May masih duduk di kursinya, Sedangkan Anne saat itu menghadap ke arah depan sambil menumpukan tanganya ke atas meja.
"Ish ngapain An kok di lihatin sampek segitunya? Ntar kamu kesambet lo kalau lama-lama melotot" May sudah mulai menangkap tanda-tanda di mata Anne.
Di fikiran May, dia akan menyelimuti rapat-rapat perasaanya dari siapapun, meskipun kalau memang Anne harus mengerti paling tidak May akan di tertawakan karena keadaan dirinya yang tidak memungkinkan untuk meraih hati Vino.
Bagaimana tidak luluh hati seoarang cewek ketika harus bertatapan dengan laki-laki super tampan dengan style yang begitu menarik seperti Vino, motor ninjanya yang membuat tambah gagah penampilanya.
May diam-diam juga heboh di belakang Anne, tapi dia harus bisa menahan diri di balik rasa yang mungkin ada di hatinya semakin besar, May begitu mengagumi sosok Vino.
"Ya terserah, sayang kan kalau di lewatin" Jawab Anne yang langsung saja nyamber.
Lalu mereka terdiam ketika melihat Vino berjalan menuju ke dalam toko, langkahnya keras tapi mendadak perlahan ketika sampai di depan May dan Anne, lalu menyapa seperlunya.
"Belum pada pulang? Sudah mulai reda nih" Kata Vino yang tumben saja ramah. Dia melepas tas ransel dari pundaknya, lalu mengacak seluruh isi tasnya, sepertinya Vino sedang mencari sesuatu tapi dia tidak menemukanya. Vino terlihat bingung, tapi masih terus bersikap santai.
"Lagi cari apa kak?" Tanya May dengan ramah maksimal, tatapan Anne begitu kesal melihat May karena lebih dulu bertanya. Seharusnya dia yang harus merespon duluan, Anne jingkrak-jingkrak sendiri tanpa sepengetahuan Anne dan Vino.
Memang sikap May harus se natural mungkin jika berinteraksi dengan Vino saat Anne bersamanya. Seribut apapun sebelumnya dengan Vino, May tetap bersikap seolah tidak terjadi apa-apa.
"Eh itu, nggak papa kok. Masuk dulu ya" Vino menarik pintu kaca itu, lalu masuk dengan meninggalkan tanya.
Tiba-tiba Anne bangkit dari tempat duduknya, mengambil tas lalu menyusul Vino kedalam.
"Masuk bentar aku May" Kata Anne sambil berlari.
May terlalu penasaran, entah kenapa dia jadi sering khawatir gitu. Kenapa rasanya seperti mengawasi pacar sendiri?
Dia segera menepis pikiran-pikiran aneh itu. "May ingat kamu itu siapa, kalah jauh lah sama Anne. Baumu aja mirip bawang, rambutmu kucel, lihat kulitmu saja sepeti Kecap bangao" May menepuk-nepuk keningnya sendiri.
Di lihat dari pintu kaca, Anne dan Vino sedang ngobrol, jarak mereka cukup dekat hanya beberapa senti. May segera mendekat ke pintu dan menguping diam-diam.
"Kenapa kak, Lupa bawa dompet ya?" Tanya Anne sambil merogoh saku jaketnya. Vino terdiam tapi ingin mengatakan sesuatu, akhirnya muncul cengiran kecil di bibir Vino. Menandakan pertanyaan Anne benar-benar sesuai dengan kondisinya.
Anne menanyakan total pembelian bensin Vino kepada penjaga toko, seolah mereka sudah dekat hingga Anne pun membelikan minuman untuk Vino. Di masukkan minuman itu ke dalam tas Vino, tapi Vino menolaknya untuk di masukkan kedalam tasnya.
"Kok jadi ngrepotin kamu ya, siapa namamu?Anne ya, aku pernah lihat Instagram kamu soalnya" Tanya Vino sambil membuka tasnya dan meraih ponselnya.
Suara Vino membuat Anne deg-degan tidak karuan, dia begitu menyukai suara Vino, andaikan dia bisa loncat-loncat sekarang. Anne hanya mewakilkan gemasnya lewat kedipan kedua matanya, nafasnya tidak beraturan untuk menjawab pertanyaanya Vino tentang namanya. Apalagi dia sudah mengenali Instagramnya, Anne lebih geregetan untuk segera menjawab.
"Oh yaa? Kok aku malah belum Tau akun kakak? " Tanya Anne berlagak akrab.
Kemudian Vino mengetik sesuatu di ponselnya. Anne mau ngintip tapi tidak sampai, karena postur tubuh Vino yang jauh lebih tinggi dari Anne.
Vino memperlihatkan akun Instagramnya ke arah Anne, dengan membungkukkan sedikit badanya agar bisa di akses Anne. Pipi mereka sejajar, kalaupun di hitung berapa senti, May tidak bisa menghitung kerena jaraknya begitu jauh. Dari luar May tampak heboh dengan kecurigaanya.
'ini apakah Vino sudah mulai tertarik sama Anne? Apakah Anne mulai baper? Apakah mereka mau? Ah aku panik parah'
May sudah mulai geram dari luar. Kakinya seperti di tarik-tarik agar melayang melerai kedekatan Vino dan Anne. May melepas tali rambutnya, kepalanya seakan mau meledak karena saking panas hatinya. Dia menghentakkan kakinya berkali-kali, tapi mereka sama sekali tidak terdengar.
"Oo yang ini" Anne bertanya dengan ekspresi menggemaskan, seolah-olah dia sudah mengenali akun milik Vino.
"Loh kamu sudah tau?" Tanya Vino menebak.
"Emm belum sih kak hehe" Anne cengingisan sambil menatap sebentar wajah Vino.
Tiiin tiiin…!
Suara klakson mobil mewah bewarna merah itu berbunyi tepat di depan toko, Anne menoleh dan mengenali itu adalah Mobil kakaknya.
"Kak ma'af aku duluan ya, sudah di jemput. Nanti pasti aku follow, kakak wajib follback ya" Anne mengalungkan lagi tasnya dan beranjak pergi, tidak Lupa dengan lambaian tanganya. Vino hanya membalasnya dengan senyuman ringan, lalu menyusul pergi.
May masih mematung di depan pintu, cepat-cepat ia ubah manyunya menjadi senyum termanis di hadapan mereka. Anne menghampiri May dan membisikkan sesuatu.
"May, kak Vino sudah tau namaku, Instagram ku juga" Seru Anne di tengah bisikanya. Suaranya tampak girang dan bangga.
May melirik Anne tidak terlalu sinis, ia berhasil menyembunyikan sikap bototnya, lalu senyum tipis sambil mengangguk mengerti.
"Bagus dong, makanya pasang foto-fotomu yang paling ngetop" Saran May berlagak mendukung tapi palsu. Anne mengedipkan matanya dua kali, lalu beranjak pulang.
May melirik Vino yang sedang sibuk dengan ponselnya, mulutnya gatal ingin menyambar Vino agar dia membiarkan May duduk sendirian. Tapi May bingung harus dengan cara apa meluluhkan patung batu seperti Vino.
Kebetulan sore itu hujan kembali mengguyur, tapi tidak terlalu deras. Ini akan menjadi action May untuk memancing perhatian Vino, pelan-pelan ia berjalan keluar dan bertujuan untuk pulang. Tidak Lupa langkah kakinya yang sengaja di gesek-gesek keras agar Vino mendengar dan menoleh.
Sreek sreeek!
Suara sepatu trepes May begitu mengusik, May berjalan sambil melirik Vino dari samping, giginya merapat geregetan kenapa Vino tidak sama sekali menoleh? Ingin sekali May mengulang adeganya, tapi memalukan. Lalu lanjut berjalan dengan sejuta penyesalan, kehujanan, basah-basahan.
Hari itu May berjalan kaki pulang pergi, karena sepedanya harus di pakai bapaknya ke ladang yang cukup jauh dari rumah, dan ia tidak ada pilihan lain selain harus berjalan kaki.
Dia berjalan sudah sampai di depan Kantor POS, hujan semakin deras. Badanya menggigil kedinginan, berkali-kali May menggesekkan kedua tanganya untuk mengurangi rasa dingin. Ahirnya May memilih untuk berteduh di sebuah warung kecil depan Kantor POS.
Tit tiiiiitt…
Vino memencet bel motornya keras, lalu berhenti di tempat May berteduh. Vino membuka helmnya, lalu menyisir rambutnya dengan jari-jari lentiknya. Setelah di rasa rapi, Vino menoleh ke arah May yang saat itu sedang memandangnya dengan mulut menganga.
"Kamu jalan kaki? sepada kamu kemana? Jangan ke PD an dan jangan berharap lebih, aku hanya menawarkan bantuan. Ayo aku antar pulang" Vino menawarkan tebengan, entah karena kesadaran diri atau yang lain.
May mengangguk dengan mulut yang masih menganga, kadar ketampanan Vino naik berkali lipat setelah ia menyisir rambutnya seperti itu. May benar-benar tidak menyangka, seakan ingin ambruk lalu pingsan.