Rumah Sakit Kensington, London.
"Biaya yang saat ini belum termasuk untuk biaya obat injeksi dan biaya inap keesokanya Tuan San, Nona Felicia. Jadi, silakan untuk dilunasi lagi pasca operasi. Lalu, setelah operasi nanti anda tidak bisa tinggal di ruangan lagi. Maafkan kami, Nona?"
Noel termenung di sepanjang jalan koridor menuju ruang inap sang kakak. Ia kembali melamunkan apa yang didengarnya dari si petugas administrasi yang beberapa waktu lalu baru ditemuinya.
Padahal ia sudah berharap jika apa yang dikatakan seluruh biaya sudah termasuk obat-obatan, tapi ia lupa jika tidak ada yang murah hidup di dunia, terlebih untuk biaya medis. Lalu ditambah dengan larangan tinggal di rumah sakit semakin membuatnya gila.
Ya Tuhan, itu artinya aku harus mencari pria seperti Gael lagi?
Noel hanya bisa bertanya-tanya dalam hati, meratapi nasibnya jika sampai sang kakak tidak mendapatkan perawatan baik. Ia tidak mau hidup sendirian, ia akan melakukan apapun untuk kesembuhan kakak yang disayangnya.
Ia juga akan mencari rumah kecil untuk menjadi tempat tinggalnya bersama sang kakak nanti, ia akan bekerja lebih keras dari saat ini.
Koridor rumah sakit yang dilaluinya ramai, ia sampai berhenti sejenak hanya untuk mengambil napas yang terasa sesak dan setelahnya kembali berjalan dengan bahu ikut melorot lesu.
Tap!
Akhirnya sampai.
Sejenak ia berhenti di depan ruangan dimana di dalam sana ada sang kakak. Ia mengubah ekspresi wajahnya, menyimpan kesedihan di dalam hati untuk sendiri dan akan melepasnya ketika ada di tempat yang tepat.
Seketika ia merutuki diri, karena mendapatkan tamu yang membayarnya mahal, ia melupakan satu lagi kewajibannya selain mengurus sang kaka.
Iya…. Benar, ia kembali bolos sekolah. Padahal, besok katanya dimulai ujian dan ia mau tidak mau harus melupakan pekerjaan di club untuk persiapan ujian dan ia beruntung karena biaya pendidikannya lunas sampai lulus nanti.
Dan sepertinya ia harus mengubur angan-angan untuk kuliah karena merawat sang kakak serta biaya hidup lainnya.
Huft…. Noel pasti bisa, iya kan Mah?
Setelah merasa tenang, ia pun perlahan mengulas senyum dan membuka pintu hingga kini terbuka, dengan pemandangan putih serta alat penopang hidup yang turut terpampang di dalam sana.
Ceklek!
"Selamat siang, Kakak…."
Dengan nada dibuat seceria mungkin, Noel melangkah memasuki ruangan dengan bau obat menyengat yang seketika menyeruak masuk ke dalam hidungnya.
Ia meletakan tas berisi pakaian semalam di lantai, pakaian yang harus dicucinya, karena ia hanya memiliki sedikit baju untuk menari yang diberi oleh teman seprofesinya. Barulah menghampiri sang kakak dan duduk di samping ranjang itu.
Senyum yang ditampilkan memang tidak akan terlihat oleh sang kakak, tapi ia yakin jika kakaknya dapat merasakan itu.
Noel menggapai tangan dingin sang kakak, kemudian menggenggamnya dan mengusapkannya di pipi sambil menatap wajah lelap itu dengan redup yang segera disingkirkan.
"Hai tampan! Ha-ha…, pasti hidung Kakak panjang kalau sampai mendengar panggilan ini. Iya kan?"
Sunyi.
Tidak ada jawaban dari orang yang diajaknya berbicara, hanya suara dari mesin pemantau yang menjawab dan memberitahu jika yang berbaring setidaknya masih hidup.
Namun Noel tidak menyerah, karena ini yang dilakukannya beberapa waktu terakhir ini yaitu menjaga komunikasi agar ia yakin sang kakak akan segera bangun dan menjawabnya suatu hari nanti.
"Jadwal operasi Kakak sudah ditentukan, Noel sudah membayarnya dan setelahnya Kakak harus cepat pulih ya, temani Noel lagi."
Tetap sunyi dan Noel kembali tersenyum, ketika mengingat tentang sekolahnya.
"Kakak tahu, lusa aku akan mengikuti ujian, aku akan bekerja keras dan menjadi yang pertama seperti Kakak, doakan aku ya. He-he…."
Tawa garing itu memenuhi ruang inap, Noel yang merasa setelah ini ada pekerjaan sampingan memilih untuk menyudahi dan izin untuk bersiap kepada sang kakak.
"Oh iya Kak, Noel harus bantu pemilik kafe melayani banyak pelanggan. Noel juga makan malam di sana, jadi Kakak tidak perlu khawatir, tenang saja Kakak pasti sebentar lagi sembuh dan bisa tertawa bersamaku lagi. Noel sayang Kak San, apapun akan Noel lakukan untuk Kakak."
Untuk terakhir, Noel mengecup punggung tangan sang kakak yang diletakkannya kembali dengan hati-hati di tempat semula kemudian berdiri.
"Oke! Aku bersiap dulu ya, nanti aku kembali dan pamit dengan Kakak," ujar Noel dan benar-benar meninggalkan ranjang menuju kamar mandi.
Ia juga menenteng tasnya, membawa serta untuk dicuci pakaian yang suatu malam nanti pasti dipakainya lagi.
Untuk sementara, ia akan mencari uang dengan pekerjaan sebagai pelayan kafe, karena di sana ia bisa sambil belajar untuk persiapan ujiannya.
Blam!
***
Sementara itu di tempat lainnya…
Seorang pria dengan setelan jas rapi tampak berjalan dengan seorang kaki tangannya, sesekali kepala pria itu tampak mengangguk ketika sapaan dari para bawahannya terdengar.
"Selamat siang, Tuan Robinson!"
"Hm."
Memang hanya gumamam, tapi mereka yang mendengarnya tahu jika sang Tuan yang disapa menerima sapaan mereka. Hingga akhirnya suara dentingan lift terdengar, kerumunan serta bisik-bisik mengelukan nama sang Tuan segera terdengar berisik di depan pintu tertutup itu.
Ting!
"Kya…. Tuan Gael, padahal aku ingin memanggilnya seperti itu."
"Beliau semakin tampan."
Dan pujian lainnya yang bersahutan, dengan panggilan nama pria lainnya yang terdengar tidak asing bagi siapapun.
Sedangkan di dalam lift, tampak Tuan Robinson yang kini diketahui memiliki nama panggilan Gael berdiri berdampingan dengan kepercayaannya yang menjelaskan sesuatu.
Ya, ia adalah Gael yang saat ini kembali keluar dari dalam sana ketika akhrinya lift terbuka.
Ting!
Telinganya tetap mendengarkan setiap apapun yang dikatakan pria seumurannya itu, pria yang sudah bekerja lama dengannya. Hingga akhirnya mereka sampai di depan pintu, dimana hanya ada ruangan miliknya di lantai ini, juga sebuah meja tempat sekretaris yang kini berdiri menyambutnya.
"Selamat siang, Tuan Elnathan," sapanya sambil mengekor dan ikut bersama rekan kerjanya yang menjadi asisten pribadi sang Tuan.
Gael mengangguk, meski dengan nama panggilan berbeda lagi, kemudian memasuki ruangan dengan pintu terbuka otomatis ketika sistem sensor menditeksinya.
Kriet….
Ia memasukinya dengan langkah menghentak, sedangkan di belakangnya sudah mengekor dua orang yang dipercayanya dan berdiri bersisihan di depan meja kerja. Menunggu saat sang Tuan sendiri sedang membuka jas, menggantung di stand hanger dan kini hanya menyisakan kemeja dibalut rompi yang semakin membentuk tubuh Tuanya.
Brugh!
Gael barulah duduk tenang di kursinya, menatap meja kerjanya yang biasnya pagi-pagi sudah disambanginya kini terpaksa harus siang hari.
Bukan hanya karena kesiangan datang, tapi juga ada meeting dadakan yang harus dihadirinya di luar ruangan. Sehingga, ia pun bisa santai dan istirahat karena baru tidur pukul enam pagi hari ini.
"Hn, ada laporan apa hari ini?"
"Sebelumnya maaf Tuan Presdir, saya mendapati tagihan di kartu milik anda pada sebuah rumah sakit."
Oh, benar juga.
Bersambung