Di sebuah gedung pencakar langit, terdapat sesosok laki-laki paruh baya yang sedang duduk di kursi kebanggaannya dia adalah Joni. Menikmati secangkir kopi di pagi hari dan menyesap satu batang rokok yang sekarang ada di bibirnya.
Tok...Tok...Tok..
"Masuk!" ucap Joni, menyuruh orang yang mengetuk pintu untuk masuk, setelah itu mematikan rokok yang sedari tadi di sesapnya dan menyimpannya dalam asbak.
"Ada apa? Apakah kamu sudah menemukan informasi mengenai siapa yang membantu Dyanra selama ini?" tanya Joni
"Belum bos, data mereka susah sekali di lacak," ucap oran itu.
"Terus apa yang ingin kamu sampaikan hingga datang kesini?" Tanya Joni lagi.
"Begini Bos, tadi saya melihat mas Andrew pulang sekolah bersama Dyanra, sepertinya mas Andrew mengantar Dyanra pulang," ucap anak buah Joni.
"Apa!! Teriak Joni.
"Andrew dekat dengan Dyanra, sejak kapan mereka sedekat itu, padahal Andrew tidak pernah tau siapa Dyanra, jangan sampai Andrew tau jika itu adalah Dyanra sepupunya, jika dia tau, dia bisa menghancurkan semuanya," ucap Joni
"Bukannya malah bagus sayang, kita bisa memanfaatkan kedekatan mereka untuk mendapatkan informasi mengenai orang yang telah membantu Dyanra dan sekaligus membunuh gadis itu," ucap Asisten Joni yang dari tadi duduk di sofa.
Joni tampak berfikir mengenai ucapan asistennya, dengan kedekatan Andrew dan Dyanra dia bisa mendapatkan informasi lebih banyak mengenai Dyanra. Tapi di satu sisi Andrew itu tidak seperti dirinya yang haus akan kekuasaan, Andrew lebih mementingkan kepentingan sosialnya daripada harta, dia sangat susah di ajak untuk bekerjasama.
"Caranya?" tanya Joni menatap wanita yang berstatus sebagai asistennya sekaligus merangkap sebagai kekasih gelapnya.
Mendengar pertanyaan Joni. Wanita itu berdiri dari duduknya dan berjalan ke arah Joni, setalah itu mendudukkan dirinya di pangkuan , serta mengalungkan lengannya di leher Joni, menatap pria itu dengan tatapan sensual dan menyeringai.
Anak buah Joni yang dari tadi melihat mereka hanya bisa menunduk tidak berani melihat lebih, dia sudah biasa berada dalam situasi seperti ini di mana melihat bosnya sedang bermesraan dengan asistennya atau bisa di anggap selingkuhannya.
"Bagaimana caranya?" tanya Joni kembali, karena dari tadi tidak kunjung mendapatkan jawaban.
"Usir mereka dulu dari ruangan ini!" Tunjuk sang wanita kepada anak buah Joni, yang dari tadi berada di ruangan tersebut.
Mendengar ucapan kekasihnya, Joni pun mengusir anak buahnya, dan menyuruhnya menunggu di luar.
"Mereka sudah pergi, jadi apa rencanamu?" tanya Joni
"Jika meraka menjalin hubungan, kamu bisa menyuruh Andrew membawa Dyanra ke rumahmu, apalagi sekarang Dyanra sedang Hilang ingatan dia tidak mungkin mengenalmu, jadi kamu bisa lebih leluasa untuk menyingkirkan gadis itu, apalagi kamu masih belum bebas menguasai perusahaan ini, karena surat kepemilikan yang kamu buat itu palsu, lambat laun jika para pemegang saham tau jika surat itu palsu, kamu bisa disingkirkan dari perusahaan ini," ucap wanita itu.
Joni yang mendengar itu menyeringai, sekaligus khawatir. Dia tidak ingin di singkirkan dari perusahaan ini. Dia harus menyingkirkan Dyanra terlebih dahulu dan ada benarnya perkataan kekasihnya ini dia harus memanfaatkan kedekataan mereka. Ditambah anak tertuanya sekarang sekolah di sana, itu akan mempermudahnya untuk menyingkirkan gadis itu.
"Selly bisa membantuku, menyingkirkan Dyanra dengan mudah, anak itu lebih mudah dimanfaatkan, di bandingkan dengan Andrew," batin Joni
"Tapi bagaimana kamu tau, jika Dyanra hilang ingatan?" tanya Joni.
"Aku mendapatkan informasi di rumah sakit tempat Dyanra di rawat selama ini, tapi sialnya aku tidak bisa mendapatkan informasi mengenai siapa yang membawa Dyanra dari rumah sakit itu. Identitas orang itu di tutupi dan dia memakai nama samaran.
Mendengar itu, Joni mengepalkan tangannya dengan keras, sial sehebat apa orang itu hingga dia tidak bisa mengetahui identitasnya, padahal banyak anak buahnya yang sudah dia turunkan untuk mengawasi Dyanra dan mengikutinya, tapi tidak ada satu pun dari mereka yang tau dimana Dyanra tinggal, batin Joni.
Selama ini, Joni menyuruh anak buahnya untuk mengikuti Dyanra ke manapun dia pergi, tapi tidak ada informasi yang dia dapat, semua anak buah yang Joni utus, mati mengenaskan.
"Hei kamu lagi mikir apa?" tanya wanita itu, yang melihat Joni sedang melamun.
"Nggak ada apa-apa kok sayang, ide kamu bagus sekali," Jawab Joni, mengelus pinggang wanita yang ada di pangkuannya, setalah itu mereka menuju ke kamar, yang dibuat khusus oleh papah Dyanra sebagai tempat beristirahatnya ketika lembur, dan sekarang dijadikan oleh Joni sebagai tempat untuk mencumbu kekasihnya.
Tak...Tak....Tak....
Terlihat Dyanra sedang memotong sayuran dan beberapa bahan makanan lain. Dia berencana membuat sayur sup kesukaan Raihan, dan beberapa lauk pauk kesukaannya. Dyanra sesekali melihat jam tangannya. Dia tidak sabar menunggu Raihan pulang. Hari sudah menunjukkan jam 5 sore, tapi Raihan masih belum menunjukkan batang hidungnya padahal ini sudah menunjukkan jam pulang kerja.
Makanan yang di siapkan oleh Dyanra telah selesai dan sudah di tata rapi di meja makan,
setelah selesai menata makanannya. Dyanra bergegas menuju ke kamar untuk untuk membersihkan diri dan mandi, sembari menunggu Raihan pulang.
Setelah selesai berkemas diri Dyanra pun turun kebawah dan melihat Raihan sudah pulang.
"Mas, sudah pulang," ucap Dyanra
"Ia, mas baru saja sampai, dari tadi mas panggil tapi kamu engga nyahut, kamu lagi ngapain emangnya?" tanya Raihan sembari memeluk Dyanra dan mengecup keningnya.
"Enggak denger, tadi Dy lagi mandi," Jawab Dyanra, melepas dasi Raihan dan menuntunnya ke kamar.
"Mas mandi dulu, setelah itu baru kita makan," ucap Dyanra
"Kenapa enggak makan dulu sayang?" protes Raihan
"Mas bau, udah ah, mandi sana, aku tunggu di bawah?" suruh Dyanra saat mereka sudah sampai di kamar.
Setelah selesai mandi, Raihan pun turun ke bawah, dan melihat Dyanra sudah ada di meja makan.
"Kamu masak apa?" tanya Raihan
"Aku masak sayur sup kesukaan mas, sama lauk kesukaan aku," jawab Dyanra.
"Aku ambilin ya," ucap Dyanra mengambil piring Raihan dan mengisinya dengan nasi dan beberapa lauk pauk kesukaan Raihan. Setalah itu mereka pun menikmati makanannya.
"Kegiatan kamu, apa aja hari ini Dy?" tanya Raihan menyenderkan bahunya di sofa.
Mereka saat ini berada di ruanga keluarga, sembari menonton Tv. Raihan yang saat ini mengelus rambut Dyanra yang bersandar di dadanya.
"Ke sekolah aja mas, habis dari sekolah pulang, nggak kemana-mana lagi?" jawab Dyanra yang masih fokus dengan tontonannya.
"Oh..." ucap Raihan.
"Kenapa, memangnya mas, kayak ada yang mas pikirin?" tanya Dyanra balik.
"Enggak kok," jawab Raihan.
Raihan saat ini masih menimang, apakah dia akan memberitahu Dyanra mengenai kebohongannya atau tidak. Tapi mengingat perkataan Vino tempo lalu, jika Dyanra tau sendirinya atau lebih parahnya tau dari orang lain mengenai kebohogannya. Dyanra bisa saja membencinya dan pergi meninggalkannya.
Jadi dengan segala tekadnya, dia akan memberitahu Dyanra, meskipun Dyanra marah, tapi tidak apa-apa, yang penting Dyanra tidak meninggalkannya.
"Dy, mas mau bicara sesuatu sama kamu, tapi janji jangan tinggalin mas jika kamu sudah tau dengan apa yang mas bicarakan, kamu boleh marah sama mas, nggak apa-apa asal jangan tinggalin mas," ucap Raihan
"Emang mas mau bicara apa, sampai ngomong kayak gitu?" tanya Dyanra memusatkan perhatiannya kepada Raihan, tidak mempedulikan lagi tontonannya, karena saat ini Raihan sedang serius.
"Tapi janji dulu, nggak tinggalin mas," ucap Raihan
"Tergantung kalau kesalahan mas fatal, mungkin aku butuh waktu buat maafin mas," ucap Dyanra.
Raihan yang mendengar itu bergeming, dia tidak sanggup di jauhi Dyanra. Tapi apa boleh buat dia sudah kepalang basah.
"Ma-s selama ini bohongin Dyanra," ucap Raihan terbata-bata tanpa mau melihat Dyanra.
"Bohong apa mas? Liat aku jangan ke bawah," ucap Dyanra menarik wajah Raihan menghadapanya
"Dyanra, bukan istrinya mas," ucap Raihan
"Maksud mas apa, kenapa Dyanra bukan istrinya mas? Terus selama ini ayah sama ibu mas juga bohongin Dy?" Tanya Dyanra pura-pura sedih.
Dia tidak mungkin menampakkan, ke tidak kekecewaannya, Raihan bisa curiga.
"Bukan begitu Dy, mas terpaksa bohong," ucap Raihan
"Karena mas kasihan sama Dy. Dy nggak perlu di kasihanin mas!"teriak Dyanra menangis, berlari ke arah kamar dan menguncinya dari dalam.
Raihan yang melihat Dyanra berlari segera mengejarnya, dia ingin masuk ke kamar tapi terkunci.
"Dy buka pintunya, mas mohon sayang, dengerin penjelasan mas dulu," ucap Raihan menggedor pintu.
Raihan saat ini sudah menitikan air matanya, ini yang dia takutkan kemarahan Dyanra dan juga kebenciannya. Raihan tidak sanggup di tinggal oleh Dyanra.
dua jam berlalu, tidak ada tanda-tanda Dyanra akan membuka pintunya, Raihan masih saja bersandar di pintu, menunggu Dyanra membukanya.
Namun karena haus dan ingin mengambil air minum, Dyanra membuka pintunya, dan melihat Raihan sudah terjengkang ke belakang. Dyanra yang melihat itu ingin sekali tertawa, melihat Raihan seperti orang yang sudah malas hidup.
"Dy!" panggil Raihan
Dyanra yang mendengar itu tidak mempedulikannya, dan segera berlalu dari sana, menuju dapur untuk mengambil air minum.
Raihan yang melihatnya segera mengikuti Dyanra dari belakang, ke manapun Dyanra pergi pasti di ikuti.
Setelah mengambil minum, Dyanra berniat kembali ke kamar, masih ada Raihan yang mengikutinya dari belakang.
Sesampainya di kamar Dyanra segera membaringkan dirinya di atas kasur dan membelakangi Raihan. Melihat itu Raihan juga segera membaringkan dirinya di samping Dyanra dan memeluknya dari belakang.
"Dengar penjelasan mas dulu Dy," ucap Raihan memelas.
Melihat tidak ada pergerakan dari Dyanra, Raihan hanya bisa menghelah nafas, dan menyusul Dyanra untuk tidur.
Keesokan paginya setelah Raihan bangun. Dia sudah tidak melihat Dyanra di kamarnya. Dia pun mencari ke bawah tapi nihil tidak ada Dyanra sama sekali. Gadis itu benar-benar menghindarinya
"Kamu kemana Dy, jangan tinggalin mas," gumam Raihan lirih dan mendudukkan dirinya di atas sofa.
Lama Raihan termenung, dia pun segera bersiap-siap ke sekolah Dyanra, karena baru mengingat Dyanra pasti ada di sekolahnya.
Raihan segera melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi, tidak mempedulikan pengendara lain yang marah-marah akibat ulahnya. Setelah sampai di sekolah, dia melihat Dyanra sedang bersama seorang laki-laki yang sangat di kenalnya, Andrew anak dari Joni paman Dyanra, yang pernah di bawa Joni ke rumahnya.
"Kenapa dia bisa bersama Dyanra, jangan-jangan dia orang yang ingin mencelakai Dyanra, tapi kenapa aku baru melihatnya di sekolah ini atau dia memiliki teman lain di sekolah ini?" batin Raihan
"Untuk saat ini aku akan berpura-pura tidak mengenal Dyanra," batin Raihan berjalan ke arah Dyanra dan melewatinya.
"Tuan Raihan!" panggil Andrew.