Bibik menundukan wajahnya, tidak berani sendiripun melihat pada Nico. Tubuhnya gemetaran, keringat dingin membanjiri tubuh wanita itu.
"Ampun, Tuan! ampun!" Bibik menelangkupkan kedua tangannya di depan dada memohon ampunan kepada Nico. Sesekali netranya melirik iba, berharap Nico memberikannya belas kasihan.
"Ampun kata kamu?" sentak suara Nico menggelegar. Wajahnya merah menyala dengan kilatan amarah yang berkobar pada netranya.
Bibik melonjak, begitu juga dengan Rahel yang berdiri di belakang tubuh Nico. Lelaki dengan punggung bidang itu meradang, suaranya terdengar kasar dan menakutkan. Wajahnya menyeringai menatap tajam pada Bibik yang jatuh bersimpuh di hadapannya.