Chereads / Women Killer and Doctor / Chapter 13 - Bab 13

Chapter 13 - Bab 13

"Tuan Raihan!" Panggil Andrew

"Sial!" batin Raihan . "Ia, anda mengenal saya?" tanya Raihan, berbalik melihat Andrew dan Dyanra.

"Tuan Raihan, tidak mengingat saya. Saya anak dari pak Joni, yang bekerjasama dengan perusahaan tuan," ucap Andrew

"Oh, Andrew!" ucap Raihan, melirik ke arah Dyanra, yang tidak mempedulikannya.

"Kok bapak bisa ada di sekolah ini?" tanya Andrew

"Saya juga bekerja disini, sebagai dokter UKS," jawab Raihan

"Jadi bapak juga dokter?" tannya Andrew lagi.

"Iya!," Jawab Raihan.

"Andrew! ayo kita pergi dari sini, sudah bel masuk," ucap Dyanra memotong percakapan mereka.

"ayo! saya masuk ke kelas dulu ya pak," pamit Andrew. Berlalu dari sana karena tangannya di tarik oleh Dyanra.

Raihan yang melihat itu hanya bisa menghelah nafas menatap punggung Dyanra yang semakin menjauh. Hatinya terasa sesak melihat itu. Melihat Dyanra menggandeng tangan pria lain, selain dirinya.

Melihat Dyanra sudah tidak ada dalam jarak pandangnya, Raihan pun segera berbalik melanjutkan langkahnya menuju ruang UKS.

Bel istrirahat telah berbunyi, para siswa segera berhamburan keluar kelas, kecuali Dyanra yang masih betah duduk di kursinya. Seperti sedang memikirkan sesuatu.

"Dy!" panggil Dewa, menyadarkan Dyanra dari lamunannya.

"Ia," jawab Dyanra.

"Kamu kenapa?" tanya Dewa

"Enggak apa-apa," jawab Dyanra.

"Kalau gitu, ayo ke kantin," ajak Raihan berdiri dari kursinya.

"Kamu Duluan aja deh, aku lagi malas ke kantin, masih kenyang," ucap Dyanra menyuruh Dewa ke kantin.

"Ada yang mau kamu titip? Tanya Dewa lagi

"Enggak!" jawab Dyanra.

"Ya udah, aku duluan ya Dy," ucap Dewa, pergi dari sana. Meninggalkan Dyanra yang kembali dengan kegiatan sebelumnya.

Dyanra yang mulai bosan di kelas pun, keluar menuju ke arah taman dan mendudukkan dirinya di salah satu kursi taman yang menjadi fasilitas sekolah.

Sedangkan di ruang UKS, Raihan yang sedang menangani siswa perempuan yang terluka akibat jatuh di lapangan basket.

"Dokter Raihan ganteng banget, kenapa sih dokter nggak terima aja, keuntungan yang di berikan papa untuk mendapatkan saya," ucap siswa itu dengan pedenya, yang tidak lain dan tidak bukan adalah selly, kakak dari Andrew.

"Yang ada saya rugi, jika menerimanya, jalang seperti kamu, sudah longgar dan sering dipakai oleh om-om tidak cocok untuk saya, cantikan Dyanra kemana-mana, masih tersegel lagi,"batin Raihan.

"Sudahkan, saya izin pergi dulu, kalau kamu mau minta tolong ada teman kamu d iluar, nanti saya suruh masuk," ucap Raihan keluar dari UKS.

"Mas Raihan!" Panggil Selly, tapi tidak di gubris oleh Raihan.

"SIALAN!!"

Mendengar teriakan Selly, teman-temannya yang ada di luar segera berlari tergopoh-gopoh masuk ke dalam UKS.

"Kamu nggak apa-apa?" Tanya salah satu teman sekelasnya.

"Enggak apa-apa," Jawab Selly dengan senyum palsunya.

Sementara itu di luar Raihan sedang berjalan-jalan mengitari sekolah, tak terasa langkah kakinya pun membawanya ke taman sekolah. Dia ingin menenangkan pikirannya sejenak di sana.

Namun tak sengaja dia melihat Dyanra yang sedang duduk dan merenung di salah satu bangku taman.

Tanpa bisa dicegah Raihan melangkahkan kakinya ke arah Dynara. Raihan merasa inilah saatnya dia memberikan penjelasan kepada Dyanra.

Tak butuh waktu lama Raihan telah sampai di depan Dyanra. Dyanra yang sedang termenung di kejutkan dengan orang yang berdiri di depannya.

Dyanra yang melihat itu segera mendongakkan kepalanya, dan melihat Raihan lah yang tengah berdiri di hadapannya, dengan satu tangan di masukkan kedalam saku, seperti bos.

Dyanra yang melihatnya hanya mendengus, dan mengalihkan pandangannya ke arah lain, asal bukan menatap Raihan. Dia tidak mau secepat itu goyah dengan tatapan permohonan Raihan.

"Dyanra, bisa kita bicara?" tanya Raihan

"Mas, mau bicara apa lagi sih, semua sudah jelas, mas bohongin aku, dan aku bukan istri mas," jawab Dyanra.

"iya, mas tau, mas bohongin kamu, tapi please dengar penjelasan mas dulu, mas mohon," ucap Raihan yang kini berlutut di hadapan Dyanra.

Dyanra yang melihat itu, langsung berdiri dari duduknya.

"Maaf mas, tapi Dyanra ingin tenangin pikiran dulu, jadi nanti aja ya ngejelasinnya, lagi pula ini juga di sekolah, takut anak-anak pada liat, dan mikir macam-macam tentang kita," ucap Dyanra pergi dari hadapan Raihan.

Raihan yang melihat Dyanra pergi, hanya bisa menatap sedih punggung Dyanra, setelah itu Raihan berbalik dan meninggalkan taman itu juga, tanpa tau bahwa percakapan mereka tadi di dengar oleh salah satu siswa disana.

Siswa yang melihat mereka, hanya tersenyum miring dan pergi dari area taman, dengan tatapan yang menunjukkan kesenangan.

Bel pulang sekolah telah berbunyi, para siswa berhamburan keluar dari kelas menuju arah parkiran, tempat kendaraan mereka, terparkir. Tapi tidak dengan Dyanra, Dyanra saat ini berada di perpustakaan sekolah, sedang tertidur tanpa tau bahwa jam sudah menunjukkan waktu pulang sekolah.

Tadi Dyanra membolos, dia tidak bohong ketika bilang, bahwa ingin menenangkan pikiran, setelah berbicara dengan Raihan tadi. Dyanra langsung keperpustakaan.

Sementara di area sekolah Dewa dan Leon sedang mencari keberadaan Dyanra, karena mereka tidak melihat Dyanra di kelas tadi.

"Kira-kira Dyanra kemana ya Wa?" tanya Leon

"Nggak tau," jawab Dewa, yang masih mengedarkan pandangannya keseluruh penjuru sekolah.

Raihan yang baru keluar dari UKS di buat heran dengan mereka berdua, karena melihat kedua teman Dyanra tampak kebingungan. Raihan pun menghampiri mereka.

"Kalian ngapain masih di sekolah?" tanya Raihan.

Dewa dan Leon yang mendengar ada orang bertanya, berbalik dan melihat Dokter Raihan yang sedang berdiri di belakang meraka tadi.

"Kita lagi cari Dyanra Dok, karena tadi Dyanra nggak masuk kelas," jawab Leon, sedangkan Dewa hanya menatap malas, tanpa mau menjawab.

"APA!" kaget Raihan

"Kalian sudah cari kesemua tempat?" tanya Raihan khawatir.

"Kenapa tiba-tiba dokter khawatir dengan Dyanra?" tanya Dewa, yang memang sudah lama curiga dengan kedekatan Raihan dengan Dyanra, karena pernah sekali Dewa memergoki dokter Raihan sedang berduaan dengan Dyanra di ujung koridor, yang pada saat itu sudah jam pulang sekolah.

Tak hanya itu Dewa juga sempat memergoki mereka, seperti sedang berciuman, tapi Dewa tidak ingin menaruh curiga secepat itu, karena Raihan melihat mereka dari jauh.

"Sebagai dokter di sekolah ini, kan memang seharusnya saya khawatir, dengan murid-murid disini," jawab Raihan tampak gugup.

"Oh!" ucap Dewa singkat, dia semakin curiga bahwa dokter Raihan dan Dyanra memang memiliki hubungan khusus

Sementara itu, di perpustakaan Dyanra baru saja bangun, dan melihat sekelilingnya yang sudah tampak gelap.

"Astaga! sudah jam 5 sore," ucap Dyanra melihat jam tangannya.

Dyanra berdiri, dari tempat duduknya, menuju pintu keluar perpustakaan, tapi saat ingin membuka pintu itu, ternyata pintunya sudah terkunci. Dyanra kebingungan bagaimana caranya dia keluar. Ingin menghubungi teman-temannya, tapi dia tidak membawa ponsel, alhasil Dyanra hanya bisa berteriak minta tolong.

TOLONG! TOLONG!

tapi tidak ada yang mendengarnya sedikit pun, Dyanra hanya bisa pasrah menyandarkan punggungnya di belakang pintu, menunggu siapapun yang bisa menolongnya.

BRAK...BRAK...BRAK..

Terdengar suara benda yang terjatuh, dari dalam perpustakaan. Dyanra yang mendengar itu berteriak kaget.

"ARGHH!!" teriak Dyanra. Karena masih mendengar suara itu.

"Apakah ada orang disana?" tanya Dyanra ketakutan, karena masih mendengar suara buku berjatuhan dan mendengar suara langkah kaki yang mendekat ke arahnya.

Dan tak lama muncullah seseorang dari balik rak buku, mengenakan topeng dan juga pakaian serba hitam dengan membawa tongkat baseball di tangannya. Tapi Dyanra masih bisa melihat Rok yang di pakai orang itu. Itu adalah rok sekolahnya.

"Siapa kamu, dan kamu mau apa?" tanya Dyanra, yang sudah tersadar dari ketakutannya.

Tanpa menjawab, orang itu langsung mengacungkan tongkat baseball yang di pegang ke arah Dyanra, dan hendak memukul Dyanra. Tapi dengan cepat Dyanra menghindar.

"Kamu, mau apa sebenarnya?" tanya Dyanra lagi sembari menghindari pukulan-pukulan yang diarahkan kepadanya. Tanpa tau bahwa ada seorang lagi yang berada di belakangnya.

Orang itu langsung memukul kepala Dyanra. Dyanra pun jatuh pingsan dengan darah segar yang keluar dari kepalanya.

Kedua orang yang melihat Dyanra sudah terjatuh, segera melepas topengnya. Mereka tersenyum miring, lalu duduk di samping Dyanra.

"Sell, apa yang akan kita lakukan sekarang?" Tanya Leon, menampilkan senyum miringnya.

Leon selama ini, hanya berpura-pura menjadi murid cupu, sehingga dia mendapatkan bullyan dari teman-teman Dewa, demi menjalankan misinya atas suruhan Joni. Berpura-pura baik di depan Dyanra dan menjadi temannya.

Namun selama ini rencananya selalu gagal untuk mencelakai Dyanra, karena selalu ada Dewa yang mengikuti mereka.

30 menit sebelumya....

"Wa aku ke toilet dulu ya," ucap Leon, berlari ke arah toilet.

"Itu teman kamu, mau kemana?" tanya Raihan yang ikut mencari Dyanra di sekitar sekolah.

"Ke toilet," jawab Dewa malas.

"Oh!" ucap Raihan melanjutkan pencariannya dengan membuka seluruh ruang kelas.

Sementara mereka berdua mencari Dyanra, Leon yang tadinya ingin ke toilet, memutar langkahnya ke arah perpustakaan, hendak menemui seseorang.

"Tinggalkan dia disini, biarkan gadis ini kehabisan darah," jawab Selly, berdiri dari duduknya dan segera keluar dari perpustakaan.

Semantara itu Raihan dan Dewa, masih mencari Dyanra, meraka sekarang berada di atap sekolah, namun nihil mereka tidak menemukan Dyanra disana.

"Kita sudah mencari ke seluruh tempat di sekolah ini, tapi kita tidak menemukan keberadaan Dyanra," ucap Raihan dengan nada khawatir.

Dewa yang mendengar nada khawatir dari dokter Raihan hanya menghelah nafas, namun dia tiba-tiba teringat dia belum cek satu tempat di sekolah ini, perpustakaan. Dewa tadi ingin cek kesana, akan tetapi Leon menariknya ke arah lain, karena katanya tidak mungkin masih ada siswa di perpustakaan jika sudah jam pulang.

"Dok! Ada satu tempat yang belum kita cek," ucap Dewa.

"Dimana?" tanya Raihan.

"Perpustakaan, tapi apakah kemungkinan Dyanra ada disana, sedangkan.....," ucapan Dewa terpotong.

Tanpa mendengar lanjutan ucapan Dewa, Raihan langsung berlari ke arah perpustakaan. Melihat dokter Raihan berlari, Dewa pun segera menyusulnya. Mereka telah sampai di depan pintu perpustakaan.

"Apa dokter yakin Dyanra ada di dalam?" tanya Dewa

"Kita Lihat saja dulu," jawab Raihan.

Di dalam perpustakaan Dyanra tersadar dari pingsannya, dengan tatapan sayu dan nada suara yang lemah dia meminta tolong.

Tolong! Tolong! Tolong!

"Dok, dengar suara minta tolong nggak?"Tanya Dewa.

"Dengar, tapi arah suaranya dari mana ya?" ucap Raihan

"Dari dalam dok!" ucap Dewa.

"Ayo cepat kita buka pintunya" ucap Raihan.

"Terkunci," ucap mereka bersamaan

"Dobrak saja lah," ucap Raihan

Mereka pun mulai mendobrak pintunya.

BUK....BUK...BUK...

BRAK.....

Suara pintu terjatuh akibat dobrakan, dan tak jauh dari sana mereka melihat Dyanra tergeletak bersimbah darah.

"DYANRA!"