Saat Prisya masuk ke Ruangan BK setelah selesai buang air, Prisya merasa kaget saat melihat dua orang wanita yang sekarang tengah duduk bersama di depan Bu Mika. Alasan utama yang membuat Prisya kaget sebab Prisya kenal dengan kedua wanita itu.
Tok tok tok
"Permisi Bu, maaf telat saya ha—
Kalimat orang yang baru saja mengetuk pintu Ruangan BK dan juga melangkahkan kakinya masuk menjadi terhenti sebab dirinya melihat Prisya yang tengah berdiri tak jauh dari pintu dengan memasang tatapan yang begitu tidak bersahabat.
"Nayla, Prisya, ke sini kalian." Bu Mika memanggil kedua siswi yang sekarang tengah saling memberikan tatapan yang sama-sama penuh dengan sebuah kebencian.
Di tengah pembahasan antara Bu Mika dan orang tuanya, Prisya tersenyum miring sambil terus menatap Maya dengan tatapan yang mengandung arti tertentu. Prisya teringat akan satu kejadian dan kejadian itu yang menjadi alasan kenapa sekarang dirinya tersenyum.
*****
Prisya sedang melangkahkan kaki baru saja keluar dari Ruang BK. Prisya keluar lebih akhir, dibandingkan dengan kedua orang tuanya dan juga Nayla.
Alasannya karena ada guru mata pelajaran yang bertemu dengan Prisya dan menyampaikan sesuatu hal padanya untuk nanti Prisya sampaikan pada teman-teman sekelasnya.
"Pantas saja Mas Bram lebih memilih aku dibandingkan dengan kamu, karena kamu gak becus jadi istri dan juga Ibu!" hina Maya pada Lina dengan nada yang benar-benar merendahkan.
Tatapan Lina sudah semakin berubah geram. "Aku pikir Mas Bram bakalan cari wanita yang lebih baik dari pada aku, tapi ternyata selera Mas Bram begitu menurun drastis." Tidak kalah dengan Maya, Lina juga menghina balik Maya.
"Tapi Tan, Tante juga gak lebih baik dari Mamah saya. Cukup pantas kalau Papih lebih memilih Mamih, dibandingkan dengan Tante." Nayla ikut berbicara.
Mendengar kalimat yang baru saja Nayla ucapkan cukup membuat Lina merasa begitu geram dan juga kesal, sedangkan Maya merasa begitu senang sebab ada orang yang sudah membela dirinya.
"Tapi gak pantas kalau Papah lebih memilih anak seperti lo."
Kalimat yang baru saja Prisya ucapkan membuat ketiga orang yang semula tengah berkumpul dan berhadapan menjadi memalingkan wajah mereka ke arah yang sama, yaitu ke arah di mana Prisya sedang berjalan.
Sebelumnya Prisya malas menghampiri mereka yang saling membanggakan diri dan juga merendahkan lawan bicaranya, tapi makin ke sini dirinya semakin merasa terpancing terlebih saat Nayla secara halus merendahkan orang yang berstatus sebagai Mamahnya.
Di sini Prisya lebih memilih untuk merendahkan Nayla, karena saat dirinya tahu kalau Nayla adalah saudara tirinya, maka Prisya merasa begitu tertarik untuk terus mengerjai Nayla. Ada sebuah dendam yang ingin Prisya lampiaskan pada Nayla.
"Maksud lo apa ngomong kayak gitu sama gue? Lo ngatain kalau gue gak baik? Asal lo tahu, lo gak lebih baik dari gue ya!" bentak Nayla. Di sini Nayla benar-benar merasa tidak terima dengan kalimat yang sudah Prisya ucapkan.
Dengan begitu santai Prisya tersenyum dengan sebuah senyuman yang cukup lebar. "Kapan gue mengatakan kalau lo tidak baik?" tanya Prisya sambil menatap Nayla dengan tatapan yang mengandung sebuah maksud yang dalam.
Nayla di sini diam, karena saat dirinya mengingat ulang apa yang sudah Prisya ucapkan, memang Prisya tidak mengatakan kalau Nayla itu tidak baik.
Alasan yang membuat Nayla merasa tersinggung sebab kalimat itu seolah memang mengatakan kalau dirinya tidak baik atau lebih tepatnya tidak lebih baik dari pada Prisya.
"Merasa ya kalau lo memang tidak baik dan gue jauh lebih baik dari pada lo, makanya saat gue berucap seperti itu lo langsung mengelak?" tanya Prisya dengan nada bicara yang benar-benar enteng serta merasa puas dengan apa yang sudah dirinya lakukan.
Semuanya terdiam mendengar penjelasan yang baru saja Prisya ucapkan, terlebih dengan dengan Nayla yang benar-benar merasa tersudutkan oleh kalimat penjelas dari Prisya. Maya juga merasakan hal yang sama.
"Apakah kamu tidak pernah mengajari anak kamu? Apa perlu aku yang mendidik anak kamu biar bisa menjadi anak yang baik?!" tanya Maya dengan nada bicara yang cukup tinggi dan juga penuh dengan kekesalan.
"Kayaknya seperti itu deh Mam, soalnya anak sama Ibu sama. Dia kayak gitu gak beda jauh sama kelakuan Ibunya. Coba deh Mamih didik dia biar punya etika sedikit," lanjut Nayla.
Dengan begitu ringan bibir Prisya tertarik dan tersenyum. "Lo nyuruh Nyokap lo untuk mendidik gue? Kalau dia mendidik gue, akhirnya bakalan kayak lo. Apa keuntungannya kalau gue didik sama Nyokap lo? Yang ada gue lebih buruk dari sekarang, karena gue seperti lo."
"Kamu mengatakan kalau anak saya buruk? Iya?!" tanya Maya dengan nada yang begitu tinggi. Maya benar-benar tidak terima dengan apa yang sudah Prisya ucapkan.
Nayla menganggukkan kepalanya sebab dia setuju dengan apa yang sudah Mamihnya ucapkan. "Iya, maksudnya lo mengatakan kalau gue itu buruk? Kurang ajar banget lo!"
Lagi-lagi Prisya tersenyum dengan begitu miring. "Orang yang mengatakan kalau lo buruk itu bukan gue, tapi Nyokap lo sendiri." Dengan begitu enteng Prisya berucap seperti itu, karena memang orang yang sudah mengatakan kalau Nayla itu buruk adalah Maya, bukan dirinya.
"Jadi, anak sama Ibu yang sama-sama buruk itu kalian. Bukan kita." Lina akhirnya kembali berbicara setelah dirinya merasa paham dan sudah tidak kaget lagi.
Alasan utama yang membuat Lina merasa kaget serta heran sebab dirinya sudah lama tidak melihat anaknya yang membela dirinya. Sekarang Prisya benar-benar terus berbicara dan membuat mereka terpojok di dalam kalimat jebakan yang sudah Prisya ucapkan.
"Dari pada di sini terus mending kita pergi," ajak Lina. Lina sudah merasa kalau tidak ada hal lain lagi yang ingin dibahas dengan Maya, sebab nantinya hanya akan terjadi perdebatan di antara keduanya.
"Gue pastikan kalau anak lo akan menjadi sasaran dari dendam yang gue miliki!" bisik Prisya sambil berjalan melewati mereka.
Maya begitu terkejut dan dibuat terdiam dengan seketika setelah mendengar sebuah kalimat yang dia rasa adalah sebuah gertakan untuk dirinya. Maya bingung sendiri dengan semua ini, terlebih dirinya tahu bagaimana Prisya yang sekarang.
Suasana di Koridor ini sekarang sepi, tidak ada siswi yang menonton karena sekarang jam pelajaran sudah kembali dimulai. Saat di BK tadi perbincangannya cukup lama, karena sekalian membahas ulah-ulah yang sudah Prisya dan juga Nayla perbuat sebelumnya.
"Kamu hati-hati ya," ucap Maya sambil menatap anaknya dengan penuh keseriusan.
Mendengar kalimat yang baru saja Mamihnya ucapkan, membuat Nayla mengernyit dengan penuh kebingungan. "Hati-hati untuk apa Mam? Eh—hati-hati sama apa?" Nayla merasa begitu bingung dengan maksud dari kalimat peringatan yang sudah Mamihnya ucapkan.