"Berhenti, Sofia!" sentak Nico dengan wajah' kesal. Dadanya bergemuruh menahan amarah yang berusaha ia tahan.
"Aku hanya ingin tidur bersama Alisa apa yang salah, Mas!" debat Sofia kesal. Sebenarnya buka keinginannya untuk tidur bersama Alisalah yang membuat Sofia kesal. Melainkan karena dirinya telah gagal menjebak Nico.
Niko menghela nafas panjang beberapa kali. Tangannya menyugar rambutnya hingga sedikit berantakan. "Kamu tahu apa yang tadi kamu lakukan? Itu sangat membahayakan Alisa, Sofia. Coba kamu pikir, bagaimana jika Alisa tadi sampai terjatuh!" Nico berdecak kesal.
"Mas!" sentak Sofia membulatkan matanya, kesal. "Aku kan hanya pergi ke kamar mandi sebentar, Mas!" elak Sofia, meskipun sebenarnya Nico tau jika Sofia berdiri di samping lemari mengawasinya.
Nico mendengus berat, meraih tongkat yang berada di samping ranjang lalu berjalan menuju pintu keluar. Nico semakin muak dengan kebohongan-kebohongan yang Sofia lakukan.
"Mas!" teriak Sofia pada Nico yang mengacuhkannya.
"Ah, sialan!" sentak Sofia kesal pada Nico yang menghilang di balik pintu.
____
Semalaman suntuk Nico tidak kembali ke dalam kamar setelah perdebatan yang terjadi antara Sofia dan Nico. Mobil yang Fortuner milik Nico pun juga tidak ada di halaman luas rumahnya. Entah kemana perginya lelaki itu.
Sofia berdiri di depan jendela kamar yang menghadap langsung ke halaman depan rumah. Wanita yang mengenakan pakaian kerja itu terlihat sibuk mengetik sesuatu pada layar ponselnya. Sejenak kemudian ia mengalihkan tatapannya pada Rahel yang sedang mengajari Alisa berjalan di taman kecil yang berada di depan rumah dari lantai atas.
"Sepertinya aku tidak asing sekali dengan wajah Rahel. Tapi di mana ya aku pernah melihatnya. Mengapa baru kali ini aku menyadari gadis itu," batin Sofia terus memperhatikan Rahel. Membuka lembaran-lembaran masalalu yang ada di benaknya.
Ting!
Sorot mata Sofia beralih pada layar ponsel yang menyala. Satu pesan masuk dari nama kontak bernama Jodi. Jemari lentik Sophia menyapu lembut pada layar.
[Tuan, meminta saya mengantarkannya ke rumah Sekertaris Aris.] balas Jodi atas pesan yang Sofia kirimkan berada saat yang lalu.
"Apa?" Seketika Sofia tercekat. "Sekertaris Aris!" cetusnya membulatkan mata. Sofia semakin dilanda kepanikan. "Jadi benar, Mas Nico sudah dapat melihat lagi. Aku yakin ada suatu yang sengaja ia sembunyikan dariku. Aku harus lebih berhati-hati," monolog Sofia semakin dilanda kepanikan, saat terkaan-terkaan buruk memenuhi otaknya.
[Terus awasi gerak gerik Tuan Nico. Jika ada hal yang mencurigakan segera lapor pada saya.] tulis Sofia.
Beberapa saat pesan itu cepat sekali terbalas. [Memangnya Nyonya mau menambahkan bayarannya untuk saya?] tulis Jodi tanpa basa basi.
"Sialan ini bocah, sepertinya dia sengaja ingin memeras aku, deh!" gerutu Sofia kesal. "Baiklah, tidak ada pilihan lagi selain mengiyakan permintaan bajing*n ini!" imbuhnya dengan jemari yang semakin lincah menulis pada papan keyboard ponsel. Membalas pesan dari Jodi.
[Baiklah, asalkan kamu memberikan informasi yang memuaskan, aku akan membayarmu lebih banyak lagi!]
Sofia menekan tombol send. Sepersekian detik pesan itupun terkirim pada nomor Jodi. Beberapa saat kemudian Jodi membalas pesan Sofia dengan gambar tangan yang mengacungkan jari jempolnya.
"Shit, kamu memang, Jodi!" hardik Sofia pada layar ponsel yang masih menyala, lalu memasukkannya benda pintar itu ke dalam tas dengan kasar.
Wanita dengan sepatu hak tinggi itu melangkah cepat menuju pintu kamar. Setelah menutup tirai jendela. Menyabar blazer berwarna hitam yang berada di atas ranjang. Sofia sama sekali tidak bisa menyembunyikan kecemasan yang sedang melanda hatinya. Segala tanya memenuhi benak wanita itu.
"Bik, Bibik!" teriak Sofia dari lantai atas, hendak menuruni anak tangga.
Wanita dengan seragam berwarna hitam, yang di lengkapi dengan celemek itu bergegas keluar dari dapur. Berjalan menuju ke bawah anak tangga.
"Ada apa, Nyonya?" tanya Bibik mendongak menatap pada Sofia yang menurunkan langkah kakinya satu persatu dari anak tangga dengan terburu-buru.
"Gawat, Bik, ini gawat!" cetus Sofia saat sampai di hadapan Bibik. Wajahnya merah menyala antara takut dan kesal.
"Ada apa, Nyonya !" jawab Bibik, gurat wajahnya terlihat cemas.
"Bik, apakah Bibik tau jika Tuan Nico sudah bisa melihat lagi?" desis Sofia memperhatikan ke sekeliling, takut jika tiba-tiba Rahel muncul. Karena di rumah itu hanya Rahellah yang tidak ikut dalam permainan Sofia. Bagi Sofia Rahel semakin tidak berguna.
"Tidak, Nyonya!" Wanita yang meletakkan kedua tangannya di depan paha itu menggeleng lembut. Wajahnya terlihat takut bercampur terkejut.
"Kita dalam bahaya Bik!" Sofia memasang wajah panik. Sorot matanya masih waspada.
"Lalu apa yang harus saya lakukan, Nyonya!" sahut Bibik yang tidak kalah paniknya. Wanita yang usianya hampir menginjak setengah abad itu tidak bisa membayangkan apa yang akan Nico lakukan kepadanya jika mengetahui bahwa dirinya bersekongkol dengan Sofia, untuk menutupi perselingkuhan majikan perempuannya serta kejahatan-kejahatan yang sudah Sofia lakukan selama ini.
"Tenang, Bik, tenang! Bantu aku berpikir!" seru Sofia.
Sofia berjalan mondar mandir di bawah anak tangga, di depan Bibik. Wajahnya nampak berpikir keras. Memikirkan cara agar bisa segera menguasai seluruh harta-harta yang Nico miliki.
"Aduh, Nyonya, bagaimana nasib saya jika Tuan Nico tau, kalau saya ikut-ikutan membohonginya, Nyonya!" Bibik panik, wajahnya terlihat ketakutan seraya meremas kuat ujung celemek yang ia kenakan.
"STOP, Bik!" sentak Sofia memicingkan matanya pada Bibik. "Bisakan Bibik tenang, aku tidak bisa berpikir jika Bibik tidak bisa diam!" sentak Sofia membuat wanita paruh baya itu terkesiap.
"Ba-baik, Nyonya!" jawab Bibik semakin takut.
Sepersekian detik Sofia dan Bibik tenggelam dalam pikiran mereka masing-masing. Sofia masih berjalan mondar-mandir, sementara Bibik, hanya diam tidak bergeming dengan wajah takut, dan berpikir keras.
"Yups!" Sofia menjentikkan jemarinya, membuat Bibik terkejut.
Sejenak Sofia menahan tawa melihat ekspresi Bibik yang terkejut. Satu tangannya membungkam mulutnya yang tengah mengukir senyuman.
"Benar, lebih baik aku menjalankan rencana dari Sam saja. Untuk apa aku pusing pusing memikirkan semuanya," tutur Sofia merasa senang dengan ide yang terlintas di kepalanya..
"Aku hanya tinggal meminta Mas Nico untuk membuat surat wasiat. Di mana tertulis di dalam surat itu Jika semua harta Mas Nico semua menjadi milikku!" guman Sofia tertawa girang. Semetara Bibik semakin menatap heran pada Sofia yang tengah tersenyum sendiri.
"Nyonya, kenapa?" tanya Bibik menjatuhkan tatapan heran.
"Sudah Bik, pokoknya Bibik terus awasi Tuan Nico. Jangan sampai dia curiga!" cetus Sofia hendak melangkahkan kakinya meninggalkan Bibik.
"Nyonya, nasib saya bagaimana, Nyonya!" sergah Bibik dengan wajah takut. "Bagaimana jika Tuan tau," sergahnya panik.
Sofia menghela nafas panjang. "Bibik tenang saja, semua aman di bawah kendaliku!" Wanita itu tersenyum puas sebelum melangkahkan kakinya menuju pintu keluar tanpa menjelaskan apapun lagi.
_____
Bersambung ....