Kerongkongan Sofia tercekat. Tubuhnya terasa lemas, sendok yang berada di tangannya pun perlahan terjatuh. Tubuh wanita itu bergetaran, matanya membeliak melihat pada layar ponsel.
"Sofia, kamu baik-baik saja?" seloroh Nico memecah keheningan. Lelaki itu pun sebenarnya tahu jika sesuatu yang buruk sedang terjadi pada istrinya.
"Iya Mas, aku ba-baik-baik saja!" jawab Sofia terbata. Beberapa saat lidahnya terasa kelu, desiran darahnya mengalir deras. Sorot matanya meramun melihat foto Sam yang tengah menggendong seorang bayi di depan sebuah rumah. Beberapa foto yang lainnya, menunjukan foto hangat Sam dengan bayi merah yang berada lelaki itu ciumi dengan penuh kasih sayang.
Ingin rasanya Sofia menangis sejadi-jadinya. Akan tetapi dirinya tidak mungkin melakukan hal itu di depan Nico.
Mulut Nico masih menguyah makanan dengan sangat lembut sekali. Di dalam hati lelaki itu tertawa puas melihat Sofia kesakitan. Mendapati foto Sam yang di kirim oleh orang suruhan Nico.
Suara derit kaki kursi yang beradu dengan lantai terdengar cukup keras. Sofia bangkit dari bangku meja makan dengan hati yang hancur. Sekuat tenaga Sofia menahan genangan air mata yang berjejalan di pelupuk matanya.
"Sofia, kamu mau kemana?" celetuk Nico menautkan kedua alisnya.
"Mas, sepertinya aku tidak enak badan!" lirih Sofia dengan wajah pucat. "Aku ingin istirahat, Mas. Mas Nico makan sendiri saja nggak apa-apa!" tegas Sofia dengan nada bergetar seperti menahan tangis.
"Baiklah!" Nico mengangguk, membiarkan Sofia melangkahkan kakinya menuju anak tangga.
Nico menarik kedua sudut bibirnya tersenyum kemenangan. Setelah suara derap langkah kaki Sofia menjauh dari ruang meja makan.
Nico mengeluarkan ponsel dari dalam saku celananya. Satu tangannya mengusap lembut pada layar ponsel, sebuah pesan masuk dari nomor tanpa nama.
[Sudah dilaksanakan, Tuan!] tulis pesan dari nomor yang berakhiran dengan angka 9.
Senyuman lebar terlukis dari kedua sudut bibir Nico. Wajahnya nampak puas mendapatkan hasil seperti apa yang ia inginkan. Nico memasukan ponselnya kembali ke dalam saku celana, lalu melanjutkan menyantap makan malam dengan nikmat.
____
Sofia melirik kepada Nico yang masih terlelap di atas ranjang. Pagi-pagi sekali wanita itu sudah bangun dari tidurnya, semalam suntuk Sofia tidak bisa tidur nyenyak. Beberapa pertanyaan tentang Sam semakin menghimpit batinnya hingga menyesakan dada. Tentang siapa bayi yang berada di dalam gendongan Sam. Sementara nomor ponsel yang mengirimkan pesan itu, seketika tidak dapat di hubungi kembali.
Satu tangan Sofia menyambar kunci mobil yang tergeletak di atas nakas. Sekilas, netranya melirik pada Nico yang masih terlelap dengan nafas teratur. Langkah kaki Sofia berjalan pelan menuju pintu kamar, hampir saja sepatu hak tinggi itu tidak menimbulkan suara hentakan sedikitpun.
"Nyonya!" Bibik yang sedang sibuk membereskan rumah terkejut melihat Sofia menuruni anak tangga. "Nyonya, mau berangkat kemana pagi-pagi sekali?" Bibik menatap aneh pada Sofia.
Sofia mendekati ART yang terus menatapnya, "Bik, tetap awasi Tuan Nico. Saya mau pergi sebentar sekalian berangkat ke kantor. Jika nanti Tuan Nico menanyakan saya, bilang saja saya sudah berangkat ke kantor lebih awal. Karena ada janji meeting dengan investor asing," tutur Sofia.
Bibik mengangguk lembut. "Baik, Nyonya!" balas Bibik.
Wanita dengan sepatu hak tinggi itu kembali melangkahkan kakinya menuju pintu utama rumah.
"Nyonya!" seru Bibik, Sofia berdecak kesal, menoleh pada Bibik dengan wajah dilipat.
"Ada apalagi, Bik?" Sofia menatap kesal.
"Bagaimana dengan bayaran saya, Nyonya!" Wanita paruh baya itu menggigit bibir bawahnya. Setelah memberanikan diri untuk menanyakan upah dari pekerjaan sekongkol yang ia lakukan dengan Sofia untuk menipu Nico.
"Iya, iya nanti!" cetus Sofia kesal. "Nanti setelah pulang dari kantor aku transfer!" decih Sofia kesal.
"Ba-baik, Nyonya," balas Bibik hanya mampu menerima pasrah.
______
Sofia melajukan kuda besinya menebus ramainya jalanan ibukota. Wanita yang duduk pada bangku di belakang kemudi itu nampak termenung, dengan sorot mata menerawang jauh. Bayangan Sam dengan bayi yang berada di dalam gendongan lelaki itu masih terputar jelas dalam benak Sofia. Sofia memang tidak mengenal jauh tentang kehidupan Sam. Yang ia tau, dulu Sam adalah salah satu sahabat terbaiknya saat mereka masih duduk di bangku kuliah yang sama. Sam bukalah lelaki gagah dengan sejuta pesona yang seperti saat ini semua orang lihat. Sam adalah lelaki culun, yang hidup dalam kekurangannya. Hingga lelaki berdarah asing itu duduk dibangku kuliah, Sam tidak pernah sekalipun melihat wajah ayahnya. Itulah, sekilas cerita yang Sofia ketahui tentang Sam. Lelaki yang sudah bermetamorfosa menjadi lelaki yang mampu meluluhkan hati Sofia.
"Nyonya!" Jodi menggerakkan telapak tangannya di depan wajah Sofia. Seketika wanita yang tengah melamun itupun tersadar.
"I-iya, Jodi!" sahut Sofia tergeragap, wanita itu segera mengalihkan tatapannya pada Jodi yang telah kembali berfokus pada jalanan yang berada di depan mobil.
"Kita mau kemana, Nyonya?" tanya Jodi melirik pada kaca spion yang berada di atas kemudi, pantulan wajah ayu Sofia nampak dari kaca itu.
Sofia membuang tatapannya ke sekeliling jalanan yang berada di luar mobil. "Kita ke rumah sakit wisma saja!" tutur Sofia.
"Baik, Nyonya!" balas Jodi memutar kemudi menuju rumah sakit Wisma tempat Dokter Hans bekerja.
Hanya 30 menit, wanita yang mengenakan baju kerja Itu sudah muncul dari lobby rumah sakit.
"Jodi, antarkan saya kantor!" ucap Sofia yang telah kembali duduk pada bangku di belakang kemudi.
"Baik, Nyonya!" balas Jodi, ekor matanya melirik pada spion kecil yang berada di atas mobil.
Sofia menempelkan benda pintar miliknya ke dekat telinga. Sorot matanya menatap pemandangan yang berada di luar mobil dari kaca pintu. Sementara telinganya, mendengar nada sambung dari balik telepon dengan yang masih terhubung.
"Halo, Bik!" sapa Sofia, setelah terdengar suara sapaan dari seorang wanita dari balik telepon. "Lakukan seperti apa yang saya minta, ya, Bik! Nanti saya akan menitipkannya pada Jodi," ucap Sofia sebelum mematikan panggilannya. Jodi menautkan kedua alisnya, melirik pada Sofia dari kaca spion. Begitu juga dengan Sofia yang sedang melihat ke arah Jodi di depan kaca mobil. Sesaat tatapan mereka saling beradu dalam garis lurus. Jodi yang merasa penasaran segera membuang tatapannya dari majikannya.
_____
Seperti biasa Nico sedang bersantai di halaman belakang rumahnya. Earphone terpasang pada telinga Nico. Tidak ada yang tau apa yang sedang Nico dengarkan yang pasti akhir-akhir ini Nico sering melakukan hal yang aneh dan tidak biasa.
Bibik yang baru saja datang meletakkan secangkir kopi di atas meja yang berada di depan Nico.
"Silahkan Tuan, kopinya mumpung masih hangat!" ucap Bibik sebelum meninggalkan halaman belakang rumah. Nico hanya mengangguk lembut.
"Terimakasih!" Ucapnya.
Bibik berjalan menjauh, sekilas ia melirik pada Nico yang masih terdiam dengan wajah berpikir. Bibirnya mengukir sinis. "Mati kamu!" batin Bibik
______
Bersambung ...