Kalau boleh jujur, Lucas bahkan tidak menyadari sejak kapan lebih tepatnya ia menyukai Lilia. Padahal perkenalannya dengan gadis itu berjalan begitu singkat sewaktu di restoran, karena ia harus mengantar Elle pulang lebih dulu. Apakah karena ia menganggap Lilia sebagai gadis yang unik jadi dia berhasil mendapatkan tempat spesial di hatinya? Bagaimana bisa semudah itu sementara di sisi lain, ia masih sangat menyukai Elle. Bisa dibilang Lucas bukan tipikal lelaki player. Apakah mungkin ini disebut serakah? Ia tidak mungkin menyukai dua gadis sekaligus. Walaupun pada awalnya ia merasa biasa saja ketika mulai tertarik pada Lilia, karena perbedaan gadis itu dengan gadis lainnya.
Atau mungkin, posisinya dengan Jeff juga hampir sama? Secara tidak langsung ia juga memerhatikan Lilia sejak kelas sepuluh hingga kelas dua belas sampai pada akhirnya mereka saling memperkenalkan diri masing-masing secara langsung.
Lucas mengusap wajahnya dengan kasar, sejak kejadian di taman sekolah tadi, pikirannya terus dipenuhi oleh Lilia, Lilia, dan Lilia. Bahkan ia kaget gadis itu mampu menggusur Elle yang notabenenya sudah mengisi pikiran serta hatinya selama kurang lebih tiga tahun belakangan ini.
Drrttt...drrrtt...
Keresahan yang begitu mengganggu Lucas itu sedikit teralihkan ketika ponselnya tiba-tiba bergetar menandakan ada panggilan masuk. Nama Elle tertera jelas disana dan tanpa berpikir dua kali jarinya langsung mendial tombol bewarna hijau.
"Halo, Elle? Ada apa?"
Meskipun hatinya sedang terasa dibolak-balikkan, apapun tentang Elle akan selalu ia nomor satukan.
"Elle?" panggil Lucas ulang karena tidak kunjung mendapatkan balasan dari sebrang sana. Namun secara mengejutkan tiba-tiba terdengar isakan tangis dari sana dan suara itu bukan dari Elle sendiri.
"Hiks..hiks..hiks.. Ha--halo."
"Ini siapa? Mana Elle?!"
"To--tolong tetaplah terjaga."
Jantung Lucas rasanya dipompa dua kali lebih cepat ketika mendengar ada keributan dari sebrang telepon. Entah mengapa perasaannya terasa tidak enak.
"Ini siapa?! Katakan yang jelass! Mana Elle!"
"Hiks..hiks..hiks..a-aku Lilia, to--tolong Elle. Sekarang aku sedang berada di atap sekolah," ucapnya dengan terbata-bata lewat sebrang telepon.
Lucas tidak tahu apa yang sedang terjadi pada Lilia ataupun Elle, tapi setelah mendengar informasi keberadaan mereka, Lucas segera berdiri dari kursi di kamarnya, lalu mengambil jaketnya bergegas menuju lokasi karena ada dua orang yang sedang membutuhkannya.
Elle, Lilia, tunggu aku! Batinnya.
****
Wiuuuu....wiuuuuu....wiuuu....
Suara sirine ambulance membelah arus jalan raya yang lumayan lengang dan dengan kesadaran penuh para pengendara transportasi lebih memilih minggir atau berhenti sejenak untuk sekedar memberikan jalan pada ambulance yang membunyikan sirinenya yang artinya di dalam mobil itu ada pasien yang harus segera dibawa menuju ke rumah sakit. Tak jauh berbeda dari luar, keadaan di dalam ambulance juga tak kalah mencengkam. Ada satu perawat yang memegangi alat bantu pernapasan pada area mulut dan bibir pasien, satu perawat lagi berusaha menghentikan pendarahan pada kepala pasien, dan kedua orang lain yang bajunya berlumuran darah yang salah satunya memasang ekspresi syok yaitu Lucas yang masih tidak menyangka mendapati keadaan Elle yang begitu mengenaskan setelah tiba di atap sekolah, lalu memutuskan untuk memanggil ambulance. Sementara itu yang satunya adalah Lilia yang menjadi saksi utama kejadian ini juga terlihat masih saja menangis sambil memandangi Elle.
Tak butuh waktu lama, ambulance tiba di halaman rumah sakit. Para perawat segera bergegas memberikan pertolongan selanjutnya kepada Elle sesuai prosedur penanganan setelah memberikan pertolongan pertama di tempat kejadian hingga menuju rumah sakit. Brankar yang membawa tubuh Elle, digelandang menuju sebuah ruangan Instalasi gawat darurat dimana hanya orang-orang dalam kondisi darurat saja yang boleh masuk sementara Lucas dan Lilia hanya boleh menunggu di luar ruangan.
Lucas yang melihat Lilia tidak berhenti menangis membawa gadis itu masuk ke dalam pelukannya bermaksud untuk menenangkannya.
"Elle akan baik-baik saja."
Kepala Lilia menggeleng. "Ini semua salahku, Lucas. Bagaimana jika Elle tidak bisa diselamatkan?"
Lucas memang tidak tahu tentang kejadian apa yang bisa membuat Elle berakhir demikian hingga Lilia menangis sesenggukan lalu menghubunginya untuk menyelamatkan Elle. Ia juga tidak ingin berpikir macam-macam, tapi yang membuat Lucas heran mengapa Lilia lebih memilih menghubunginya dibanding Jeff yang notabenenya kekasihnya? Padahal siang tadi sewaktu di taman sekolah, mereka masih bermesra-mesraan.
"Sssttt, jangan berkata seperti itu. Aku yakin sekali Elle pasti bisa melewati semua ini."
Lilia menengadahkan kepalanya untuk menatap Lucas, lelaki itu tersenyum lalu mengusap air mata Lilia yang mulai mengering di sekitar wajahnya menggunakan ibu jarinya. Dan setelahnya ia menuntun Lilia untuk duduk di kursi tunggu khusus penunggu pasien.
"Rileks, rileks."
Gadis itu mengindahkan ucapan Lucas dengan mulai menarik nafas dalam lalu mengeluarkannya secara perlahan-lahan untuk membuatnya menjadi lebih rileks. Dan berhasil, kini ia jadi lebih bisa mengontol dirinya jauh dibanding tadi.
"Terima kasih, Lucas."
Mendengar kalimat itu Lucas hanya menanggapinya dengan senyum, tapi kini ia menatap Lilia dengan serius.
"Aku tahu ini bukan waktu yang tepat untuk menanyakan hal ini, tapi apa yang membuat Elle bisa sampai seperti itu?"
Suasana berubah hening, Lilia menunduk sambil memainkan jari-jarinya karena terlihat gelisah. Lucas yang melihat itu langsung menggenggam tangannya.
"Lilia?" ulangnya.
"Dia--"
"Lucas? Kenapa kau bisa ada disini? Katamu tadi merasa tidak enak badan," ucap seseorang memotong percakapan Lilia.
"Andrew?" Lalu Lucas melihat satu lelaki lain di belakang lelaki itu dan merasa seperti sedang ditangkap basah karena mencuri.
"Kau pergi ke rumah sakit dengan Jeff?" tanya Lucas.
"Iya, aku tadi mau mengajak kau tapi katanya kau tidak enak badan, kan? Tapi kenapa kau bisa ada disini dengan--" Andrew menghentikan kalimatnya setelah menyadari ada Lilia disana lalu menengok ke arah belakang dimana ada Jeff yang masih tak bersuara disana. Lelaki itu memang rutin setiap satu bulan sekali kontrol ke rumah sakit karena tiga bulan yang lalu engkelnya cidera setelah bermain basket.
"Elle dirawat di dalam ruangan ini."
"Elle? Si nenek lampir?"
"Andrew!"
"Iya, maaf. Bagaimana bisa?"
Lucas menggeleng lalu menatap Lilia yang sejak tadi diam tanpa tertarik masuk ke dalam ke percakapan.
"Sebenarnya apa yang sudah terjadi?" tanya Jeff bersuara dan seolah-olah pertanyaan itu ditujukan untuk Lilia seorang.
Tidak merasa senang karena diabaikan, Jeff berniat akan bertanya lagi namun kedatangan rombongan polisi membuatnya mengurungkan niatnya. Kenapa bisa ada polisi?
"Selamat sore."
"Sore."
Lilia yang menyadari didatangi polisi tanpa sadar semakin menggenggam erat tangan Lucas yang masih menggenggamnya. Dan hal itu tak luput dari pandangan Jeff.
"Apakah anda nona Lilia? Silahkan ikut kami ke kantor polisi untuk dimintai keterangan lebih lanjut setelah menjadi saksi utama insiden kecelakaan nona Elle."