Tak dapat dipungkiri, ada semacam
perasaan tak tenang-yang ia sendiri tak
tahu datang darimana-setiap kali berada
dekat dengan laki-laki itu.
Arvin tak menjawab. Yang tampak hanya
senyum yang merekah di bibir, yang
mana itu saja sudah cukup menjelaskan
semuanya.
Ann tak ingin membuat keadaannya
jadi semakin kacau. Ia harus mengambi
tindakan. "Vin, kita perlu bicara." Nada
bicara gadis itu terdengar tegas, meski
suara ynag keluar hanya sebatas bisikan.
"Empat mata. Ini penting."
Tanpa menunggu, Ann langsung menoleh
ke arah Mamanya dan juga Tante Widya
yang tampak tengah asyik mengobrol.
"Ma, Tan," panggilnya. "Ann sama Arvin
mau keluar, jalan-jalan sebentar. Nggak
apa-apa, kan?" tanyanya.
"Nggak apa-apa dong, sayang." Widya
mengarahkan pandangan pada Kiran.
"Udah, biarin aja mereka berduaan. Biar
makin akrab dan dekat."
"Boleh, kan, Ma?" tanya Ann sekali lagi.
Kiran mengangguk. "Iya, boleh." Ia
menoleh pada Arvin. "Nanti sekalian kamu antar Ann pulang, ya?"