Setengah jam berlalu, sejak Raihan menggendong Dyanra ke UKS. Dyanra masih belum sadar. Raihan masih terus berusaha menyadarkan Dyanra dari pingsannya.
30 menit kemudian Dyandra sadar, dan melihat Raihan sedang tertidur dengan menggenggam tangannya.
"Mas Raihan pasti capek banget ya jagain Dyanra, sampai ketiduran kayak gini," gumam Dyanra mengelus kepala Raihan.
"Kamu sudah sadar?" gumam Raihan yang terbangun dari tidurnya. Dyanra yang mendengar gumaman Raihan hanya tersenyum.
"Sejak kapan kamu punya anemia?" Tanya Raihan yang masih menggenggam tangan Dyanra sambil mengelusnya.
"Sudah lama mas," jawab Dyanra menatap Raihan.
BRAK…
Suara bantingan pintu mengagetkan Dyanra dan Raihan. Mereka langsung menoleh kearah pintu UKS. Di sana sudah ada Dewa dan Leon dengan muka khawatirnya.
Leon dan Dewa berjalan ke arah brankar Dyanra, tak sengaja focus Dewa teralihkan ke tangan Dyanra yang masih di genggam oleh Raihan.
Dyanra yang melihat tatapan Dewa langsung menarik tangannya, yang tadi di genggam oleh Raihan. Raihan yang melihat Dyanra seperti itu mengerti, bahwa Dyanra tidak mau ada orang tau mengenai status mereka di sekolah ini.
"Bagaimana keadaan kamu Dy?" Tanya Leon, duduk disamping Dyanra menggantikan Raihan.
Raihan sudah kembali ke ruang kerjanya yang ada di dalam UKS itu. Dia ingin memberikan waktu untuk Dyanra, berbicara dengan temannya. Walaupun Raihan agak sedikit dongkol dengan siswa yang bernama Dewa itu.
"Sudah baikan," jawab Dyanra, yang mengalihkan pandangannya dari arah Leon, ke Dewa yang masih berdiri menyandarkan punggungnya di dinding UKS.
Dyanra yang melihat itu heran. "ini anak niat mau jenguk gue, atau mau berdiri disitu aja kayak patung pancoran," batin Dyanra.
Dewa yang merasa di tatap oleh Dyanra, mengalihkan pandangannya.
"Lo, nggak apa-apa kan?" Tanya Dewa menghampiri Dyanra dan berdiri disampingnya.
"Ya menurut lo gimana," jawab Dyanra sewot.
Sedangkan di dalam Ruangan Raihan sedang asik mengintip dan menguping pembicaraan Dyanra dan kedua temannya. Raihan yang melihat Dyanra sedang bersenda gurau dengan temannya merasa bahagia, karena jarang-jarang Raihan melihat Dyanra tertawa bebas.
Tring….Tring….Tring
Raihan yang mendengar ponselnya berbunyi, segera menyelasaikan acara mengintipnya dan berbicara dengan si penelepone.
"Ada apa Vin lo nelfon gue?" Tanya Raihan
"Lo bisa datang ke kantor sekarang gak, ada yang mau gue jelasin ini penting banget, mengenai meeting dengan klien tadi dan ini berhubungan sama Dyanra," ucap Vino.
"Ok! gue kesana sekarang," ucap Raihan mematikan sambungan telfonnya dan mengambil jasnya dengan terburu-buru.
Dyanra yang melihat Raihan sedang terburu-buru keluar dari UKS, tanpa menoleh kearahnya, dibuat heran.
"Mas Raihan kenapa yak kok buru-buru banget," batin Dyanra.
"Loh Dy itu dokter Raihan mau kemana ya, kok buru-buru banget?" Tanya Leon. Dyanra yang mendengar pertanyaan Leon, hanya mengindikkan bahunya.
"Lo mau pulang atau balik ke kelas Dy?" Tanya Leon
"Pulang aja deh, gue masih pusing banget, lo anter gue ya Le," ucap Dyanra, memohon ke Leon dengan puppy eyesnya. Leon yang melihat tatapan Dyanra salah tingkah.
"Gue aja yang ngantar lo," ucap Dewa.
"Ok!"
Dyanra dan Dewa sebenarnya sudah berbaikan, karena Dewa sudah berjanji bahwa dia tidak akan mengikuti Dyanra terus-terusan dan akan bersikap baik kepada semua teman-temannya. Dewa sadar jika Dyanra hanya menganggapnya teman jadi Dewa memutuskan untuk menjadi teman Dyanra saja. Dia tidak ingin memaksa Dyanra dan berakhir menjauhinya.
Sementara itu, setelah jalan 30 menit akhirnya Raihan sampai di kantor. Banyak karyawan yang menyapa Raihan, yang hanya di acuhkan oleh Raihan. Karyawan kantor yang diperlakukan seperti itu sudah biasa, mereka tau bagaimana sifat bosnya seperti apa jika di kantor. Raihan sebenarnya CEO yang baik cuma pembawaannya saja yang cuek.
Banyak sekali karyawan wanita yang menyukai Raihan, dan ingin menjadikan bosnya itu sebagai ke kasih, akan tetapi karena sifat Raihan yang cuek mereka jadi tidak berani. Hanya kepada Dyanralah pertama kalinya Raihan bersikap ramah dengan seorang wanita. Dari awal melihat Dyanra memang, Raihan sudah jatuh hati kepada gadis nakal itu.
Raihan telah memasuki lift. Menekan tombol lift no 20. Menuju keruangannya, di dalam ruangan sudah ada Vino yang menunggunya.
Raihan telah sampai di dalam ruang kerjanya dan langsung mendudukkan dirinya di sofa.
"lo mau ngejelasin apa sama gue?" Tanya Raihan to the point dengan kata non-formalnya, Vino yang mendengar Raihan memakai panggilan lo gue sudah biasa, berarti Raihan dalam pembawaan bersahabat.
"Perusahaan Dyanra mengajak kita kerjasama, klien yang meeting sama gue tadi itu ternyata om Dyanra? jawab Vino
Raihan yang mendengar ucapan Vino tadi, tersenyum miring.
"Bagus, terima permintaan kerjasama dia, kita hancurkan dia dari dalam," ucap Raihan.
Vino yang mengerti dengan ucapan Raihan hanya mengangguk. Vino tau Raihan sedang merencanakan sesuatu untuk menghacurkan om Dyanra dari dalam, ya dengan cara menerima ajakan kerjasama.
"Terus apa rencana lo buat hancurin dia? tanpa membuat perusahaan Dyanra bangkrut, lo nggak mungkin tega dong bikin perusahaan Dyanra bangkrut, secara perusahaan itu, peninggalan satu-satunya dari orang tua Dyanra," ucap Vino..
"Ya nggak lah, kita cuma ambil saham dia secara perlahan dan balik atas nama Dyanra, tanpa harus mereka curiga. Kita harus main cantik," jawab Raihan.
"Apa rencana pertama lo?"
"Ajak meraka makan malam di rumah gue," ucap Raihan.
"Gila lo ya, kalau meraka liat Dyanra gimana?" Tanya Vino.
"Bukan di Apartement bego, dirumah gue," ucap Raihan kesal dengan sahabatnya. Karena kadang kala Vino itu lemot banget. Di samping dia punya otak yang pintar untuk di gunakan.
"Oh, iya gue lupa, lo kan baru beli rumah," ucap Vino menepuk dahinya, karena dia lupa bahwa Raihan baru-baru ini membeli rumah untuk dia ttempati bersama Dyanra nanti setelah mereka sudah sah menikah. Rumah itu adalah hadiah untuk Dyanra nanti.
Raihan memang sudah mempersiapkan jauh-jauh hari, mengenai pernikahannya dengan Dyanra. dia akan secepatnya memberitahu Dyanra mengenai kebohongannya dan status hubungan mereka yang belum menikah.
Dia tidak mau Dyanra tau dengan sendirinya dan membuat Dyanra membencinya, jadi lebih baik dia yang memberi tahunya. Meski kemungkinan Dyanra akan marah padanya atau mendiaminya, tapi itu lebih baik daripada Dyanra meninggalkannya.
"Lo bisanya Dinner dengan mereka kapan? secara lo itu sibuk banget sampai nongkrong dengan kita berlima pun lo jarang banget, bisa dihitung jari lah, apalagi sudah ada Dyanra yang jadi tanggung jawab lo," ucap Vino.
Raihan itu adalah sosok yang perfect dalam segala hal termasuk soal kerjaan, jadi dia tidak ada waktu untuk berleha-leha seperti teman-temannya.
Ketika di ajak nongkrong oleh teman-temannya dia akan memberikan seribu macam alasan untuk menolak. Karena pria itu tau bahwa teman-temannya akan membawanya ke bar, dan Raihan tidak suka dengan suasana bar.
"Minggu malam, karena malam minggu itu me time gue sama Dyanra, jadi nggak ada yang boleh ganggu," jawab Raihan.
"Dasar bucin lo!" seru Vino, melihat Raihan yang senyum-senyum sendiri. Vino senang melihat Raihan bisa berubah secepat ini hanya karena Dyanra, karena yang Vino tau, pria itu memiliki pengalaman buruk tentang perempuan.
Dulu Raihan pernah menyukai seorang perempuan di sekolahnya, Raihan sangat mencintainya, apapun akan Raihan lakukan untuk perempuan itu. Sampai Raihan sangat menjaganya, melakukan skinship pun Raihan tidak pernah. Karena Raihan menganggap perempuan harus di jaga tidak boleh dirusak.
Tapi beda halnya dengan wanita itu dia terang-terangan menggoda Raihan dengan memakai pakaian sexy ketika Raihan sedang berkujung kerumahnya, dan puncaknya malam ketika Raihan datang ke bar bersama teman-temannya dan dia melihat wanita yang di cintainya bersama dengan laki-laki lain dan mereka bahkan melakukan having sex di depan public dengan tidak tau malunya.
Saat itu hati Raihan hancur berkeping-keping melihat kejadian itu. Raihan berubah menjadi sosok yang dingin dan cuek terhadap semua perempuan.
Tapi semua itu berubah dengan kedatangan seorang Dyanra dalam hidup Raihan. Raihan yang dulu dingin dan cuek perlahan menjadi sosok yang lembut dan ceria jika dihadapkan dengan gadis itu, dan itulah yang Vino sangat syukuri. Semoga Dyanra tidak mengecewakan Raihan.
Sementara itu di perjalanan pulang sekolah Dyanra di antar oleh Dewa menggunakan motor. Mereka sudah seperti pasangan muda yang sedang di mabuk cinta. Dyanra yang memeluk pinggang Dewa.
"Dy, lo nggak apa-apa kan? Masih pusing nggak?" Tanya Dewa diatas motor. Dyanra yang mendengar pertanyaan Raihan hanya menganggukkan kepalanya. Karena dia malas berbicara.
satu jam kemudian...….
"Rumah lo dimana sih Dy?" Tanya Dewa frustasi, karena dari tadi mereka hanya berkeliling komplek tapi rumah Dyanra tidak terlihat.
Dyanra yang mendengar gerutuan Dewa, mendongakkan wajahnya yang tadi bersandar di punggung Dewa. Dyanra yang sadar bahwa ini bukan arah rumahnya menarik rambut Dewa.
"Aduh sakit Dy, Rambut gue jangan ditarik, kalau kita jatuh gimana!" seru Dewa kesakitan akibat rambutnya yang di tarik oleh gadis itu, rasanya rambutnya akan lepas sebentar lagi. Mendengar itu Dyanra segera melepaskan tangannya dari Rambut Dewa.
"Ini bukan arah rumah gue ogep, lo sengaja ya bikin kita kesasar, supaya lo bisa berduan sama gue?" ketus Dyanra menuduh Dewa
"Yah lo nunjuknya di sini jadi gue ke sini, jangan geer dulu," bantah Dewa.
"Ya udah, ayo lanjutin jalannya, ke rumah gue!" suruh Dyanra.
"Lo udah sadarkan, nggak bakal nunjuk sembarang arah lagi? kalau nunjuk sembarang arah lagi gue turunin lo di pinggir jalan, biar di culik sama om-om," ucap Raihan
"Iya, iya bawel banget," ucap Dyanra.
Di Aparetement, Raihan baru saja sampai, tetapi tidak menemukan Dyanra di manapun.
"Anak nakal itu kemana lagi, padahal ini sudah lewat pulang jam sekolah," gerutu Raihan. Menghubungi Dyanra lewat telfon.
Tring…tring…tring..
"Dy, ponsel kamu bunyi, angkat gih!" suruh Dewa
"Halo!" jawab Dyanra
"YA! anak nakal, kamu dimana?" Tanya Raihan
"Masih di jalan, bentar lagi sampai kok, sudah dulu ya bye," ucap Dyanra mematikan ponselnya.
Dyanra telah sampai di depan Apartementnya, masih ada Dewa yang menunggu Dyanra, dia tidak ingin pulang jika Dyanra belum masuk, sementara Dyanra khawatir jika Raihan melihatnya dengan Dewa bisa perang dunia ketiga lagi.
"Wa lo lebih baik pulang deh!" perintah Dyanra
"lo masuk dulu makanya," ucap Dewa.
Tanpa tau bahwa Raihan melihat mereka dari lantai atas.
"Dari mana saja kamu?" Tanya Raihan dengan nada dinginnya.
"Mampus!" batin Dyanra.
"Dari sekolah mas, cuma tadi Dyanra kesasar sama Dewa, karena Dyanra kasi petunjuk arahnya salah, jadi kesasar deh," ucap Dyanra dengan nada memelas yang di buat-buat.
Raihan yang mendengar itu hanya menghela nafas, meskipun tadi dia marah dan cemburu karena Dyanra di antar oleh Dewa. Tapi Raihan sadar dia mulai sekarang harus mengontrol emosinya.
"Ya sudah, nggak apa-apa, mas maklumi untuk sekarang, tapi kalau kamu ada apa-apa telfon mas aja, minta antar/jemput sama mas, jangan sama orang lain, mengerti!" ucap Raihan merangkul bahu Dyanra.