yang begitu keras Marsell berikan tepat di sudut bibir Zidan. Rasa sakit sudah pasti mampu Zidan rasakan, sedangkan sebuah rasa emosi semakin meninggi di dalam diri Marsell setelah melihat Zidan malah tersenyum miring setelah memeganggi sudut bibir yang sudah Marsell pukul.
Bukh!
"Lo pikir cuma lo yang bisa?!" tanya Zidan dengan nada bicara yang cukup santai.
Deru napas Marsell semakin kencang dan tak beraturan sebab bercampur dengan emosi. Tidak bisa menahan emosinya lagi, Marsell kembali menghajar Zidan sampai akhirnya berkelahi dengan mereka.
"Marsell, stop!"
Prisya dengan seketika langsung menahan Marsell. Prisya merasa kalau Marsell yang sekarang sudah berbeda dengan biasanya, entah apa alasan utama yang membuat Marsell menjadi seperti ini.
"Lo, kenapa sih?!" tanya Prisya dengan nada yang penuh rasa kesal. Prisya sama sekali tidak suka dengan hal ini, terlebih Marsell berkelahinya dengan Zidan.
Orang yang cukup Prisya kenali dan cukup dekat dengan dia kenal kalau Zidan adalah orang baik, tapi ternyata pada akhirnya Prisya tahu kalau orang yang baik juka akan meledak saat ada sesuatu yang memancing emosinya.
"Ikut gue!" ajak Prisya dengan cukup paksa. Tanpa menunggu jawaban dari Marsell, Prisya langsung menarik tangan Marsell agar ikut bersama dengan dirinya.
*****
Dengan tatapan yang penuh dengan keseriusan, Prisya menatap Marsell dengan tanda tanya yang begitu besar. "Lo kenapa sih langsung emosi kayak tadi?" Prisya merasa heran dengan sikap Marsell yang sekarang.
Mendapatkan pertanyaan seperti itu, Marsell menatap gadis yang berada di hadapannya dengan begitu teliti. Memperhatikan manik mata Prisya membuat Marsell teringat akan beberapa kejadian yang sudah dia alami.
"Ada cowok yang akan diam liat cewek yang berstatus sebagai pacarnya berduaan dengan cowok lain?" tanya Marsell menggunakan nada bicara yang begitu serius dan tidak mengalihkan pandangannya yang sampai saat ini masih berfokus pada wajah Prisya.
Di sini Prisya merasa bingung, karena cukup mungkin kalau cowok akan marah saat tahu ceweknya bersama dengan cowok lain. "Gue tahu, tapi kenapa lo langsung emosi seperti ini? Lo kenapa?" Hal yang menjadi tanda tanya adalah ini, sebab Prisya merasa aneh dengan hal ini.
"Gak selamanya orang dalam keadaan baik," ucap Marsell yang kemudian melangkahkan kaki begitu saja meninggal Prisya yang membuat Prisya melongo penuh dengan kebingungan.
Tidak ingin Marsell terlalu jauh meninggalkannya, Prisya langsung melangkahkan kakinya dengan cepat sampai akhirnya menarik tangan Marsell yang membuat Marsell menghentikan langkah kakinya dan memandang Prisya dengan pandangan yang datar.
"Jangan marah, gue minta maaf."
Mendengar Prisya yang mengucapkan kata maaf sontak langsung membuat menjadi menatap Prisya dengan tatapan yang begitu berbeda dengan sebelumnya, di mana semula Marsell menatap Prisya dengan tatapan yang penuh dengan emosi.
Beberapa saat Prisya memperhatikan Marsell. "Gue gak habis ngapa-ngapain sama Kak Zidan, cuma ngobrol. Itu pun gak banyak, karena lo keburu datang." Prisya mengatakan apa yang memang terjadi antara dirinya dan juga Zidan tadi.
"Kalau lo lagi ada masalah cerita aja, gue terbuka buat dengerin cerita lo. Gue lebih suka lo yang jujur dengan masalah yang sedang lo hadapi, dibandingkan dengan lo yang mendadak marah dengan begitu besar, karena ada masalah yang sedang lo pendam."
Kalimat ini merupakan sebuah kalimat yang memang Prisya rasakan. Sebuah senyuman mendadak terukir dengan sendirinya di bibir Prisya sambil menatap Marsell dengan tatapan yang seolah menyalurkan kasih sayangnya.
Prisya sudah cukup mengenal Marsell, meski belum jauh. Prisya yakin alasan utama yang membuat Marsell seperti ini, karena sedang ada sebuah masalah yang terus berputar di dalam pikirannya yang membuat dirinya bisa dengan mudah merasakan yang namanya emosi.
Dalam sebuah hubungan akan jauh lebih baik jika ada salah satu pihak yang mengerti bagaimana kondisi pihak lain, memahami apa yang sedang orang lain rasakan. Hal ini cukup membuat hubungan berjalan dengan baik, meski tak sedikit masalah yang tetap hadir.
Mengabaikan atau abai pada pasangan, baik itu mengenai sebuah masalah atau kondisi, hanya akan membuat salah satu pihak tersakiti. Di mana pihak yang sedang mempunyai masalah membutuhkan sebuah solusi atau cara untuk terus bertahan dalam kondisi yang tidak dia inginkan, tapi malah mendapatkan sebuah sikap acuh dari pasangan.
"Gue gak tahu masalah apa yang sekarang sedang lo hadapi, tapi gue akan mendengarkan kalau lo mau bercerita. Bagi masalah lo sama gue. Jangan terus dipendam sendiri, karena hal itu sama saja dengan menyiksa diri lo sendiri."
Kalimat Prisya begitu masuk ke dalam telinga Marsell. Memikirkan kalimat yang sudah Prisya ucapkan dengan nada yang begitu lembut, ternyata membuat pikirannya mentransfer hal itu sampai ke hatinya.
Ada sebuah rasa tenang yang mendadak Marsell rasakan saat dirinya mulai mengerti akan makna dari kalimat itu, terlebih saat melihat sebuah senyuman yang diukirkan oleh Prisya.
"Kenapa lo begitu mengerti gue?"
Di samping dirinya yang merasakan sebuah makna yang begitu dalam dari kalimat yang sudah Prisya ucapkan, ada sebuah tanda tanya yang mendadak muncul di dalam pikiran Marsell.