Chereads / SUAMI BUAH DENDAM / Chapter 14 - Mengajari Kesopanan

Chapter 14 - Mengajari Kesopanan

"Tuan, Non Icha belum pulang."

Pria itu melirik ke arah jam yang melingkar di tangannya. "Kenapa dia belum pulang? Bukankah sekarang sudah waktunya jam pulang?" tanya Pria itu yang merasa aneh saat tahu kalau Prisya belum pulang, padahal sekarang sudah memasuki waktu pulang.

"Sepertinya ada kegiatan di Sekolahnya Tuan," jawab Bi Ani dengan nada yang cukup sopan.

"Ya sudah, sekarang siapkan makanan untuk saya dan Istri saya."

Bi Ani menganggukkan kepalanya. "Baik Tuan," jawab Bi Ani dengan begitu sopan yang langsung berjalan menuju ke dapur untuk membuat masakan untuk Tuannya.

*****

Prisya berjalan dengan langkah yang begitu santai, meski dalam hatinya ada sebuah perasaan kesal yang begitu besar. Apa yang sudah Nayla lakukan padanya tidak akan dengan begitu saja untuk bisa Prisya lupakan, karena memang Prisya jarang mendapatkan bully-an.

Seperti yang sudah Nayla ucapkan tadi. Di mana Prisya itu adalah badgirl. Jadi, terasa aneh kalau sampai dirinya sering mendapatkann sebuah bully-an. Untuk tadi Prisya hanya memilih untuk diam, sebab kalau sampai mencari ribut secara mereka mainnya dengan banyak orang.

Amarah yang ada dalam dirinya yang semula sudah menurun karena dirinya yang berusaha untuk mengontrol amarahnya, sekarang menjadi kembali terpancing saat melihat dua orang yang sekarang tengah duduk di sofa sambil menonton sebuah acara TV.

"Icha, udah pulang? Mas tuh Icha udah pulang," ujar Maya sambil menunjuk ke arah di mana Prisya sekarang tengah berdiam mematung. Maya berjalan menghampiri di mana Prisya berada.

"Kenapa penampilan kamu acak-acakan seperti ini?" tanya Maya setelah melihat penampilan Prisya yang seperti ini dan memang tidak bisa disembunyikan kalau penampilan Prisya begitu acak-acakan.

Bukannya menjawab, Prisya malah terus menatap wanita yang ada di hadapannya. Alasan yang membuat Prisya terdiam tidak menjawab sebuah kalimat yang merupakan sebuah perhatian dari Maya, karena Prisya yakin kalau sikapnya yang sekarang hanya untuk membuat dirinya dipandang dengan baik oleh suaminya yang merupakan Papahnya.

Prisya menyalami tangan Papahnya yang baru saja menghampiri dirinya. Prisya juga ikut menyalami tangan Maya, tapi dengan sebuah ekspresi yang terlihat begitu malas dan sangat terlihat kalau apa yang sudah dirinya lakukan barusan hanya sebuah keterpaksaan belaka.

Bram memperhatikan Prisya dari atas sampai bawah, mengingat kalau istrinya sudah mengatakan kalau penampilan Prisya sekarang acak-acakan. "Kamu habis ngapain di Sekolah? Berantem lagi, iya?" tanya Bram sambil terus-terusan memperhatikan Prisya yang memang di pandangannya juga terlihat acak-acakan, tidak seperti biasanya.

Sedari tadi memasang ekspresi yang datar, sekarang sebuah senyuman tercipta dengan begitu jelas di bibir Prisya. "Kalau menurut Papah aku seperti ini karena aku habis berantem, maka akan aku iyakan," ujar Prisya dengan nada yang masih lembut disertai dengan sebuah senyuman yang mengembang.

Mendengar Prisya yang sama sekali tidak mengelak atau memberikan sebuah penjelasan, membuat Bram mengernyitkan keningnya dengan sebuah kebingungan yang terus berkeliling di dalam pikirannya. Jauh lebih membingungkan lagi saat dirinya menatap Prisya, tapi Prisya malah tersenyum dengan begitu santai.

"Jadi, kamu emang habis berantem? Iya? Mau sampai kapan kamu seperti ini?" tanya Bram dengan nada yang cukup serius sambil memandanngi Putrinya yang dia rasa sudah keterlaluan kalau harus terus-terusan terbiasa dengan sikapnya yang seperti ini.

Prisya malah tersenyum dengan begitu tenang. "Kalau aku mengatakan bahwa aku yang seperti ini sampai Mamah sama Papah rujuk, mau bagaimana?" tanya Prisya sambil terus memandangi Papahnya dan beberapa saat memperhatikan wanita yang berstatus sebagai Mamah tirinya.

"Jaga ucapan kamu. Di depan kamu ada Maya yang berstatus sebagai Mamah kamu, apa kamu tidak mempunyai hati membahas wanita lain di depannya?" tanya Bram dengan nada bicara yang sudah mulai naik sebab merasa begitu tidak suka dengan sikap Prisya yang seperti ini.

"Dia bukan Mamah aku! Mamah aku adalah istri pertama Papah, bukan wanita simpanan seperti dia!" tunjuk Prisya dengan raut wajah yang begitu penuh dengan sebuah kekesalan dan juga kebencian di dalamnya.

Dengan begitu kuat Papahnya memegangi tangan Prisya yang mana jari telunjuknya mengarah ke arah Maya. "Jangan pernah berani menunjuk Mamah kamu seperti ini. Ini gak sopan Prisya!" bentak Bram yang malah semakin menambah sebuah rasa kesal yang ada dalam diri Prisya.

"Kalau Papah mau bahas kesopanan sama aku di depan dia, kenapa Papah gak lebih awal mengajari apa itu sopan sama istri Papah yang selalu Papah banggakan?" tanya Prisya sambil menatap wanita itu dengan tatapan yang malas dan juga cukup mencerminkan sebuah kebencian yang berasal dari sebuah ketidak terimaannya terhadap kehadiran wanita itu.

Prisya sudah tahu seperti apa sifat asli wanita yang sekarang berstatus sebagai Mamah tirinya, tapi tidak ingin untuk dia akui. Bagaimana ingin mengakui seorang wanita yang mempunyai sifat yang buruk sebagai pengganti sosok Mamahnya yang di matanya akan jauh lebih baik, dibandingkan dengan Mamah tirinya?

Dari awal Prisya menyadari kalau keluarganya sedang tidak baik-baik saja, dari situ pula dirinya sudah memilih untuk mengambil sebuah keputusan kalau dirinya tidak akan menerima siapa pun yang nantinya akan menjadi penerus orang tuanya.

Dalam artinya jika salah satunya menikah lagi, dirinya tidak akan mau menerima orang yang menikah dengan orang tua aslinya. Sebuah takdir seolah menjadi kejutan untuknya, di mana bukan lagi salah satu dari orang tuanya yang menikah lagi.

Namun, kedua orang tuanya yang sama-sama memilih untuk kembali menikah dengan orang yang ternyata sudah menemani mereka di saat mereka masih sama-sama berstatus sebagai suami-istri. Terasa sebuah angin yang kencang, bahkan sebuah badai untuk anak seperti Prisya.

Di karenakan situasi seperti ini bagaikan angin kencang yang siapa saja tidak kuat menahan kencangnya angin itu akan membuatnya terbawa ke arah angin itu berhembus, sama dengan Prisya di mana kehidupannya sekarang berjalan dengan searah angin berhembus.

Tidak ada sebuah kepastian dari sifat Prisya itu seperti apa, karena di satu waktu dirinya bisa bersikap seolah dirinya adalah perempuan yang sedang baik-baik tanpa ada sebuah masalah, sehingga bisa menjadi seorang perempuan yang mampu membawa kesan positif untuk lingkungannya dan juga bisa sebaliknya.

Di saat sisi sebaliknya ada dalam diri Prisya, tapi dia tidak akan mengajak orang lain untuk masuk ke dalam lingkungan negatifnya. Prisya masih ke dalam lingkungan negatif itu terbawa pergaulan, tapi dirinya tidak ingin membawa orang lain mempunyai pergaulan yang sama dengannya.

"Kamu mau ke mana?" tanya Bram saat melihat Prisya yang baru saja melangkahkan kakinya begitu saja mengabaikan mereka.

"Dia lelah Mas, mungkin mau mandi dulu atau istirahat. Udah biarin aja," ucap Maya.

Mendengar ada orang yang sudah menjawab sebuah pertanyaan yang sudah Papahnya ajukan, membuat Prisya mengurungkan niatnya untuk menjawab pertanyaan itu. Prisya kembali melangkahkan kakinya dengan tujuan untuk berjalan menuju ke kamar.

Sepanjang ia menaiki tangga, berbagai sebuah pertanyaan yang berawalan kenapa bermunculan dalam dirinya yang membuat dirinya merasa begitu lelah untuk memikirkan sebuah jawaban dari pertanyaannya sendiri.

Kenapa hari ini seperti ini?

Kenapa bisa di saat dirinya sedang mendapatkan hari yang tidak baik dirinya malah dipertemukan dengan Papahnya?

Kenapa semuanya menjadi terasa begitu berantakan?