Chereads / Budak Cinta Putih Abu-abu / Chapter 21 - TRAGEDI HUJAN LEBAT.

Chapter 21 - TRAGEDI HUJAN LEBAT.

Suasana siang itu sudah berubah menjadi langit sore, mendung itu juga menginginkan bumi terlihat gelap, agar suasana hujan semakin memikat untuk siapapun yang menyukai hujan.

" Lama banget sih hujanya? Plis cepat reda, takutnya kak Vino nanti jadi betah duduk bareng aku" Ledek May sengaja, matanya jelalatan agar mendapat celah untuk menjerat tatapan Vino. Vino pun Tidak menggubris, tanganya juga masih sibuk dengan bolpointnya. Di kondisi apapun, Vino tetap belajar dengan triknya yaitu menggambar pola dalam bentuk bunga. Masa iya seorang bermuka tampan super keren itu harus mengekspresikan otaknya dengan gambar bunga? May geleng-geleng melihat kejadian lucu seorang Vino.

"Itu gambaran bunga masa depan ya kak" May mengintip catatan Vino dari samping sambil melirik genit hidung mancung Vino.

" Haa bunga masa depan? Bunga di tengah-tengah batu nisan maksutnya?!" Tanya Vino setengah menebak setengah bingung.

" Ya jangan mikirin batu nisan dulu dong kak, aku belum siap di tinggalin kakak" Tidak taunya May semakin ngelantur, berisiknya membuat telinga Vino gatal, hingga ia harus menguceknya beberapa kali.

Vino hampir menjambak rambut May, lalu melilit bibirnya dengan plaster. Agar dunia tidak mirip dengan letusan api, penuh api kemarahan. Ia tetap menahan diri agar tidak membentak May, karena di lihat sekeliling banyak sekali orang-orang yang sedang mampir di warung.

"Kamu diam atau aku tinggal pulang?" Kata Vino lirih tapi bermuka garang, seketika mata May merem dan tak bersuara.

"Gak mau diam juga gak mau di tinggal pulang kak" Ucap May lalu menyeret catatan itu dari hadapan Vino, Vino terlihat menahan tapi tarikan May lebih kuat.

"Kamu kok gak sopan banget sih, jaga sikap dong sama yang lebih tua" Vino sigab dengan tingkah laku May.

Vino langsung berteriak, geram dengan tingkah laku May. Dia seperti cemas dan berusaha merebut kertas itu dari tangan May.

"Ini gambar siapa kak?" May menunjukkan gambar di kertas yang terselip yang tidak sengaja jatuh, gambar tiga orang yang saling berpegangan tangan. Terlihat seperti seorang Ibu sedang menggandeng kedua anaknya.

" Kenapa sih dari tadi kamu berisik? Kamu tidak ada hak bertanya soal itu" Suara Vino terdengar sangat berat, ada air mata yang hampir keluar dari matanya, Vino merebut kasar catatan itu dari genggaman May. May langsung diam dan tidak lagi menjawab, dia merasakan ada sesuatu di balik gambar itu. Kenapa tidak ada sosok ayah? Apa yang sebenarnya terjadi?

May sudah tidak berani lagi memutar ocehanya, dia menggeser kursinya lalu beranjak dan berjalan menuju dapur warung. Lalu memesan teh hangat satu gelas.

"Ini Neng sudah siap tehnya" Ibu Pemilik warung itu menyodorkan teh hangat lengkap dengan cemilan satu toples kerupuk ketela.

"Loh buk saya tidak memesan kerupuk bu" Ucap May sambil menaruh toples itu di atas meja, tapi Ibu itu mengambil toplesnya lalu menyodorkan lagi ke tangan May.

"Ini bonus kok, silahkan atuh dimakan sama pacarnya, lumayan krupuknya bikin rame. Dari tadi Ibu lihat kok bertengkar saja, di suapin gitu pakai kerupuk biar tambah sayang" Ledek Ibu warung tanpa mengerti apa yang sebenarnya terjadi.

Biar tidak bertambah ribut, May mengiyakan maksud Ibu Pemilik warung, tanpa melakukan sedikitpun saran dari Ibu itu. May mengintip Vino dari balik pintu pembatas, sisa es batu yang masih menggumpal di dalam gelas itu ia hancurkan dengan sendok, seakan itu adalah cara Vino melampiaskan perasaanya.

May berjalan pelan mendekati Vino dengan membawa teh hangat pesananya, May merasa sedikit bersalah Setelah ia merebut catatan dari tangan Vino.

"Maaf ya kak, aku tidak sengaja" Ucap May dengan suara tertahan, dia tidak berani menatap mata Vino. Lalu menaruh teh itu di samping mangkok baksonya.

"Sudah sini, dengerin ceritaku. Kamu pengen tau kan?" Kata Vino tiba-tiba, dia mengangkat kepalanya dan menyeret tangan May untuk duduk di depanya.

May masih diam kebingungan, lalu dia memastikan dengan mengernyitkan dahinya.

"Iya sini" Ucap Vino sekali lagi.

"Iya kak"

"Tapi ini tidak boleh ada yang tau, kamu harus mengunci rapat mulutmu. Jika tidak aku bisa menambah lebih berat hukumanmu" Vino menantang May sambil menatap tajam, lalu May hanya mengangguk dan tidak bersuara.

"Sebenarnya akuu" Vino seperti memikirkan sesuatu, jari-jarinya saling berlawanan mengetuk meja, ia sama sekali tidak memandang muka buluk May.

Degub jantung May sudah susah di kendalikan, ada detakan kuat yang membuat May mengecek dengan memegang dadanya. Detakanya semakin kacau, menurut May wajah Vino seperti terbungkus rasa malu untuk menyampaikan sesuatu tentang perasaanya.

'Memang ini sudah waktunya Vino, aku akan membalas cintamu'

"Sebenarnya"

May mendekatkan wajahnya tepat di depan muka Vino, rasa penasaranya membuat May mebulatkan matanya.

"Apa kaak?!" Tanya May geram, ia semakin penasaran dengan ungkapan Vino yang terpotong dengan sedikit mencurigakan.

"Sebenarnya aku masih lapar, tolong ambilkan satu mangkok bakso lagi" Jawab Vino dengan suara tidak tertahan lagi. Lalu dia menunduk seperti menutupi rasa malunya.

Wajah tegang May berubah menjadi tawa yang lepas, juga hatinya yang berbunga-bunga mendadak layu karena harapanya yang kandas.

"Hahaha siap kak" Kata May masih menahan tawanya, lalu bergegas memesan satu porsi bakso.

****

Derasnya hujan mengguyur hingga sore hari, May dan Vino terpaksa nekat menerjang hujan karena hari sudah menjelang maghrib. Vino bersusah payah berpacu antara kecepatan sepedanya dan memerangi derasnya hujan, tubuhnya seakan oleng ke samping karena menahan berat beban May yang duduk dengan posisi miring.

"Kamu duduknya jangan gitu, berat!" Vino berteriak sambil mengusap matanya yang basah. Penglihatanya sedikit kabur karena Lupa tidak memakai kaca mata hari itu.

"Ya kakak berhenti dong" May mendekati telinga Vino. Lalu Vino menahan kakinya di aspal agar laju sepedanya berhenti.

"Sudah kak" May memindah posisinya menjadi menghadap ke depan, tepat di belakang punggung Vino, May mendengar suara nafas Vino yang terengah-engah, mungkin dia sudah di banjiri keringat, namun air hujan lebih kuasa untuk menutupi.

"Kak capek ya? Sini biar aku yang nyetir, kalau habis makan aku kuat kok" May menawarkan skillnya, sambil memeras roknya yang membendung air hujan. Tapi tidak ada respon dari Vino, fikiranya berputar seperti sedang memutar masa lalu. Kemudian jatuh air matanya ketika ia mengingat sosok ayahnya yang belum di temukan hingga saat ini setelah kejadian gempa bumi 7th yang lalu.

"Kak?" May mencoba memastikan sekali lagi.

"Eh iya!" Jawab Vino gugub, lalu ia turun dan meminta May pindah ke depan.

"Aku yang nyetir tapi kak Vino yang ayuh sepedanya ya!" Seru May tanpa dosa, lalu Vino menuruti dengan muka pasrah.

Sepeda itu sudah melaju 300m, begitu terlihat menyenangkan dengan posisi May duduk di depan dan Vino mengayuh sepeda dari belakang.

Ada sedikit senyum yang tumbuh di bibir Vino, tanpa ia sadari.